Liburan akan datang. Aku bersama keluargaku akan berencana liburan di villa. Wow, pasti bakal menyenangkan! Pikirku.
“Ini villanya?” tanyaku pada mama. “Iya sayang, kenapa?” jawab mama. “Gak apa apa kok ma!” aku mengamati bangunan Villa yang akan kami tempati selama 2 minggu ini. Besar dan bertingkat dua.
Malam harinya, hawa dingin menusuk tulang tulangku. “Dingin ya kak” ujar adikku, Fany. “Iya dek” jawabku sambil mempererat jaketku. Tiba tiba, Fany berlari ke arah pohon yang ada di depan villa. “Fany, kamu mau ke mana?” aku menyusulnya. “Kak Fea, ini ada anak. Kasihan kak, dia kurus dan kedinginan” tunjuk Fany pada akar pohon. “Fany, ini gak ada siapa siapa kok” aku mulai merinding. “Nama kamu siapa?” tanya Fany. “Jane” aku pun menggeret tangan Fany masuk ke dalam Villa. “Ih kak, Jane kasihan!” rengek Fany. Fany pun berlari menuju kamar dan membanting pintu. Aneh.
Esok harinya untuk mengusir rasa kebosananku, aku pun membaca novel yang aku bawa dari rumah. Sedangkan, papa dan mama mengobrol ngobrol di halaman belakang. Fany? Aku tak tau ia di mana.
“Eh Jane!” Fany menghampiri Jane yang sedang duduk di halaman depan Villa. Jane mengenakan seragam sekolah yang kuno. Rambut Jane terikat setengah. “Hai Fany” jawab Jane. “Kamu anak mana sih?” tanya Fany. “Aku tinggal di Villa dekat sini” “Ohh, ya udah main yuk!” Fany menggeret tangan Jane. “Ih tangan kamu dingin banget kayak hantu!” cekikik Fany. Jane hanya tersenyum simpul.
Dari Jendela, Fea melihat Fany bermain jungkat jungkit sendiri sambil tertawa tawa. “Fany gila apa?! Ketawa ketawa sendiri” gumam Fea. Fea pun menghampiri Fany. “Fany, kamu tuh kok aneh ya main sama ketawa ketawa sendiri? Ayo masuk, udah waktunya makan siang” aku menggeret tangan Fany. “Bye Jane, kak Fea marah nih. hahahah” Fany melambaikan tangan ke arah jungkat jungkit. “Ih, aneh” aku memutar kepalaku dan melihat ke arah jungkat jungkit. Astaga! Aku melihat seorang gadis cilik seusia Fany yang sangat mengerikan. Mukanya penuh darah dan membawa boneka. Ia tersenyum penuh kelicikan.
Sampai suatu hari, Fany berubah drastis setelah bermain bersama teman khayalannya ‘Jane’. Fany menjadi murung dan sangat pendiam, aneh! Jangan jangan kerasukan? Pikirku.
Malam harinya jam 11.45, Ada yang mengetuk pintu kamarku. “Siapa sih?” aku membukakan pintu. Ternyata itu Fany. “Fany? Ganggu aja. Kenapa?” “Aku bukan Fany. Aku Jane. Tolong makamkan mayatku dengan layak” ujarnya sambil menunjuk ke arah gudang. seketika tubuh Fany pun pingsan.
Esoknya, aku dan keluargaku membongkar gudang Villa. Ternyata benar, mayat Jane sudah menjadi tengkorak. Masih ada sisa daging sedikit. kami pun melaporkan pada pihak berwajib. Setelah kejadian itu, kami pun membereskan barang barang kami dan pulang.
Mobil kami melaju pulang dari Villa. Kulihat, Jane tersenyum ke arahku.