Tere Liye pernah berkata “Percayalah, sepanjang kita punya mimpi, punya rencana, walaupun kecil tapi masuk akal, tidak boleh sekalipun rasa sedih, rasa tak berguna itu datang mengganggu pikiran”. Kalimat yang kuingat setelah selesai membaca buku Kau, Aku Dan Sepucuk Angpau Merah karyanya. Seperti biasa, setiap sabtu sore aku selalu menghabiskan waktu di perpustakaan kota. Jika tidak sedang membaca buku maka aku akan mengerjakan tugas sekolah disina. Penjaganya sangat hapal denganku, bahkan jika aku tidak kesana sekali saja, maka ia akan menanyakan kabarku.
Aku adalah gadis penyuka senja, seni, fashion, dan hal-hal yang berbau dengan alam. Aku bukan seorang yang tidak memiliki teman ataupun nerd girl seperti di cerpen dan novel yang sering kubaca. Pasti setiap orang juga punya teman atau sahabat. Kukira akan selalu seperti itu. Namun, hidup tidak selalu berjalan seperti yang aku inginkan.
Hari ini adalah hari terakhir aku menjadi siswa SMA salah satu sekolah swasta di kota Bandung. Sedang kutunggu pengumuman kelulusan, harapanku adalah bisa mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan menuntut ilmu ke perguruan tinggi. Tepat pukul delapan pagi, kepala sekolah mengumpulkan kami di lapangan untuk mengumumkan siapa saja yang menjadi lulusan terbaik tahun ini. Namaku tak kunjung dipanggil. Biasanya aku selalu menjadi peringkat tiga terbaik dari satu angkatan.
Tiba-tiba kepala sekolah memanggilku. “Tasya, Mia melapor kepada Ibu bahwa kamu mencontek saat mengerjakan ujian sekolah, Ibu tidak sangka kamu berlaku curang. Mia sudah mengumpulkan buktinya kepada Ibu. Jika ini bukan hari kelulusan, maka ibu sudah menskors kamu” tutur ibu Ida dengan nada tinggi. “Tapi Bu saya tidak merasa…” tegasku membela diri. “Maaf Tasya, Ibu lebih percaya dengan bukti rekaman video, jadi Ibu tidak bisa memberikan beasiswa itu kepada kamu, sebagai gantinya Mia yang akan mendapatkannya karena tahun ini ia sebagai lulusan terbaik keempat” ucapnya memotong perkataanku. Ini pasti ulah Mia. Memanfaatkan niat baikku. Seingatku, aku tidak mencontek tetapi aku menegur temnaku yang membawa contekan, lalu aku membuangnya di tempat sampah.
Hari ini aku sedih karena mendapat dua masalah sekaligus. Pertama aku tidak lulus SBMPTN, kedua perusahaan ayah pailit. Ayah kini sedang terbaring lemas di rumah sakit.
Sebulan berlalu, hidupku masih terasa sukar. Belum bisa kulanjutkan kuliah tahun ini. Aku mengalah kepada dua adik kembarku yang tahun ini menjadi siswa SMA. Kusadari bahwa biaya sekolah mereka cukup mahal. Sehari-hari kubantu ibu berjualan sayur di pasar, karena saat ini hanya ibu yang menjadi tulang punggung keluarga kami. Orangtuaku ingin aku melanjutkan mimpiku menjadi seorang desainer profesional. Dalam situasi seperti ini untuk bertahan makan saja sudah bersyukur. Perkataan ibu tadi pagi membuatku tersentuh dan kembali bersemangat. “Nak, tidak ada yang tidak mungkin, kamu masih memiliki waktu sebelas bulan untuk mewujudkan mimpimu. Perbaiki hubunganmu dengan Sang Pencipta, juga banyak-banyak belajar dan memohon kepadaNya. Kun Fayakun”. Kuambil air wudhu, lalu berdoa diakhir sholat. Kurenungi ucapan ibu. Selama ini aku memang jauh dari Tuhan. Karena kebatasan ekonomi, aku tidak berani meminta uang untuk mengikuti bimbel.
