Adzan shubuh berkumandang. Seperti biasanya, Bundaku membangunkanku dengan kasih sayang dan ketegasannya. “Nak, ayo bangun. Sudah shubuh.” Aku pun terbangun dan melihat Bunda dan Kakak sudah siap untuk sholat. “Ayo ambil wudhu, Bunda dan Kakak sudah menunggu.” Akhirnya aku bergegas mengambil air wudhu dan menyusul saudara-saudaraku yang lainnya ke tempat sholat.
Perkenalkan namaku Hasan. Aku adalah anak bungsu dari 3 orang bersaudara. Aku tinggal bersama Bundaku yang sangat sabar dan terkenal tegas kepada anak-anaknya. Juga kedua Kakak laki-lakiku, Kak Husein dan Kak Ahmad. Aku sayang terhadap kedua kakakku. Diantara kami kak Ahmad lah yang paling tua. Kak Ahmad sekarang sudah menjadi seorang Dokter Umum dan berpraktek di Rumah Sakit yang itu adalah tempat kerja dari Bundaku juga. Sama seperti Kak Ahmad, Bunda juga seorang Dokter spesialis Mata. Kak Husein sekarang masih duduk di kelas 2 SMA. Kak Husein ini adalah kakak andalan. Ketika Bunda atau kak Ahmad tidak ada di rumah, Kak Husein inilah yang memasak, mencuci baju, hingga menjadi guru privatku. Oleh karena itulah Bunda tidak perlu pusing untuk mendatangkan guru privat dari luar.
Selain tinggal dengan mereka bertiga aku juga tinggal dengan Om dan juga Tante. Yah mereka tinggal bersama kami sejak Ayahku meninggal hampir 6 tahun yang lalu. Mereka berdualah yang membantu Bunda dalam menjaga ketiga anaknya. Om ku adalah seorang psikolog di Rumah Sakit yang sama dengan Bunda dan Kakakku bekerja. Sedangkan Tanteku sendiri adalah seorang penjahit. Jadi Tanteku tidak perlu keluar rumah ketika bekerja, karena di bagian samping rumah ada ruangan kosong dan luas. Disitulah Tanteku mengerjakan jahitan pesanan dari pelanggan.
Aku terlahir dengan ketidak sempurnaan seperti umumnya anak-anak lain. Aku terlahir sebagai anak tuli atau tunarungu. Aku harus memakai alat bantu mendengar agar aku bisa mendengar dengan baik. Terkadang aku minder dengan teman-temanku yang lain. Aku takut jika mereka tidak mau menerima keadaanku yang seperti ini.
Aku mempunyai cerita yang membuatku trauma dan juga minder. Aku memang pernah bersekolah di Sekolah Luar Biasa di Daerahku. Namun, ketika aku kelas 4 SD Guruku dan Kepala Sekolah di Sekolahku itu merekomendasikanku untuk masuk ke Sekolah Umum karena kecerdasan dan kemampuanku dalam menguasai materi pelajaran sudah bisa menyaingi anak-anak normal. Sebenarnya ada sebuah kekhawatiran dari Tanteku. Beliau begitu khawatir aku tidak bisa beradaptasi dengan anak-anak normal dan bersaing dengan mereka. Sempat ada perdebatan antara Bunda dan Tante. Aku sempat mendengar perdebatan mereka. Mulai saat itu, aku sadar ada perbedaan antara diriku dengan anak-anak yang lain.
“Mbak, banyak orang diluar sana memandang anak seperti Hasan dengan sebelah mata.” “Dia juga berhak untuk mendapat pendidikan yang layak.” Ketika aku mendengar perbincangan itu, entah apa yang terbersit dalam hati dan juga di pikiranku. Entah mengapa aku terlahir berbeda. Aku hanya berfikir, kenapa aku berbeda. Apa yang membuatku berbeda. Apa karena aku tuli? Bukankah semua orang juga memiliki kekurangan? Dan juga ada kelebihan yang menyertainya? Kenapa semua orang hanya memandang pada kekurangan? Bukannya kelebihan? Hal itu yang terus menjadi pertanyaanku selama ini. Untunglah ada Om ku yang menengahi perdebatan panjang antar Bunda dan juga Tante. “Sudah, hentikan perdebatan Kalian ini. Hasan masuk ke Sekolah Umum karena rekomendasi dari gurunya kan. Aku yakin dia mampu untuk bersaing dengan teman-temannya yang lain. Berilah dia kesempatan. Ini hanya butuh waktu.”
Mereka akhirnya sadar semua pembicaraan itu terdengar olehku. Aku langsung berlari menuju kamar. Om langsung mengejarku yang merasa kaget. Dia membesarkan hatiku. “Hasan tidak usah takut. Kamu pasti bisa” kata-kata itu menjadi penyemangat bagiku.
Ketika masuk Sekolah baru, rupanya aku disambut baik oleh Pihak Sekolah. Namun, tidak dengan beberapa orang temanku. Mereka memandangku sebelah mata dan berusaha membuatku agar tidak merasa nyaman. Hal itu mereka lakukan karena aku adalah Satu-satunya anak yang mempunyai keterbatasan. Apalagi ketika para Guru tau bahwa aku adalah anak yang mempunyai talenta dalam bidang memainkan alat musik Biola dan kecerdasanku. Aku mendapatkan perlakuan yang sangat menyakitkan dari mereka.
