Dongeng dimulai dari kehidupan seorang janda dan anaknya yang mulai beranjak dewasa. Ketika sudah tumbuh menjadi pria muda, ia meminta izin kepada ibunya untuk pergi merantau ke kota.
Ia sangat ingin dapat mengubah nasibnya dan orang tuanya yang tinggal di pesisir Sumatra dengan penuh keterbatasan. Awalnya, ibu Malin Kundang tidak mengizinkan anaknya. Namun karena Malin Kundang meyakinkan, ibunya pun luluh.
Malin Kundang pun berjanji bahwa nanti ia akan kembali ke pangkuan ibunya dan pulang lebih sering ketika sudah menemukan apa yang ia cari di kota.
Cerita rakyat Malin Kundang
Malin Kundang pun berangkat ke kota. Ia berpamitan kepada ibunya. Ibunya mengantarkan kepergian anaknya itu. Namun, setelah kepergiannya itu Malin Kundang tak kunjung pulang. Ibunya sangat rindu dan menantikan anaknya itu kembali ke pelukannya.
Setiap hari, ibu Malin Kundang selalu datang ke pesisir dan bertanya apakah ada kapal yang datang dan membawa anaknya. Namun jawaban semua orang di pesisir selalu sama bahwa belum ada nama Malin Kundang yang pulang ke desa di pesisir pantai itu.
Ibunya terus menunggu. Hingga suatu hari, berpuluh – puluh tahun lamanya Malin Kundang tidak pulang akhirnya ada seorang nelayan yang datang ke rumah mengetuk pintu dengan terburu – buru.
Ia mengatakan bahwa ada saudagar kaya yang wajahnya sangat mirip dengan Malin Kundang di tepian. Dengan raut wajah yang berbinar dan berharap bahwa itu memang Malin Kundang, sang ibu pun berangkat ke pesisir.
Benar saja, saudagar kaya tersebut memang sangat mirip dengan Malin Kundang. Ia membawa serta seorang wanita yang menurut orang – orang adalah istrinya di kapal megah dan besar tersebut.
Malin Kundang durhaka
Ibu Malin Kundang pun berteriak, “Malin, anakku!”
Sontak semua mata tertuju pada mereka. Ibu Malin Kundang mendekat dan memeluk Malin Kundang dengan sangat erat. Hanya saja yang terjadi tidak sesuai yang diinginkan oleh ibu Malin Kundang.
Malin Kundang 无法无天
Malin Kundang tidak mengenali ibunya. Malin Kundang berkata, “Siapa kau!? Berani – beraninya wanita tua dan kusam seperti ini mengaku ibuku! Ibuku adalah seorang wanita terpelajar yang sukses tidak renta dan kucel seperti ini!”
Malin Kundang pun mendorong ibu yang memeluk tubuhnya itu. Ibu Malin Kundang tentu hanya bisa menangis mendengar perkataan putranya itu.
Ibu Malin Kundang berkata, “Benarkah kau bukan anakku?”
Dengan wajah malu, ia pun pulang. Di rumah, ibu Malin berdoa “Ya Tuhan, jika memang dia bukan anakku aku ikhlas dengan penghinaan tadi. Tapi jika dia adalah Malin Kundang anakku, tolong tunjukkan kuasa-Mu Tuhan!”
Seketika, pantai yang awalnya terang berubah menjadi mendung dan gelap. Malin Kundang yang kala itu sudah naik kapal bersama istri dan crew kapalnya memutuskan untuk tetap melanjutkan perjalanan pulang meski salah satu crew kapal sudah ada yang mengingatkan bahwa badai akan datang.
Malin Kundang 变成了石头
Benar saja, badai pun datang. Kapal megah Malin Kundang diterjang badai dan porak poranda saat itu juga. Keesokan paginya, di tepian pesisir terdapat sesosok patung batu yang menyerupai tubuh manusia. Patung tersebut adalah Malin Kundang yang dikutuk ibunya menjadi batu atas kedurhakaannya.