Pagi ini, aku bersama Sheila dan dan Adelly sedang berada di markas pohon kami. “Sheila, Adelly, Liona!!!” seru seseorang dari bawah. Kami melongok ke bawah. Itu Chateryn, anak paling kaya di kampung kami. Chateryn menaiki tangga markas dan dibantu sama Adelly.
“Ada apa, Ryn??” tanya Sheila melihat Chateryn ngos-ngosan. Aku menyerahkan segelas air dingin. Chateryn meminumnya dengan cepat. “Breaking news!! Tadi malam, aku bersama my parents habis dari acara. Nah, kebetulan aku melewati LuxVilla. Aku melihat banyak bayangan hantu. Suasanannya sangat mencekam, kuharap kalian menyelidikinnya!” cerita Chateryn. Memang, kami dijuluki ‘The Three of Detective’. “Bisa jadi! Rumor mengatakan, bahwa Villa’ge di samping LuxVilla dihancurkan oleh sekelompok perampok atau begal. Terus, Pak Wibowo, pemilik Villa’ge dan istrinya dibunuh. Oya! Aku juga dengar, bahwa beberapa rumah LuxVilla terdapat darah segar dan mayat” timpal Sheila. “Baiklah! Chateryn, aku punya pilihan untukmu. Kamu mau ikut penyelidikan atau tidak?” tanyaku pada Chateryn. Chateryn menggeleng. Mungkin masih trauma. “Baiklah, kau boleh pulang!” Chateryn turun dari markas, dan pergi ke rumahnya.
“Baik! kita atur strateginya!” ucapku berusaha kalem. “Siap, bos Liona!” canda kedua sahabatku. aku hanya mengulum senyum. Kami mengatur strategi. “Baik. Adelly! Ambilkan alat-alat dari peti markas!” perintahku. Adelly menggeret sebuah peti besar dari bawah lantai. Aku mengetik sebuah kode. Terbukalah peti itu. Berisi alat-alat canggih dari Kakekku, Kakek Litto. Kakek Litto diam-diam seorang ilmuwan. Ia menciptakan banyak alat canggih. Kami diberi alat-alat tersebut untuk interogasi saat ada misi. Aku dan kedua temanku mengambil beberapa alat. Seperti kacamata tembus pandang, cairan penghilang, stik tali pengikat, tali anti putus, semprotan sakit mata, pensil penyetrum, bola kabut, dan lainnya. Kami membawa beberapa alat. “Malam ini, kita berangkat” seruku. Kami pulang membawa alat-alat.
Malam Hari. Pukul 20.45 WIB. Aku sudah siap. Tas ransel hitam telah berada di punggungku. Aku tinggal menunggu Sheila dan Adelly. Tak lama, mereka datang. Aku segera pamit pada orangtuaku. Kami berjalan menuju Luxilla, yang tak jauh dari kampung. 10 menit kemudian, kami sampai di depan LuxVilla, Villa terbesar di kampung ini. Aku melirik ke kanan LuxVilla. Reruntuhan dari Villa’ge masih ada, belum dibersihkan. Kami mengendap-endap memasuki pekarangan LuxVilla. Suasanannya sungguh mencekam dan sepi. Banyak yang tak berani masuk ke Villa setelah rumor tersebut berhembus kencang.
Kami segera mengenakan kacamata tembus pandang. Aku menekan tombol merah di samping kacamata. Turun layar berwarna hijau. Kacamata ini bisa tembus pandang saat dipakai. Kami melihat sekelabat bayangan melewati satu persatu kamar. Memang, hanya beberapa rumah yang ditempati. Kami bersembunyi di balik pohon. “Apa itu?? Apa itu bayangan yang diceritakan Chateryn?? Itu seperti Pak Wibowo!?” bisik Adelly pelan. Aku memperjelas tembus pandangnya. Benar! Itu Pak Wibowo, si pemilik Villa’ge. “Bener! Itu Pak Wibowo.” “Hei, lihat! Itu sebuah rumah gubuk!” tunjuk Sheila pelan. Kami melihat apa yang ditunjuk Sheila. Kami mengendap-endap menuju rumah gubuk tersebut. Kami memasuki gubuk tersebut. Kami meminum setetes cairan penghilang. Kami segera masuk.
