Naya menarik nafas pelan. Rasanya ia masih tak percaya ia telah menyelesaikan masa SMA nya. Hari ini mungkin adalah hari terakhir ia datang ke sekolah itu. Ia tidak tahu entah kapan akan kembali menginjakkan kaki di sekolah yang selama tiga tahun terakhir menjadi saksi perjuangannya itu.
Entah mengapa Naya merasa belum rela untuk meninggalkan sekolahnya itu. Ia merasa ada sesuatu yang belum ia selesaikan. Bukankah selama ini ia selalu berharap agar dapat lulus secepatnya dari sekolah yang menurutnya sangat memuakkan itu? Entahlah, saat ini Naya sedang tidak ingin memikirkannya tapi… apa mungkin ada yang sedang ia rindukan di sekolah itu? Seseorang yang sosoknya sudah lama tak ia lihat? Sejenak terlintas bayangan wajah seseorang di benak Naya. Namun Naya berusaha menepisnya jauh-jauh.
“Kamu harus kuat Naya, hari ini adalah hari kelulusanmu yang harus kau hiasi dengan senyuman, jangan pikirkan dia yang sama sekali nggak penting.” Gumam Naya menyemangati dirinya sendiri. Kali ini ia berusaha untuk tidak menangis dan tegar. Ia sendiri juga tidak mengerti mengapa setiap kali ia mengingat “sosok itu” bahkan mampu membuatnya menangis hampir setiap malam.
“Nay, sumpah aku senang banget akhirnya kita lulus!” ucap Bella sahabat Naya. “Iya Bel, jujur aku masih nggak percaya kalau kita udah lulus!” jawab Naya antusias. “Uhh… akhirnya selepas ini aku bisa refreshing otak sepuasnya” ucap Bella sambil menarik nafas lega. Sementara Naya hanya tersenyum sambil geleng-geleng kepala melihat ekspresi sahabatnya itu.
Naya memandang siswa-siswa yang ramai lalu lalang sambil menunggu teman-teman sekelasnya yang lain. Tanpa sengaja pandangannya menangkap sosok yang sangat ia kenal tengah berjalan di koridor sekolah. Ya, sosok itu adalah Alan. Orang yang selama ini telah mampu meluluhkan dinginnya hati seorang Naya. Namun, sosok itulah yang juga membuat Naya merasakan sakit hati yang teramat sangat.
“Bahkan dihari terakhir aku sekolahpun kau sama sekali tidak berniat untuk mencariku. Apakah namaku ini sama sekali tidak pernah terlintas dibenakmu Alan?” batin Naya.
Ia merasa matanya memanas dan pandangannya mengabur. Air mata Naya jatuh tak tertahankan. Naya menangis untuk yang kesekian kali oleh sosok yang benar-benar telah menyita perhatiannya itu. Ia bergegas pergi ke toilet dan tidak mau sampai Bella tahu kalau ia sedang menangis. Sementara Bella merasa ada yang aneh dengan tingkah sahabatnya pun segera beranjak dari tempat duduknya untuk mengejar Naya.
Dua menit berlalu, pintu toilet terbuka dengan memperlihatkan wajah sendu Naya khas orang habis menangis. “Nay, kamu kenapa? Kamu nangis? Siapa yang udah nyakitin kamu hah?! Bisa-bisanya dia bikin sahabat aku sampai nangis kayak gini” ucap Bella khawatir. Selama tiga tahun persahabatan mereka di SMA, ia hampir tidak pernah melihat Naya menangis. Jika ia sampai menangis, pasti sesuatu itu sangat berat untuknya.
Tanpa menjawab pertanyaan dari Bella, Naya langsung memeluk sahabatnya itu dan kembali menangis. “Dia jahat Bel, dia jahat” ucap Naya disela-sela tangisnya. “Dia? Dia siapa Nay? Kasi tau aku biar aku hajar orangnya!!” ucap Bella emosi. Ini adalah yang pertama kali ia melihat sahabatnya serapuh ini. “Dia udah peka Bel, dari dulu dia udah tau kalau aku emang suka sama dia, tapi kenapa sampai dihari terakhir aku sekolah pun dia sama sekali nggak berniat buat nyamperin aku, seenggaknya kasi ucapan selamat atas kelulusan aku.” Naya membuang nafas kemudian melanjutkan kata-katanya. “Padahal… tadinya aku berharap dia bakalan nyamperin aku Bel.” Naya putus asa. Ia merasa sangat sedih karena selama ini ia menggantungkan harapan pada orang yang salah. Orang yang sampai detik ini pun tidak pernah menghargai keberadaannya.
