Diceritakan, hiduplah seorang perempuan tua. Ia tinggal bersama anak tunggalnya, Dempu Awang, di sebuah dusun terpencil, di Mentok. Kehidupan mereka serba kekurangan. Hal inilah yang mendorong Dempu Awang untuk mencari pekerjaan di negeri orang.
Dengan berbekal doa restu dari ibunya, Dempu Awang pun berangkat menuju kota pelabuhan. Sepuluh tahun telah berlalu, kini Dempu Awang telah menjadi orang kaya dan beristri cantik. Pada suatu hari, ia berniat menjenguk ibunya dengan membawa serta istrinya. Berangkatlah mereka berlayar dengan sebuah kapal besar yang megah dan indah, menuju Mentok.
Singkat cerita, Dempu Awang dapat bertemu dengan ibunya. Namun, ketika melihat ibunya dengan pakaian compang-camping, tiba-tiba ia berubah pikiran dan bertanya dalam hatinya, benarkah itu ibunya. Dempu Awang tak juga menegurnya, maka berkatalah perempuan tua itu, “Dempu Awang, lupakah kau akan ibumu? Mendekatlah, ibu ingin lihat tanda di keningmu, goresan akibat kau terjatuh waktu kecil.”
Sambil berkata demikian, ibunya berusaha menyentuh Dempu Awang yang tak bergerak sedikitpun. Dempu Awang dengan cepat menepis tangan gemetar ibunya. Lalu, Dempu Awang mendorong perempuan itu hingga terjatuh.
Melihat hal itu, istrinya segera, bersujud di kaki suaminya dan memohon untuk mengakui wanita tua itu sebagai ibunya.
Istrinya berkata, “Suamiku, janganlah kau turutkan nafsumu. Bukankah jauh jauh kita ke mari untuk menjenguknya? Aku mohon!” ratap istri Dempu Awang.
“Ia bukan ibu kandungku. Ia telah mengaku-ngaku sebagai ibu kandungku, karena harta yang dia inginkan,” jawab Dempu Awang. Mendengar semua itu, hati ibu Dempu Awang sangat terluka. Ia pun berdiri dan berdoa kepada Yang Maha Kuasa dengan suara yang terbata-bata, “Ya Tuhan, Engkau Maha Kuasa atas segalanya, ampuni hamba yang hina ini. Hukumlah anak yang telah melupakan ibunya sendiri.” Dalam jerit tangisnya, terucaplah kata-kata kutukan terhadap anaknya yang durhaka.
Ketika ibunya masih berdoa, Dempu Awang segera bertolak dari pelabuhan. Tidak lama kemudian, tiba-tiba terjadi hujan badai, sehingga menghancurkan kapal mewah milik Dempu Awang. Keesokan harinya, penduduk setempat menemukan bongkahan batu yang sosoknya mirip manusia dan sebuah kapal. Itulah tubuh dan kapal Dempu Awang yang telah berubah wujud menjadi batu. Sementara itu, istrinya dipercaya telah berubah menjadi seekor kera putih.
Pesan moral dari Dongeng Cerita Rakyat dari Bangka Belitung adalah Hendaknya kita selalu menghormati ibu dan menerimanya dengan segala kekurangan dan kelebihannya. Sikap sombong, lupa diri dan malu mengakui ibu kandung sendiri akan membawa bencana.