Sekelompok orang dan Bu Shari, istri Pak Wibowo berdiskusi. “Sepertinya, rencananya berhasil, Bu! Kami harus melakukannya sampai kapan?” tanya salah satu lelaki bertubuh kurus. “Dua hari lagi pasti. Semakin sepi pengunjungnya Villa si Suryono (pemilik LuxVilla),” tawa Bu Shari. Mereka tertawa-tawa.
Tiba-tiba, Pak Wibowo masuk. “Rencana kita sukses!! Tadi, aku dengar salah satu bisikan pengunjung Villanya. Ia bilang bahwa ia akan pergi dari sini,” tawa Pak Wibowo. “Jangan senang dulu! Jangan lupa bayaran kami,” ingat salah satu lelaki bertubuh gendut. “Tentu saja!!!” teriak Pak Wibowo.
“Woy, bocah Tengik!!” seru salah satu lelaki berbadan kekar. Ups, aku ingat!! Bahwa efeknya hanya 5 menit. Aku melepas kacamata tembus pandangku. Dengan santai, aku menghampiri sekelompok itu. “Liona!” teriak Sheila dan Adelly kompak. “Apa rencana kalian? Mau membuat villa ini bangkrut, seperti Villa’ge?!” ucapku santai. “Eh, bocah Tengik! Lu nggak perlu tau rencana kami!” seru lelaki berbadan kekar itu. “Liona!! Kenapa lu ke sini? mengganggu kemenangan kami??!!” bentak Pak Wibowo. Pak Wibowo biasanya dikenal masyarakat berkepribadian baik dan sopan. “Jangan membentak Liona!!” seru Adelly. Ia dan Sheila ikutan maju. “Kurang ajar!! Woy, ayo serbu!!” perintah Pak Wibowo. 5 lawan 3? Biasa saja. Aku mengambil pensil penyetrum. Sekali memencet tombol merah, 2 orang yang ingin menghajarku langsung terkapar tak berdaya. Alhasil, 3 banding 3. Aku melawan si Kekar, Sheila melawan si Kurus, dan Adelly melawan Si Gendut. Untunglah, kami diajari karate oleh Kak Adeno, kakak lelaki Adelly. Saat si Kekar lengah, itu kesempatanku. Kusemprotin semprotan sakit mata di depan matanya. “Argghhh!!!” erangnya. Lalu, kuambil stik tali pengikat padanya. Tidak! Dia bisa diputusinnya walau matanya sedang sakit. Segera kuambil Perban pelekat. Kututupin matanya dengan perban itu. Sigap, kuikat badannya dengan tali anti putus.
Selesai masalahku dengannya. Kulihat kedua temanku, sepertinya juga sudah siap dengan urusannya. “Bocah brengsek!!!” bentak kencang Pak Wibowo seraya ingin menendangku. Sayang, aku menjatuhkan bola kabut. Seluruh rumah gubuk tertutupi kabut ungu. Saat kabut agak menghilang, dia sigap menghajar kami. Tapi, dia tak bisa berkutik.
Di belakang kami sudah terdapat beberapa polisi. Polisi meringkus Bu Shari, Pak Wibowo, kelima anak buahnya. Kami juga ikut sebagai saksi. Mereka ternyata buronan polisi. Karena mereka sudah membunuh beberapa orang. Alasan mereka ‘mengganggu’ LuxVilla, karena Pak Wibowo iri terhadap LuxVilla yang semakin ramai. Ternyata, ia juga menghancurkan Villanya sendiri! Alhasil, mereka dipenjara selama 12 tahun.
Pak Suryono pun bersyukur. Pak Suryono tak berhenti mengucap terima kasih pada kami. “Tak apa-apa, pak Suryono! Nggak usah terima kasih, karena yang patut dipuji ialah Tuhan!” kalimat Sheila sukses membuat Pak Surtono memuji kami. Aku dan Adelly lega. Sekarang, LuxVilla kembali aman!Dan semakin ramai pengunjung.