Pada hari ini kita hidup di mana kekayaan dianggap sebuah tonggak kesuksesan. Kesuksesan hanya diukur dari banyaknya materi atau harta yang dimiliki seseorang, dan bukan diukur dari banyaknya prestasi atau pengalaman. Manusia berlomba-lomba mencari kekayaan dengan cara apapun. Pada masa ini banyak sekali kasus pencopetan, iya benar, “copet”. Copet pada masa ini bukan lagi turun di jalan atau di transportasi umum, melainkan sudah sampai pada proyek-proyek besar bahkan sampai pada bantuan sosial. Melihat banyaknya berita mengenai orang-orang yang berlomba mencari kekayaan, membuatku pusing dan ingin kembali di tahun 2018 untuk mencari jati diriku.
Tahun 2018 merupakan tahun di mana aku sedang menempuh bangku SMA. Hari itu saya teringat saat upacara bendera bertepatan dengan hari Pendidikan Nasional yang merupakan hari dimana penalaranku untuk mencari jati diri sudah mulai terbuka. Di hari itu semangat untuk belajar dan menempuh pendidikan yang lebih tinggi digelontarkan oleh guru mata pelajaran disetiap pergantian jam.
Tepat pukul 08.00 bu Sisca yang merupakan guru mata pelajaran PKN masuk dan memulai pelajaran. Entah apa yang sudah dibaca oleh beliau sehingga pada waktu itu ia terdiam cukup lama menatap smartphone yang ia pegang. Edwin selaku ketua kelas tidak tinggal diam, ia menanyakan ada gerangan apa sehingga bu Sisca diam.
“Permisi ibu Sisca, bu, ibu” “Oh iya Edwin, maafkan ibu karena konsentrasi ibu terganggu karena suatu hal”
Edwin yang memiliki cita-cita sebagai psikolog pun mencoba membaca pikiran bu Sisca. Edwin memang terkenal dengan ramalan-ramalan yang terinspirasi dari film kisah cinta anak SMA yang sedang booming di bioskop waktu itu. Omongan Edwin yang bisa dibilang “nyeleneh” terkadang juga benar adanya, sehingga ia dijuluki sebagai “the next Jayabaya”. Ia pernah meramal siswa baru di kelas X IPS 4 yang akan berpacaran dengan bendahara kelasnya dan tak lama setelah itu ramalan dia benar. Entah apa yang sedang dipikirkan Edwin waktu itu sehingga ia seperti menerawang pikiran bu Sisca.
“Bu, saya mau bertanya dan maaf apabila pertanyaan saya keluar dari materi PKN. Duluan mana nabi Adam dan manusia purba” Bu Sisca langsung menatap Edwin yang berada di pojokan kelas sambil terheran-heran. Seluruh siswa menertawakan Edwin karena menganggap pertanyaannya sebagai pertanyaan yang tidak logis dan keluar dari materi pelajaran. Seketika itu bu Sisca langsung menyuruh siswa untuk diam.
“Diam anak-anak. The best question Edwin. Itu yang sedang ibu pikirkan dari tadi. Ibu sedang membaca buku mengenai teori tantang keduanya. Mungkin dari kalian juga banyak yang bertanya-tanya dan memiliki argumentasi yang berbeda-beda mengenai hal tersebut. Pada hari ini, kita akan berdiskusi mengenai lebih dulu nabi Adam atau manusia purba dalam konteks agama dan sejarah. Baik untuk anak-anak silahkan duduk berdasarkan argumentasi masing-masing untuk tim pro lebih dulu nabi Adam, tim pro manusia purba, dan tim tidak memilih keduanya”
Seketika itu siswa di kelas berhamburan untuk duduk di bangku yang sudah diberi batasan berdasarkan pilihan mereka. Entah kenapa jumlah dari ketiga kategori tersebut memiliki jumlah yang sama sehingga sesi diskusi pun dapat dimulai. Aku dan Edwin masuk dalam satu tim yang tidak memilih keduanya dan mulai menyusun argumen untuk dilontarkan pada sesi diskusi. Tak lama setelah itu sesi diskusi pun dimulai dengan argumen dari tim nabi Adam, yang disusul oleh tim manusia purba, dan yang terakhir adalah tim yang netral atau tidak memilih keduanya.
Perdebatan pun terjadi secara sengit antara ketiga kubu tersebut. Semua kubu mempertahankan argumentasinya masing-masing. Waktu terasa begitu cepat sehingga tak terasa jam pelajaran akan segera berakhir. Seketika itu bu Sisca mengambil alih pembicaraan pada sesi diskusi tersebut.
“Baik anak-anak, ibu tak menyangka bahwa antusias kalian untuk mengikuti diskusi dengan topik ini sangatlah besar. Ibu akan meluruskan bahwa tidak ada yang namanya benar atau salah, kembali lagi berdasarkan kepercayaan kalian. Topik agama dan ilmu pengetahuan memanglah masih menjadi misteri. Kita sebagai manusia memiliki batasan dalam melihat masa lalu. Kita percaya bahwa di dalam agama nenek moyang kita adalah nabi Adam, namun berdasarkan temuan sejarah dan berdasarkan fakta-fakta bahwa manusia purba adadah bentuk evolusi dari manusia modern pada saat ini. Topik mengenai keduanya tetap menjadi perdebatan oleh para ahli, kita hanya bisa mempercayai keyakinan kita di dalam hati dan mempelajari ilmu pengetahuan dengan nalar. Pelajaran yang dapat kita petik pada pertemuan ini adalah bagaimana kalian sangat antusias dalam menyampaikan pendapat, itulah yang diperlukan oleh negeri ini yang merupakan negara demokrasi. Semua memiliki pendapat dan pandangannya masing-masing, bagaimana kalian mampu mengutarakan pandangan kalian untuk negeri ini. Kita harus belajar dari sejarah demokrasi pertama di Athena, semua orang disana bebas untuk mengutarakan pendapatnya sehingga pemikiran mereka menjadi terbuka dan tidak terbelenggu sehingga nantinya banyak lahir para filsuf-filsuf atau tokoh pemikir disana. Janganlah takut untuk mengutarakan pendapat kalian, beranilah berbicara dengan fakta-fakta yang kalian punya. Salam demokrasi!”
Seketika itu bu Sisca mengakhiri pembelajaran PKN. Dari situlah penalaranku mulai terbuka. Bagaimana pentingnya sebuah pendapat untuk melahirkan suatu pemikiran yang sempurna. Berani mengutarakan pendapat berdasarkan fakta-fakta yang ada, saran dan kritik diperlukan untuk membangun suatu pemikiran yang sempurna. Salam demokrasi!
Cerpen Karangan: Nalar Cahyati Blog / Facebook: Nalar Cahyati Mahasiswa Pendidikan Sejarah/ FKIP/ Universitas Jember