Alkisah, di daerah Bangka ada seorang perempuan tua yang sangat miskin. Ia mempunyai anak yang memiliki bentuk dan kulit seperti katak. Masyarakat sekitar memanggil anak tersebut Bujang Katak.
Bujang Katak tumbuh menjadi pemuda yang rajin. Suatu hari, Bujang Katak mengutarakan keinginannya untuk menikahi putri raja kepada ibunya. Mereka pun berangkat ke kerajaan dan mengutarakan maksud kedatangannya.
Sang Raja mempersilahkan ketujuh putrinya menentukan pilihannya. Semua putri Raja menolak, kecuali si Bungsu. Putri Bungsu bersedia menikah dengan Bujang Katak asal dibuatkan jembatan emas dari rumah Bujang Katak sampai istana.
Bujang Katak segera bertapa. Pada malam ketujuh, keajaiban terjadi. Tubuh Bujang Katak memancarkan sinar berwarna kekuningan, kulit kataknya mengelupas. Ia menjadi pemuda yang tampan dan gagah. Bujang Katak membakar kulit kataknya. Kulit itu berubah menjadi tumpukan emas. Dengan emas itulah, ia membangun jembatan dalam waktu satu malam.
Paginya, istana gempar dengan adanya jembatan emas. Sang Raja juga kaget melihat Bujang Katak yang sudah berubah. Ia pun dinikahkan dengan Putri Bungsu dan hidup di istana.