Hari-hari itu aku lalui. Tiba saatnya aku lulus dari SD. Tak disangka, aku mendapatkan hasil tertinggi di sekolahku. Bunda merasa sangat terharu dan bersyukur atas apa yang telah aku raih. Betul apa yang dikatakan Om. Itu semua hanya butuh waktu saja.
Sekarang, aku sudah duduk di bangku SMP. Alhamdulillah aku bisa bersekolah di sebuah MTs unggulan di daerahku. Aku memang diberikan kesempatan agar aku bisa tetap melanjutkan sekolah dan tetap memiliki harapan juga cita-cita. Walaupun masih terbayang-bayang dengan perlakuan teman-temanku di masa lalu. Tetapi, kesempatan ini tidak bisa kusia-siakan dan aku tetap harus berusaha menjalani ini semua.
Hari ini, hari pertama aku masuk Sekolah. Aku bersiap-siap dan memakai seragam yang telah ditentukan. Tak lupa aku memakai alat bantu dengar agar aku bisa mendengar dengan baik. Bunda memberikan semangat kepadaku dan berkata “kamu tidak usah ragu. Kamu pasti bisa dan pasti mempunyai banyak teman disini.” Aku melangkahkan kaki selangkah demi selangkah memasuki area sekolah baruku. Ada ketakutan yang menghantui pikiranku. Bagaimana nanti teman-temanku? Apakah mereka mau menerimaku? Ketika di kelas, aku sengaja memilih tempat duduk paling depan agar aku bisa mendengar penjelasan dari guru-guruku dengan jelas.
Bel masuk pun berbunyi semua pun bergegas untuk memasuki kelas. Aku ternyata duduk sendiri di bangku paling depan. Wali kelasku pun lalu masuk dan memberikan perkenalan dan menyampaikan beberapa hal yang dirasa penting. Sebenarnya aku beberapa kali kurang mendengar dengan jelas terhadap apa yang disampaikan oleh wali kelasku. Untungnya, wali kelasku mengetahui bagaimana kondisiku yang sebenarnya. Ketika waktunya kami harus memperkenalkan diri, aku adalah orang yang pertama yang harus memperkenalkan diriku kepada teman-temanku. Untunglah aku dibantu oleh wali kelas dengan dia mendekat padaku ketika dia melontarkan pertanyaannya padaku. Walau sebenarnya ketika aku berbicara tidaklah selancar temanku yang tidak memiliki gangguan pendengaran sepertiku, Aku tetap berusaha agar aku bisa berbicara. aku tidak ingin mereka sampai tau apa yang terjadi padaku. Jujur saja, aku minder dengan keadaanku yang seperti ini. Aku masih terbayang-bayang ketika aku mendapat perlakuan yang kurang menyenangkan dari temanku yang lain.
Karena hari ini adalah hari pertama, oleh karena itu belum ada materi yang diberikan hingga beberapa hari kedepan. Hanya menjalani masa orientasi hingga esok dan diisi oleh guru-guru. Karena perasaan minder akupun selalu menghindar dari teman-temanku.
Ketika waktu pulang ada kawan yang berusaha mendekatiku. Namanya Gandhi. Gandhi ini adalah ketua kelasku. Dia memiliki sebuah rasa penasaran kepadaku. Karena dia tau alat yang aku pasang di telingaku adalah alat bantu dengar. Dia pun terus mengejar dan mencoba menyapaku. Namun, aku tidak mendengar sapaannya. Dia terus mengikutiku dengan penuh rasa penasaran denganku. Di tengah jalan tak segaja aku bertabrakan dengan salah satu dari temanku. Alat bantu yang aku pakai pun terjatuh. Aku langsung memakainya dengan benar. Saat itulah aku mendengar sapaan dari temanku. Aku terkejut dan langsung berlari menjauhinya. Gandhi pun terheran-heran. Dia bertanya-tanya, ada apa denganku? Apakah aku benar-benar tuli? Aku terus berlari hingga sampai di pinggir jalan raya. Aku langsung memanggil taksi yang berada di depan gang sekolah. Akhirnya aku pulang menggunakan taksi.
Ketika sampai di rumah kak Husein langsung mengajak berbicara. Dia bertanya tentang sekolahku hari ini. “Bagaimana tadi di sekolah, lancar?” kakakku mencoba bertanya. “Lancar kok kak.” Jawabku singkat. “Kak, kenapa aku mengalami seperti ini?” tanyaku “Maksud kamu?” kak Husein balik bertanya “Kenapa harus hasan yang terlahir seperti ini?” tanyaku “Hasan, kenapa kamu berbicara seperti itu?” kak Husein bertanya dengan rasa penasaran yang begitu mendalam, aku hanya bisa terdiam. Aku tidak bercerita tentang apa yang terjadi tadi. “Kakak harap Hasan bisa mendapat teman baru” kata kakak, aku pun sebenarnya kaget dengan apa yang kak Husein katakan.
Cerpen Karangan: Zainur Rifky Blog: Rifkypsikologi.blogspot.com
Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 6 Agustus 2021 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com