Hai, namaku Mutia. Aku mempunyai 3 orang sahabat, mereka bernama, Alia, Rahma, dan Nafi’ah. Sekarang aku sekelas dengan Rahma. Dia sahabatku yang baik, tetapi kadang juga mengesalkan. Hehehe…
Suatu hari… Di sekolah, saat istirahat, aku sedang membaca buku. Rahma sedang bermain dengan Aqila. Setelah aku selesai membaca, aku bermain dengan Aira. Tiba-tiba, Rahma datang. “Nana, kamu kok mainnya sama Aira terus sih, nggak pernah sama aku… ayo mainan!” ucap Rahma. “Waduh… maaf ya, Rah. Bukannya aku nggak mau, tapi aku lagi males main… maaf ya…” jawabku. Rahma pun marah. Rahma mengira aku sudah tak mempedulikannya lagi. Padahal aku hanya sedang malas bermain.
Kebetulan, hari ini sekolahku setiap hari Kamis ada ekstra pramuka. Ekstra ini selesai pada pukul 16.00. Kelihatannya Rahma masih marah denganku. Ya sudah aku pramukanya sama Aira saja. Aira mempunyai sahabat, yaitu Qiyya.
Keesokan harinya… Aku merasa aku ingin putus dengan Rahma. Karena aku nggak nyaman sama Rahma. Soalnya Rahma itu dikit-dikit marah, sukanya menang sendiri, dan sombong.
Saat pulang sekolah, aku mengirim sebuah pesan kepada Rahma lewat WhatsApp. Me: Rah, MULAI DETIK INI KITA PUTUS. GENG PERSAHABATAN KITA HANCUR. AKU NGGAK BETAH PUNYA SAHABAT KAYAK KAMU. OKE??? DEAL??? BYE!!! Tak lama kemudian, Rahma membalas. Rahma: baiklah, Mutia
Setelah itu, aku ingin mengirim sebuah pesan kepada Aira. Kebetulan Aira sedang online. Aku dan Aira mempunyai panggilan khusus, aku namanya Vava, dan Aira menjadi Zaza. Me: Halo Zaza Aira: Halo Vava… ada PR nggak?? Me: Kayaknya nggak ada deh Aira: Owh, ya udah Me: Za, aku boleh ngomong sesuatu nggak?? Aira: Apa?? Me: Tapi aku maluu… hehehe Aira: Nggak apa apa, nggak usah malu va Me: Kamu mau enggak, jadi sahabatku? Aira: Mau dong, Mut… Yes!!! Aira jadi sahabatku!! Aku seneng banget… Aku belum pernah punya sahabat sebaik Aira. Aku bangga punya sahabat kayak Aira. Dia memang baiiikkk bangeet…
Hari Senin, di sekolah… “Hai, Aira…” ucapku sambil tersenyum ramah. “Halo Mutia… ngobrol yuk!” jawab Aira. Setelah aku menaruh tasku di bangku dekat Aira, aku menggandeng tangannya menuju belakang tempat duduk yang paling belakang. “Eh, Aira, emangnya ada apa nih??” tanyaku. “Gini… kamu beneran udah putusin Rahma?? Kapan??? Gimana kamu bilangnya??” tanya Aira. “Udah, kemarin hari Jumat. Aku bilangnya gini, ‘Rah, MULAI DETIK INI KITA PUTUS. GENG PERSAHABATAN KITA HANCUR. AKU NGGAK BETAH PUNYA SAHABAT KAYAK KAMU. OKE??? DEAL??? BYE!!! Gitu…” jawabku panjang di kali lebar. “Beneran?? Ya udah… nggak apa apa kok, aku cuman mau tanya. Jadi sekarang kita sahabat kan??” tanya Aira. “Ya doong… best friend,” senyumku.
Aira punya sahabat, Qiyya. Kabarnya, Qiyya mau pindah sekolah di Bogor. Sepertinya, sih, pondok. Fathiya juga mau pindah kayaknya. Setelah aku sahabatan sama Aira, aku pernah merasa cemburu. Begini ceritanya… Hari Senin, seperti biasa kelasku akan berpindah tempat duduk. Maksudnya setiap murid berpindah tempat duduk, dan berbeda teman sebangku. Aira sebangku dengan Qiyya, dan aku sebangku dengan Fifah. Saat bel masuk berbunyi, tanda kegiatan mentoring akan dimulai. Aira dan Qiyya menghafalkan hadist bersama, tanpa memedulikanku. Akhirnya aku menghafalkan hadist bersama Fifah. Aku ingin mencoba mengetest Aira, apakah dia memang sahabat sejatiku. Saat waktu istirahat, aku belum menyapa Aira. Biar saja Aira menyapaku duluan. Ternyata, Aira menyapaku hanya karena ingin membayar uang kas. Kas kelas adalah uang yang dikeluarkan setiap satu minggu pada hari Jumat. Uang yang dibayar pada buku kas seminggu ada Rp 2.000,00 Aku merasa sangat sedih dan kecewa terhadap Aira. Ternyata dia memang bukan sahabat sejatiku. Aku sedikit kesal padanya. Bagaimana aku tidak kesal, aku seperti dianggapnya bagai angin berlalu. Hiks… hiks… hiks…
Hari Selasa, tepat hari kepindahan Qiyya… Aku merasa senang sekaligus sedih. Kalian tahu sebabnya? Senang karena saat Qiyya pindah, aku bisa bersama Aira terus tanpa ada gangguan dari Qiyya. Sedihnya aku akan berpisah denagn Qiyya. Kalau Fathiya kemarin sudah berangkat ke Bogor.
“Dada… Qiyya…” ucap kami anak perempuan serentak kepada Qiyya. Ada yang sedih dan ada yang menangis. Good bye, Qiyya… kami akan selalu mengingatmu…
Kebetulan saat Qiyya pindah itu, jam makan siang. Jadi, kami anak perempuan segera mengambil kotak makan siang di bawah. Anak laki-laki sedang shalat dzuhur di masjid sekolah kami. Saat makan, aku makan bersama Mbak Aini. Huaaa… setelah Qiyya pindah sekarang masalahku jadi sama Nuha… memang, saking baiknya Aira, Aira bisa punya banyak teman. Aku kecewaaa… aku sudah bilang ke Aira. “Aira… tungguin aku.. kita ke masjid bareng, yaa??” ucapku. Aira tidak menjawab, kawan. Dia malah mengambil mukenanya, lalu segera pergi dengan Nuha dan Nisa.
Sampai di rumah, aku mengirimkan pesan kepada Aira. Me: Hi Zaza Aira: Hai, Vava… ada apa? Me: Sebenarnya, sahabatmu itu aku apa Nuha? Aira: Kamu Me: Tapi kenapa td kmu makan siangnya sm Nuha? Aku udah bilang sama km, aku tungguin makannya. Knp km tinggal? Km nggak suka sahabatan sm aku? Aira: Kan Nuha Cuma buat pengganti Qiyya… >_