“Maksud kamu Alan?” tanya Bella dan Naya mengangguk. “Jadi sampai sekarang kamu belum bisa lupain dia?” Bella kembali bertanya. “Aku udah berusaha lupain dia Bel, tapi aku nggak bisa, malahan aku ngerasa sampai sekarang pun aku masih berharap sama dia” jawab Naya. “Nay, aku yakin akan ada orang yang tulus yang mau sama kamu dan bisa buat kamu lupain Alan sepenuhnya. Kamu cuma perlu waktu Nay, orang kayak dia nggak pantas kamu harapkan, dia juga nggak pernah peduli sama kamu kan?” Jelas Bella. “Aku nyesal Bel, kenapa dulu aku bisa suka sama dia dan kenapa aku dengan bodohnya menyia-nyiakan air mataku hampir setiap malam cuma gara-gara dia.” Sesal Naya. “Nay, kamu nggak boleh terus terlarut dalam harap yang nggak pasti itu, kamu harus bebasin diri kamu dari belenggu itu, aku yakin kamu pasti bisa, kamu kuat.” Bella sambil tersenyum meyakinkan Naya. Sementara Naya tampak berpikir sejenak mencerna ucapan sahabatnya itu.
“Kamu benar Bel, aku harus lupain dia. Sebenarnya disini aku yang salah Bel, aku terlalu berharap sama dia dan mungkin… bisa dibilang aku udah jatuh cinta sama dia. Tapi nyatanya sampai sekarang dia bahkan nggak pernah berusaha buat kenal sama aku.” Naya berusaha tersenyum sembari menyeka air matanya yang mulai kering itu. “Nay, kamu pikir sekali lagi. Dia udah tau kalau kamu punya perasaan sama dia. Tapi liat sekarang, sampai detik inipun dia nggak mau tau soal kamu… jadi masih mau mikirin dia?” ucap Bella dengan penuh penekanan. Sementara Naya hanya bisa menunduk mendengar penuturan Bella. Ia bingung harus menjawab apa.
“Nay, aku tau kamu orang yang nggak mudah buat suka apalagi jatuh cinta, asal kamu tau Nay… apa yang terjadi hari ini adalah bentuk dari penolakan dia secara halus, dia udah menyia-nyiakan kamu Nay” ucap Bella meyakinkan Naya. Naya menarik nafas kasar. “Kamu benar Bel, dan mulai detik ini aku putuskan untuk melupakan dia, sebisa mungkin aku bakal lupain dia… walaupun aku tau itu nggak akan mudah” ucap Naya sembari berusaha tersenyum menatap Bella. “Nay, aku yakin seiring berjalannya waktu kamu pasti bisa lupain dia, dan kamu mau tau balas dendam terbaik biar dia nyesal udah nyia-nyiain kamu?” tanya Bella. “Apa?” tanya Naya. “Caranya setelah ini kamu harus jadi orang yang berhasil. Kita udah daftar di kampus impian kita dan puji Tuhan udah keterima dan kamu Nay… kamu punya kelebihan karena kamu pintar, dalam diri kamu punya potensi yang harus kamu asah di kampus nanti, saat itulah kamu membuktikan pada dia yang saat ini telah menyia-nyiakan kamu bahwa dalam diri kamu punya keistimewaan dan saat itu aku yakin dia bakalan nyesal” ucap Bella dengan penuh meyakinkan.
“Bel, aku nggak tau harus jawab apa tapi aku cuma mau bilang terima kasih untuk semuanya, kau adalah sahabat terbaikku.” Naya sambil memeluk Bella. Tanpa terasa air matanya kembali menetes karena setelah ini ia tidak yakin bisa terus bersama dengan sahabatnya itu. “Kau juga adalah sahabat terbaikku Nay.” Bella sembari membalas pelukan Naya kemudian menyudahinya. “Kenapa sih kita dulu nggak daftar di kampus yang sama pasti kita bakalan satu kampus dan bisa sama-sama terus” ucap Naya dengan tatapan sendu. “Nay, aku pikir juga begitu. Tapi sayangnya kita punya impian yang berbeda” ucap Bella tersenyum menatap Naya. “Iya si…” jawab Naya pelan.
“Nay, kamu harus janji sama aku setelah ini kamu bangkit jadi Naya yang baru dan lupain dia” Bella sambil mengacungkan jari kelingkingnya ke arah Naya kemudian di balas oleh Naya. “Aku janji… demi mimpi dan cita-cita ku, demi sahabatku dan demi orang-orang yang aku sayangi, aku janji akan lupain segala hal yang menyakiti perasaanku termasuk dia” ucap Naya mantap.
Keduanya tersenyum dan kemudian membaur dengan teman-teman seangkatan untuk merayakan kelulusan. Mereka akan menjadikan hari ini sebagai hari yang bersejarah dalam hidup mereka karena telah mengakhiri masa SMA yang akan sangat mereka rindukan kelak.
Cerpen Karangan: Jemi Febriani Blog / Facebook: Jemi Febriyani