Aku tidak punya teman dan aku akan membagikan kisahku kenalkan namaku Nadhira. Aku sangat hobi menulis dari aku kecil. Aku pernah hampir tinggal kelas. Tapi cuma kelas dua saja. Dan ada satu murid bernama Bertha dia sering mencubiti aku dan mengambil mie rebus milikku yang aku bawa dari rumah. Anak itu telah dikeluarkan dia anak penjual apotik. Rokku juga pernah diangkat oleh teman kelasku, sehingga celana pendek berwarna stawberry kelihatan. Segitu teganya sampai tak memperhatikan perasaan dan mental orang yang hampir jatuh. Sudahlah itu semua masa-lalu.
Dan itu membuatku menjadi sensitif jika orang membicarakan aku. Mungkin aku terkesan curhat di sini tidak apalah yang penting bisa sharing. Sejak sekolah dasar aku hampir dikira sombong, mereka semua menganggap aku aneh.
Itu bermula waktu aku membawa tanggo dan tidak membagikan ke mereka. Alasannya satu aku tidak akrab, dan belum mengenal sisi-baik mereka. Harusnya temanku kalau tulus datang saja tanpa perlu ada sesuatu. Bahkan aku tidak boleh duduk dengan mereka. Selalu berpindah tempat di mana aku duduk? Paling bertahan seminggu, atau sebentar saja. Katanya aku mesti usaha gimana kalau aku ditolak. Kepalaku rasanya mau pecah berulang memori menyesakkan dada.
Suatu hari salah satu anak mengusirku sebut saja Ika. “Jangan suruh dia duduk di sini dia aneh…” jawab Ika meledekku, Ika menangis kencang di depan teman duduknya bertingkah protagonis tersiksa seolah aku ini hina dan sampah masyarakat. Ya aku sih tidak kaget semua bisa berlaku begitu padaku.
Kejadian terus berulang aku terima penolakan demi penolakan aku bahkan pernah duduk di lantai. Semua jahat tapi aku tidak pernah membalas? Atau marah. Kesabaranku terus diuji semakin hari menderita. Ketika saat kakak kelas memanggil aku.
“Dipanggil ke kelas enam!” Itu yang aku ingat kejadiannya saat masih duduk di bangku kelas empat. Aku segera berjalan ke sana. Ada tujuh orang anak laki-laki menyuruhku angkat tangan.
“ANGKAT TANGAN…” sialnya aku sering bertemu kakak cowok yang membully aku entah di angkot ketika smp. Sama waktu di gerbang sekolah kebetulan dia satu smp lagi denganku. Ekspresi ditunjukkan sangatlah menyeremkan tertawa tanpa dosa saat kita bertemu lagi. Jahat… bukannya menyesali perbuatan malah tertawa dan berkata. “Oh ini dulu angkat tangan!” Dasar tidak punya moral rasanya hatiku bergejolak ingin berteriak marah tapi kutahan tangan terkepal.
Aku melakukan dengan sangat terpaksa tanpa perlawanan, sampai anak guru bahasa Indonesia bernama Indah menolongku.
Syukurlah aku berhasil selamat berbeda lagi di mana aku susah mendapatkan teman yang tulus semua fake apalagi ketika aku duduk bersama Farrel. “Kalau Nadhira mau menikah denganku, akan kuambil hartanya.” Itu kata Farrel aku benci dan marah padanya. Mereka semua jahat padaku. Perkataan waktu sekolah-dasar begitu menyiksaku.
Di ruangan les kelas enam mereka sibuk membicarakan tentangku dengan kata-kata yang buruk. “Nadhira waktu kelas satu sombong kok sekarang jadi pendiam?” “Siapa yang ajar dia begini? Pasti adiknya yang ajar dia membuat cerpen.” Setiap apa pun mau membahas tentang musik, atau penyanyi baru pasti ada sangkut pautnya pada Rizky. Aku mendengus kesal. Ya membandingkan aku karena Rizky dikenal pintar pandai bergaul, beda sama aku yang pendiam ini.
Semua meledek aku seakan aku ini tidak punya kemampuan. Waktu itu Daru seorang teman cewek di kelasku melihat cerpen aku di binder. Dan mengatakan hal lain. “Kamu ini yang bikin?” Sebuah dongeng cinderella pertama aku buat di binder karena kisahnya mudah dimengerti.
Aku tidak pernah merasakan kenyamanan tapi aku berusaha jalani semua dengan ikhlas semua demi Mama. Aku sayang Mama aku tidak mau beliau khawatir padaku. Nyatanya aku memang sering membuat Mama terluka, aku pernah buang air di celana pelajaran olahraga, fisik aku lemah, pipis di celana. Semua kurang mengenakkan aku alami.
