Percaya atau tidak percaya, inilah kebenaran yang aku alami sendiri.
2013
Perusahaan tempatku bekerja menugaskan ku ke kota Medan. Saat itu aku dan kurang lebih 10–12 teman seprofesi lainnya memilih kos dan tempat tinggal yang berbeda-beda.
Beruntungnya, saat itu kos yang aku pilih ditempati 5 orang temanku yang lain. Kami berlima dapat kamar di lantai 2.
Kos-kosan ini punya dua gedung. Sebut saja gedung B untuk laki-laki dan A untuk perempuan.
Semuanya berjalan baik-baik saja. Dulu, ada ibu assisten kos yang bertugas untuk bantu bersih-bersih.
Aku hanya sekali dua kali memakai jasanya, karena awal pindah dulu jarang terbang. Namun mungkin berbeda dengan teman-teman lainnya.
oh ya, selama ngekos di sana. Tidak ada pengalaman horror yang ku alami. Kamarku langsung menghadap ke kaca besar yang diterangi sinar matahari. Cukup terang dan tidak suram.
Berbeda dengan 2 orang temanku yang lain, mereka mendapat kamar di belakang yang menurutku gelap sekali saat siang meski sudah diberi penerangan.
Cerita horror ini dimulai saat hari itu aku diajak untuk pergi ke daerah panatapan (cmiiw ya teman-teman yang tinggal di medan).
Panatapan ini bisa dibilang seperti daerah puncak bogor. Jalanan menuju ke sana seingatku dipenuhi hutan dan cukup berkelok-kelok.
Oh ya, yang penasaran aku pergi jam berapa, kami pergi ke sana jam 11 malam. Gabut banget kala itu mau ke mana. Alhasil ingin minum kopi susu + jagung bakar di daerah puncak tsb.
Setelah sampai dan makan minum, tidak berapa lama kemudian kami turun lagi ke kota.
Di sini, waktu sudah menunjukkan pukul setengah 2 pagi. Badanku terasa sangat lelah dan minta izin untuk tidur sebentar di perjalanan.
Sesampainya di kos, aku tidak langsung cuci muka, berwudhu ataupun sekadar mengganti pakaian karena sudah ngantuk sekali.
Badanku langsung ku hempas ke kasur yang berukuran single bed dan tidur menghadap dinding.
Tidak berapa lama, ada sesuatu yang ku rasakan. Aku dapat merasakan sesosok perempuan berambut panjang (tidak terlalu panjang hanya sebatas lengan atas) memelukku dari belakang.
Entah kenapa saat itu aku dapat melihatnya, padahal aku sedang membelakanginya (sampai saat ini aku masih tidak tahu bagaimana aku tahu).
Sekuat tenaga aku mencoba melepaskan, masih dengan posisi aku dipeluknya dari belakang. Aku membaca ayat-ayat suci yang ku hapal. Mengucap Allahuakbar keras dalam hati karena mulutku terkunci.
Hingga akhirnya, aku lelah…
Aku berbicara dalam hati begini “apapun kamu, tolong jangan ganggu aku karena aku tidak akan menganggumu”. Ajaibnya, rasa takutku kalah dengan lelahku.
Aku terlelap… Ya, dengan posisi mungkin saat itu makhluk itu masih memelukku.
Beberapa waktu kemudian, aku menceritakan ini pada teman kosanku.
Dia bilang, ibu assisten kos memang mengatakan kalau lantai 3 ada penunggunya. Tapi, kamarku kan lantai 2. Masa dia susah payah turun ke bawah hanya untuk menyapaku?
Ternyata, hari aku pergi ke daerah panatapan adalah hari datang bulanku. Tentu saja bau amis sekecil apapun dapat tercium oleh “mereka”.
Ditambah aku yang main tidur saja tanpa bersih-bersih.
Bisa jadi, makhluk itu sudah mengikuti sejak perjalanan pergi/pulang.
Lalu, bagaimana aku tahu dia mengikutiku sekian tahun?
Dari sosok yang merasuki ibu temanku.
2016
Aku tengah berada di rumah temanku, saat itu sedang ramai dengan keluarganya.
Dari kamar tempat sepupunya yang masih berusia 2 tahun kala itu, terdengar suara tangisan. Ternyata sepupunya panas tinggi. Ibu ayahnya sedang kesulitan mengatasinya. Kata ibunya (sebut saja tante M) dia tidak biasa seperti ini.
Tidak berapa lama, tante M memintaku untuk memanggil mami (ibu temanku).
Dan di sinilah kisah horor selanjutnya.
Mami yang diberikan “gift” sejak SMP tiba-tiba meraung dan merangkak seperti harimau. Aku yang baru pertama kali melihat orang kerasukan, langsung bersembunyi dibalik tante M yang menggendong anaknya sambil beristigfar.
Tidak berapa lama kemudian, mami mereda. Namun, suara yang ke luar bukanlah suara mami melainkan perempuan tua. Tua sekali dengan logat medan (posisinya aku sedang di Jakarta).
Mami (masih dirasuki perempuan tua) meminta untuk dipakaikan mukena. Posisi badan mami tidur terlentang dengan kepala menatap ke langit-langit kamar.
Setelah dipakaian mukena, tangannya langsung menunjukku. Dia berkata “siapa itu, baru ku lihat”.
Aku diminta maju dan duduk di samping mami yang masih terlentang. Takut? Pastilah. Aku duduk di samping orang yang masih dirasuki.
Tangannya perlahan mengelus punggungku. Ia berkata “kamu punya bakat, nak”. Hatiku mendesir, aku menolak dalam hati.
Tidak sudi aku punya bakat semenyeramkan ini.
Tak lama kemudian, ia berkata lagi masih dengan suara parau perempuan tua “Kamu ada yang mengikuti ya?” Aku menjawab, “tidak tahu”
Tangannya masih mengelus punggungku.
“Dia sosok yang pernah peluk kamu”
Lagi-lagi hatiku mendesir. Ingatanku kembali beberapa tahun lalu pada malam itu. Bagaimana dia tahu? Pikirku dalam hati.
“Dia suka sama kamu, tapi tidak menganggumu. Bahkan, dia punya manfaat untuk kamu” lanjutnya lagi. Aku hanya menyimak.
“Tapi dia tetap harus dibuang”
“Iya! Tolong bantu buang. Saya tidak mau ditempeli terus” kataku dengan cepat.
Entah apa yang dilakukannya untuk membawa “sosok” itu pergi, aku tidak tahu.
Namun, ia berpesan untuk selalu membasuh badan setiap kali pulang dari bepergian. Karena di luar sana ada banyak sosok tak terlihat yang bisa jadi mengikuti.
Oh ya, keponakan kecil itu ternyata diganggu dengan sosok yang pertama kali merasuki mami. Sebelum akhirnya dikeluarkan oleh sosok kedua yang merasuki mami.
Sejak itu, aku tidak pernah lupa untuk membasuh badan atau sekadar muka dan kaki setelah dari luar rumah.
Sejak itu pula aku merasa aku tidak lagi dapat merasakan hawa-hawa berat di tempat baru. Mungkin, sosok itu ikut pergi ketika mami kembali membuka mata, kembali menjadi dirinya sendiri.