“Hei.. teman-teman! coba lihat kesini deh, tu ada anak bisu lewat! hahahaha” Tawa beberapa orang anak-anak, mereka mentertawakan Greta seorang gadis 15 tahun yang sejak kecil mengalami keanehan, dimana ia sampai remaja tidak pernah bisa berbicara.
Sejak berusia 1 tahun dimana anak-anak seusianya sedang lucu-lucunya mengeluarkan kalimat-kalimat sederhana dan yang lebih anehnya lagi sampai sekarang pun dokter tidak menemukan masalah apapun di tubuh Greta.
Masa-masa sulit yang ia alami tidak membuat ia putus asa, malah ia menjadi anak kesayangan keluarganya terlebih kedua orangtuanya. Setiap hari Greta bersama adik bungsunya Gery (13) bersama-sama pergi ke Gereja bantu-bantu membersihkan gereja, baik di dalamnya maupun halamannya. Apa yang mereka lakukan begitu menyenangkan hati kedua orangtuanya bahkan gembalanya begitu bangga karena mereka selalu membantu siapa saja yang membutuhkan bantuan tanpa memandang status ataupun agamanya.
Teman-teman mereka di sekolah banyak, ada yang muslim, ada katolik dan kepercayaan lainnya sedangkan yang sesama kristen hanya ada dua orang saja yaitu Alfan (15) dan Nata (14). Melihat Greta memiliki orang-orang yang begitu menyayanginya, itu yang membuat beberapa teman sekompleks begitu membencinya, mereka adalah Cintia (18), Elena (16) dan Claudia (15). Sebenarnya mereka iri dengan kehidupan Greta yang begitu dicintai semua orang meskipun cacat dalam penilaian mereka, sedangkan mereka anak-anak bermasalah dalam keluarganya bahkan di lingkungan sekitar.
Cintia dan Claudia saudara kandung yang orangtuanya sedang dalam proses perceraian, sedangkan Elena saudara sepupu keduanya yang hidup menumpang karena kedua orangtuanya sudah meninggal dunia dan tidak ada keluarga yang mau menampungnya, oleh sebab itu ia tinggal di rumah Cintia tapi tidak gratis, setiap hari ada-ada saja yang ia kerjakan sebagai balas budi.
Pada suatu hari sepulang sekolah ketika berpapasan dengan Greta dan Gery beserta teman lainnya mereka kembali menghinanya, itu membuat teman-temanya marah “eh, kalau ngomong yang sopan ya! siapa yang kalian bilang bisu!” geram Nata. Hampir saja terjadi perkelahian di tempat itu kalau saja Greta tidak menghentikan perdebatan mereka, dia membawa teman-temannya pergi, tetapi saat hendak pergi tiba-tiba ia mendekat ke arah Cintia lalu memberikan sebuah kertas yang dilipat indah dan ada sampul berwarna pink, setelah itu mereka pergi meninggalkan tiga orang yang memandang heran ke arah kertas di tangan Cintia.
Beberapa hari setelah kejadian itu teman-teman Greta dan juga orang-orang kompleks bingung dengan perubahan ketiga gadis yang sebenarnya sangat manis-manis itu, yang biasanya usil jadi lebih kalem, mereka berharap Greta yang sedang berlibur sekeluarga ke kampung asal ayahnya cepat-cepat pulang dan melihat perubahan itu.
Mereka pun berapa minggu jadi rajin pergi Ibadah remaja dan juga Ibadah raya yang biasanya tidak pernah mereka lakukan, bahkan orangtuanya yang lagi proses perceraian tapi masih satu rumah pun bingung, biasanya di dalam rumah ribut tiba-tiba jadi lebih adem dan setiap jam 4 pagi dan jam 4 sore mereka mendengar suara nyanyian, penyembahan dan tangisan dari dalam kamar yang terkunci dan tiba-tiba saja mereka merasa tidak ingin berpisah dan mulai memikirkan kembali rencana bercerai.
Pagi itu cuaca begitu cerah Greta dan keluarganya pulang dari kampung Ayahnya di jalan Adik dan kedua orangtuanya terlihat begitu bahagia, mereka bernyanyi sepanjang perjalanan, tiba-tiba Greta yang duduk di kursi belakang bersama Gary menyentuh pundak ayahnya yang sedang memegang setir, setelah mengurangi kecepatan ayah menyuruh ibu membaca tulisan greta “Ayah bawa mobilnya yang cepat, perasaan Greta tidak enak. Greta mau nangis karena tiba-tiba kepikiran Cintia dan saudara-saudaranya, kita langsung ke rumah mereka saja ya!” Ketiganya memandang Greta bingung, melihat matanya berkaca-kaca jadi tidak tega, ayahnya pun menuruti keinginannya.