Roda terus berputar aku menikmati sekolah belajar dan belajar. Ada satu guru Ipa sempat memandangku rendah, bodoh, kini berbalik baik padaku. Aku lupa namanya. Di setiap les Bu Flora guru bahasa Indonesia memperhatikan aku. Bercerita mengenai makanan kesukaan. Mengapa aku jarang jajan di kantin? Dulu ia pas kelas satu aku selalu membeli mie rebus Pak Darius.
Terkenal enak, sederhana. Kita tinggal kasih mie terus disiram deh habis itu dimakan. “Nadhira tidak suka makan di kantin, jajannya steak!” Dikenal sebagai orang berada para murid terkejut saat guru mengatakan hal tersebut.
Padahal aku belum pernah mencicipi steak, kecuali ketika sma. Aku lebih suka kfc. Disaat mamaku datang Veronika sok carmuk padaku berpura-pura baik dan mengikuti aku yang suka kfc setelah membaca biodataku di binder. “Aku juga kfc!” Fake terkesan palsu.
Pernah ke rumahnya Vero aku berjalan kaki, tidak jauh kok dari sekolah. Vero itu orang Kristen di sana aku menunggu Juna yang biasa mengantar aku sosok tukang becak jujur, baik-hati, berbeda pada Rala yang memiliki hati kotor, dia juga mengantarku waktu kecil tepatnya saat sd dan tk. Juna selalu menjadi panutanku.
Hingga suatu hari… Aku duduk bersama Rizka, dan juga Rumi, Ijah, mereka semua lumayan tapi ada satu bernama Tisya ia membenciku. Aku tak tahu apa penyebabnya? Mereka menyuruh aku bilang jelek ke salah satu temanku aku memanggilnya Ina. “Bilang Ina jelek, nanti kuusir…” Aku mengatakan sangat terpaksa. Kemudian Indah anak pemilik furniture dia teman sekelasku berkata padaku dengan wajah kesal.
“Kenapa bukan aku yang kamu bilang jelek? Kenapa Ina?” Sejenak aku terdiam. “Aku terpaksa, aku disuruh kalau tidak aku diusir.” Betapa malang nasibku sampai sekarang aku selalu mengingat kenangan buruk bagaikan hantu yang terus mengangguku.
Kenapa semua jahat padaku kala itu? Apakah seorang seperti tidak layak bahagia? Megeluarkan airmata sudah tidak tahan. Semua kaget. Di hari berikutnya ketika aku duduk di depan seorang teman bernama Wila mencuri tempat pensilku. Itu hal terburuk untuk korban bullying aku tiga hari tidak sekolah. Mereka mengatai aku anak mami karena dikira sengaja melapor padahal kejadian bukan begitu.
“Kenapa? Siapa yang melakukan? Jawab bilang sama Mama?” Aku terus menangis. Sampai guru menuntaskan kasusku.
Berbeda lagi ketika kelas sudah tidak dibentuk kelompok aku duduk bersama pencuri itu Wila terus mengancam aku dan melakukan suatu pelecehan padaku. “Jangan bilang ke siapa-siapa, nanti kucubit.” Menatap ke arahku sembari melotot tajam. Kejadian sama berulang terjadi padaku.
Wila juga menyuruh aku menggeser sehingga dekat dengannya. Entah kenapa gadis itu semakin jadi kriminal? Padahal aku tidak pernah jahat sama mereka. Wila menjulurkan tangan ke bagian intim pada rok merahku. Aku sebenarnya takut menceritakan ini supaya jadi pengalaman. Beberapa teman sempat curiga padaku, ada hal aneh. Namun aku bungkam dan terus diam.
“Kenapa ya Nadhira kayak aneh?” “Iya kayak dipaksa sama Wila.” Perbincangan itu aku dengar dengan mata kepalaku sendiri.
Aku hanyalah manusia biasa terkadang ingin hidup apa adanya. Namun di sekolah aku hilang jati-diri. Di rumah aku bebas bisa bermain, bercengkrama. Aku berhasil untuk tidak trauma. Cuma sedih kenapa aku menderita kala di Maros.
Hari itu ada tugas mengarang pengalaman nilaiku paling tertinggi disitu Edwin membicarakan tentangku bahwa aku pandai. Aku biasa saja, toh kalian juga benci aku. Inilah kisah penuh liku di mana aku pernah merasakan. Kemarin lalu aku sempat menonton Putri Masterchef dia punya kisah hidup yang sama denganku. Kini aku telah dewasa 26 Tahun dan aku memaknai masa kelam sebagai pelajaran hidup. Putri mungkin trauma berat sehingga mencari teman di sosmed dan bertukaran Whatshapp sama denganku, tapi untuk trauma tidak perlahan aku mencoba bangkit buktikkan di sd, smp, sma yang penuh derita aku bisa bangkit hingga sekarang.
Selesai
Cerpen Karangan: Titin Kahar Umur: 26 Tahun Akun Wattpad: @titinghey akun lama sulit dibuka @titinstory Akun Novel-Toon: TitinKahar