Aku cukup merasa tertekan ketika banyak teman sekolahku mengejekku karena tidak bisa melanjutkan kuliah. Tiba-tiba dijauhi oleh teman rasanya memang menyedihkan. Apalagi aku hanya punya tiga orang sahabat dan sudah begitu asing denganku. Vina sibuk bekerja, Elsa sedang sibuk menjalankan bisnis dan kuliahnya, dan Rere terlalu segan untuk sekadar kuhubungi lagi. Biar saja kupendam sendiri masalahku, toh setiap manusia pasti punya masalah.
Bertemu dengan sabtu sore lagi. Aku pergi ke perspus kota, setelah selesai membantu Ibu berjualan hingga siang. Sekadar melepas penat membaca buku. Bu Rima penjaga perpus sedang mengedit beberapa foto untuk diposting di instagram perpus kota. Namun, ia merasa kesulitan untuk merangkai kata-kata dan mendesain pamflet. Seharusnya ini tugas pak Beno, akan tetapi beliau berhalangan hadir. Kuberanikan diri membantu Ibu Ida. Ia sangat menyukai hasil buatanku. Ibu Ida tau aku tengah kesulitan ekonomi. Dengan berbaik hati, ia menawarkanku pekerjaan serupa kepada teman-temannya, jasa copywriting. Aku harus belajar lagi, karena bekerja harus profesional, kuikuti online course copywriting untuk mendapatkan sertifikat dengan bermodalkan tiga ratus ribu. Hasi uang tabunganku membantu Ibu selama sebulan. Tidak mudah, beberapa tetangga dan teman menghinaku. Tidak punya uang dihina, punya cukup uang juga dihina. Aneh.
Mia masih terus menggangguku, padahal aku sudah ikhlas tak jadi mendapat beasiswa karena ulahnya. Ia menyebarkan berita hoaks bahwa aku bukan orang yang jujur. Jadi, selama seminggu tidak ada yang mau memakai jasaku. Takut tertipu kata beberapa orang. Ibu Ida yang mengetahui masalah ini membantu membersihkan namaku. Mia marah kepadaku, karena aku selalu mendapatkan apa yang kumau, pikirnya begitu. Mia salah, aku berjuang keras untuk hidupku. Aku berusaha untuk tidak lagi menghiraukannya. Lalu kabar tentangnya sudah tidak lagi kudengar.
Enam bulan berlalu, hasilnya lumayan. Bisa kubayar uang rumah sakit ayah yang sudah menunggak dua bulan, kubukakan lapak untuk ibuku berjualan agar tidak lagi berbagi lapak dengan orang lain, dan aku mulai mengikuti berbagai bimbel untuk menunjang persiapan kuliah. Keadaan ayah membaik, juga sudah bisa dibawa pulang, akan tetapi belum boleh bekerja. Tidak lupa kuucapkan terima kasih kepada Tuhan dengan bersedekah kepada orang-orang yang kurang mampu.
Aku memutuskan mengikuti program beasiswa di KAIST, setelah semua berkas-berkas yang kusiapkan termasuk nilai IELTS. Congratulations! Tasya Dea Albinia Fully Funded Undergraduate Scholarships, Korea Advanced Institute of Science and Technology (KAIST), South Korea. Tangis haruku, seketika membuka halaman web resminya. Akhirnya aku bisa kuliah di Korea jurusan desainer dan mendapatkan beasiswa penuh juga bisa segera bertemu dengan oppa-oppa korea dan bermain salju yang sudah kuimpikan sejak lama.
Jadi, jangan pernah berhenti bermimpi karena tidak ada yang tidak mungkin selama kita mau berdoa dan berusaha. Wujudkan bunga tidurmu atau selamanya kamu hanya akan tertidur dalam bunga tidurmu. Itulah cerita saya lima tahun yang lalu. Ucapku dalam sebuah acara talk show di salah satu stasiun TV swasta kota Bandung.
Kudengar dari teman lamaku bahwa sekarang Mia sedang direhabilitasi karena telah memakai narkoba selama setahun.
Cerpen Karangan: Qina Algaisa Facebook: Kinaa
Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 21 Juli 2021 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com