Di era penjajahan Belanda, lahir seorang anak bernama Pitung yang merupakan anak dari pasangan Pak Piun dan Bu Pinah. Pasangan ini terkenal sangat baik dan ramah kepada semua orang.
Ketika tumbuh dewasa, Pitung terkenal baik seperti orang tuanya. Pitung juga terkenal rajin dan ahli ibadah sebagaimana ibadah yang diajarkan orang tua yang memeluk agama Islam. Suatu hari ia pulang membantu ayahnya di kebun kemudian mendapati seorang keturunan China bernama Babah Liem sedang memarahi dan memukuli rakyat jelata yang bekerja kepadanya.
Melihat kejadian tersebut, Pitung geram namun ia saat itu tak bisa berbuat apa – apa. Pitung pun berguru kepada Haji Naipin yang dikenal memiliki keahlian ilmu bela diri yang sangat super. Melihat niat Pitung yang ingin belajar bela diri untuk menumpas kejahatan, Haji Naipin pun bersedia mengajari Pitung sampai mahir.
Berbagai jurus diajarkan kepada Pitung. Setiap hari, pitung berlatih ke rumah Haji Naipin setelah selesai kegiatannya membantu sang ayah. Setelah merasa ilmunya mumpuni, Pitung menantang kejahatan Babah Liem dan mengatakan kalau Babah Liem tidak boleh semena – mena kepada rakyat jelata.
Merasa tersinggung, Babah Liem mengajak Pitung berkelahi. Babah Liem dibantu pengawalnya, namun kekuatan mereka kalah dengan Pitung. Kekalahan tersebut disampaikan kepada pihak Belanda.
Belanda yang membela Babah Liem geram kepada Pitung. Sementara Pitung dibela oleh rakyat. Pitung pun berhasil membuat perguruan bela diri yang mengajarkan agama Islam juga di dalamnya. Di perguruan yang didirikannya. Pitung menyusun banyak rencana bersama rakyat.
Salah satu rencananya adalah merampok tuan tanah yang jahat dan semena – mena. Hasil rampokan tersebut akan dibagikan kepada rakyat yang kelaparan. Pitung sendiri tak sepeserpun menikmati hasil rampokannya.
Rencana tersebut berjalan lancar, hingga suatu hari Pitung tertangkap basah. Pemilik rumah pun melaporkan upaya perampokan Pitung kepada kompeni Belanda.
Pejabat belanda Schout Heyne pun sangat marah kepada Pitung hingga mereka menangkap Pitung. Karena tak berhasil ditangkap, tentara Belanda menculik ayah dan guru si Pitung agar si Pitung menyerahkan diri.
Kabar tersebut terdengar sampai di telinga Pitung namun ia tak serta merta langsung menyerahkan diri. Pitung mengirimkan surat kepada Belanda meminta agar ayah dan gurunya dilepaskan. Belanda pun tak kalah taktik.
Mereka melepaskan ayahnya, namun tidak dengan gurunya. Gurunya yaitu Haji Naipan baru akan dilepaskan setelah Pitung menyerahkan diri. Akhirnya Pitung pun mengajukan syarat agar tidak dipenggal. Pitung berjanji mengembalikan harta yang telah dicurinya.
Cerita Rakyat Si Pitung dari Betawi
Syarat tersebut diiyakan oleh Belanda, namun nyatanya setelah Pitung menyerahkan diri Belanda mengingkari perjanjian yang sudah diiyakan sebelumnya. Belanda menembak tubuh Pitung dengan banyak peluru.
Hingga saat ini kuburan Pitung masih terawat baik, begitu juga dengan rumahnya yang berarsitektur adat Betawi khas masih dirawat dengan baik sebagai bentuk menghargai Pitung yang telah berjuang untuk rakyat Betawi dalam menumpas penjajah yang menjajah rakyat kecil pada masanya.