Saat hampir sampai dekat rumah Keluarga Pak Wahyu, ayahnya Cintia mereka melihat gumpalan asap membumbung tinggi disertai teriakan yang riuh, begitu sampai mereka pun ikit bergabung dan melihat pemandanan yang begitu memilukan. Pak Wisnu tengah memeluk Bu Elia yang menangis histeris, ternyata pagi-pagi buta jam 5 pagi keduanya pergi mengurus pembatalan perceraian ke kota dan niatnya memberikan kejutan buat ketiga putri dan keponakannya, dan mereka mengunci pintu dari luar karena ketiga putrinya masih tidur, ternyata terjadi konslet arus listrik yang menyebabkan kebakaran, saat mereka kembali sudah banyak warga berusaha memadamkankan api dan sampai sekarang pemadam belum tiba juga.
Dua jam berlalu, api sudah melahap 80 persen rumah mewah bertingkat itu barulah pemadam tiba, saat para petugas dan warga bahu membahu berusaha memadamkan api, tiba-tiba pak Wahyu dan istrinya datang menghampiri Greta yang sedang di tahan ayahnya karena ingin berlari membantu pemadaman “Greta, (hiks) atas nama ketiga putri kami, kami sering mendengar bahwa ketiganya sering menghina nak Greta, kami selaku orangtua telah lalai dan gagal dalam mendidik anak-anak kami (hiks), kami minta maaf ya nak!” tangisan Bu Elia begitu memilukan membuat mereka jadi bertangis-tangisan.
Greta memohon pada ayahnya agar melepaskan tangannya, melihat airmata putrinya, Pak Irwan tak tega, ia pun melepaskan pegangan tangannya, dengan tubuh lunglai tiba-tiba Greta berlutut dan yang membuat terkejut orang-orang di sekitarnya saat mereka mendengar suaranya pertama kali “Uuhm.. uuhm Tu-Tu-Tuhan kalau boleh Hamba meminta, tolong berilah Kesempatan kedua buat ketiga teman hamba ya Tuhan, tapi semuanya sesuai kehendakMu ya Tuhan!” semuanya terkejut karena tina-tiba Greta bisa berbicara dan keajaiban pun terjadi.
Langit tiba-tiba mendung hujan turun begitu lebat sampai akhirnya api pun mulai padam, semua pun berusaha mencari tubuh ketiga gadis itu, alangkah kagetnya mereka semua ternyata ketiganya tengah berpelukan di dalam puing kamar yang merupakan kamar milik Cintia, saat diperiksa ternyata mereka masih hidup, hanya pingsan karena terlalu lama menghirup asap, ajaibnya ketiganya tidak ada luka sedikit pun.
Seminggu kemudian ketiganya sudah diperbolehkan pulang, masalah rumah mereka kini tinggal berdampingan dengan rumah keluarga Greta, kebetulan rumah itu disewakan pak Irwan dan masa kontraknya sudah habis jadi rumah itu pun kosong.
Sore itu mereka makan bersama di halaman belakang rumah yang luas sambil bersantai dan kebetulan teman-teman Greta dan Gery pun datang, jadi suasana semakin ceria dan seru. tiba-tiba Elena datang dan memeluk Greta kemudian di susul Cintia dan Claudia, mereka meminta maaf atas perbuatan mereka selama ini, dan Greta pun memaafkannya juga teman-temannya pun memaafkan mereka membuat suasana sore itu penuh dengan keharuan, ternyata surat yang Greta berikan tempo hari entah mengapa menyadarkan mereka mereka, seakan-akan mereka mendengar suara Tuhan secara langsung.
“Teman-teman Aku tidak tau apa kesalahanku kepada kalian bertiga, tapi aku mau katakan bahwa aku sudah memaafkan kalian dan aku ingin saat aku pulang berlibur nanti bukan hinaan yang kuterima, melainkan senyum kalian dan kita akan pergi Beribadah bersama-sama dan asal kalian tau, Tuhan sangat mengasihi kalian dan Dia ingin kalian datang kepadaNya dan mengasihiNya maka Ia akan memberikan kalian Kesempatan kedua”.
Kisah di atas mengajarkan kepada kita bahwa sebesar apapun kebencian itu, tak akan bisa nengalahkan Kasih yang begitu besar dan sempurna, yaitu kasih dari Tuhan Yesus Kristus.
Cerpen Karangan: Jumi Novica Blog / Facebook: Jumi Ayuna