Cerita rakyat Putri Niwerigading yang sangat terkenal di Aceh merupakan suatu cerita turun temurun yang mengisahkan tentang kehidupan seorang anak bernama Amat Mude yang lahir ketika sang ayah meninggal.
Ia kemudian diperlakukan buruk oleh pakciknya sebagai raja yang berkuasa saat itu. Amat Mude pun tumbuh dengan perlakuan buruk tersebut namun ia menjadi orang yang tetap berbuat baik dan sabar dengan kehidupannya .
Lalu apa yang terjadi dengan Amat Mude dan siapa Putri Niwerigading? Yuk simak kisah selengkapnya berikut ini!
Di negeri Alas yang termasuk wilayah Nangroe Aceh Darussalam, dahulu hidup seorang raja bijaksana yang sangat dicintai rakyatnya. Ia memerintah dengan adil dan bijaksana.
Namun sayangnya, kehidupan raja tidak berjalan mulus karena ia tidak kunjung dikaruniai seorang putera. Meski begitu, raja tidak putus asa. Ia masih tetap berdoa sambil berpuasa hingga suatu hari, permaisuri mengandung.
Setelah sembilan bulan kemudian, permaisuri pun melahirkan seorang putera yang diberi nama Amat Mude. Hanya saja belum genap umur setahun, sang raja meninggal dunia. Karena Amat Mude yang bakal meneruskan tahta sang ayah masih bayi, adik raja yang akhirnya meneruskan tahta sang raja untuk sementara.
Adik raja tersebut bernama Raja Muda. Hanya saja setelah diangkat menjadi raja, Raja Muda bertindak semena – mena bahkan terhadap Amat Mude dan ibunya. Mereka diasingkan. Hal tersebut dilakukan Raja Muda lantaran ia berambisi menjadi raja selamanya tanpa digeser oleh Amat Mude kelak ketika Amat Mude dewasa.
Meski mendapat perlakuan seperti itu, ibu Amat Mude berusaha tegar dan sabar. Ia membesarkan Amat Mude dengan penuh kasih sayang dan perhatian hingga Amat Mude pun tumbuh menjadi pria yang cerdas dan tampan.
Amat Mude suka memancing ikan di sungai. Suatu hari, Amat Mude dan ibunya pergi ke sebuah desa di pinggir hutan untuk menjual ikan hasil tangkapannya. Tak disangka, ia bertemu saudagar kaya. Saudagar tersebut ternyata masih mengenali ibu Amat Mude.
Ia pun bertanya, “Mengapa Tuan Putri dan Putra Mahkota berada di tempat ini?”
Akhirnya ibu Amat Mude yang dulunya merupakan seorang permaisuri raja ini menceritakan semua kisahnya. Mendengar hal tersebut, sang saudagar kaya mengajak mereka ke rumahnya dan saudagar tersebut pun membeli semua ikan yang dijual oleh Amat Mude dan ibunya.
Sesampainya di rumah saudagar, saudagar tersebut menyuruh istrinya memasak ikan. Namun ketika ikan sedang dimasak, ia kaget karena ketika ikan dipotong di bagian perut dari sana muncul telur ikan berupa emas dalam jumlah banyak.
Istri saudagar pun menjual emas tersebut ke pasar dan mendapatkan uang dalam jumlah banyak yang kemudian uangnya digunakan membangun rumah untuk Amat Mude dan ibunya. Akhirnya Amat Mude dan ibunya pun memiliki rumah yang layak dan hidup berkecukupan.
Cerita tentang Amat Mude dan ibunya yang sekarang sudah mapan dan kaya sampai juga di telinga Raja Muda. Suatu hari, Raja Muda memanggil Amat Mude ke istana. Ia memerintahkan Amat Mude untuk memetik kelapa gading dimana kelapa gading tersebut akan digunakan mengobati penyakit istri Raja Muda.
Hanya saja kelapa gading tersebut harus diambil di sebuah pulau yang dihuni banyak binatang buas. Jika tidak berhasil, Amat Mude akan mati. Itulah yang juga diucapkan oleh Raja Muda kepada Amat Mude. Namun karena niat hatinya untuk membantu, Amat Mude pun tak gentar.
Setibanya di pantai, Amat Mude duduk termenung. Tiba – tiba muncul seekor ikan besar dihadapannya yang mengaku bernama Si Lenggang Raye. Ikan tersebut didampingi raja buaya dan seekor naga besar.
Ternyata ikan tersebut berniat membantu. Berkat bantuan mereka, Amat Mude pun menemukan pohon kelapa gading yang akan dipakai mengobati istri Raja Muda. Ia pun memanjat pohon tersebut. Namun tiba – tiba terdengar seorang perempuan berkata “Siapa pun yang berhasil memetik buah kelapa gading itu, dia akan menjadi suamiku”.
Amat Mude terkaget. Ia pun bertanya, “Siapakah Engkau?”
“Aku Puteri Niwerigading” ungkapnya.
Amat Mude pun cepat – cepat memetik kelapa gading. Setelah turun dari atas, ia pun bertatap muka dengan Puteri Niwerigading dan sangat takjub dengan kecantikannya. Amat Mude pun pulang dan mengajak sang puteri pulang untuk mempersuntingnya.
Setelah menikah, Amat Mude beserta sang istri dan ibunya berangkat ke istana untuk memberikan buah kelapa gading kepada sang paman, Raja Muda. Raja Muda sangat heran dengan kedatangan Amat Mude dengan selamat. Akhirnya Raja Muda pun meminta maaf dan sekaligus berterima kasih karena Amat Mude masih mau membantunya.
Raja Muda yang sadar dengan kesalahannya pun, berusaha menebus kesalahan dan dosanya dengan menobatkan Amat Mude sebagai Raja Negeri Alas, pengganti dirinya.