Sore yang cerah dihari pertama bulan ramadhan. Di sudut pusat kota tampak sebuah mushola sederhana dengan seorang ustazah muda dan cantik dikerumuni oleh anak anak yang sedang mengaji.
Ustazah cantik itu sedang memberi tausiah kepada para santrinya. Meskipun sering disela ketika bertausiah Ustazah cantik itu tetap tersenyum dan mendengarkan perihal yang disampaikan oleh sang santri, terkadang ia juga menjawab dengan sabar pertanyaan yang dilontarkan oleh beberapa anak.
“Ustazah kenapa kita diwajibkan berpuasa ketika bulan ramadhan?” tanya seorang anak perempuan. “Tidak ada yang mewajibkan kita untuk berpuasa dibulan ramadhan.” jawaban Ustazah itu membuat para santri melongo tak mengerti. Bagaimana Ustazahnya bilang bahwa puasa tidak wajib jika jelas-jelas di al-Quran menyebutkan bahwa puasa itu wajib. Ustazah itu tersenyum tatkala melihat raut tak mengerti pada wajah santrinya, “Allah tidak mewajibkan kita untuk berpuasa, tetapi Allah mewajibkan setiap umatnya yang beriman untuk menunaikan puasa selama bulan ramadhan.” lanjutnya.
Para santri sekali lagi dibuat melongo tak mengerti. Pernyataan Ustazah cantik itu terlalu rumit dan terlalu susah untuk ditangkap anak-anak yang rata-rata usianya hanya 10 tahunan.
“Tidak paham ya?” tanyanya. Para santri menggeleng serempak.
Ustazah itu tersenyum lagi. Kemudian ia menjelaskan pernyataannya tadi dengan kata-kata yang lebih mudah untuk dipahami. “Begini, menurut kalian berapa banyak manusia yang beragama islam di dunia ini?” “Tidak tahu. Yang pasti banyak Ustazah.” jawab para santri. “Tepat sekali, umat islam di dunia ini banyak sekali. Dan masing-masing dari mereka memiliki sifat dan kepribadian yang berbeda-beda, banyak diantaranya yang beriman yaitu percaya sepenuh hati dengan kebesaran Allah. Serta banyak pula diantara mereka yang tidak beriman.” ustazah itu memberi jeda sebentar. “Maka dari itu, hanya orang-orang berimanlah yang diwajibkan puasa. Dan untuk mereka yang beragama islam tetapi tidak beriman tidak diwajibkan untuk puasa. Apa kalian sudah paham?” “Paham ustazah.”
Malam tarawih kedua semua shaf masjid telah penuh oleh makmum. Imam di barisan paling depan mengarahkan para makmum untuk merapikan shaf. Setelah barisan tertata rapi, imam pun segera melangsungkan shalat tarawih yang sebelumnya telah didahului oleh shalat isya.
Tarawih berlangsung dengan cukup lancar, meski beberapa anak yang berada di shaf paling belakang masih sering berisik ketika shalat berlangsung.
Di penghujung shalat imam memberi tausiah singkat atau kultum. Makmum mendengarkan dengan saksama.
Pukul 20.30 tarawih selesai. Semua orang berhambur keluar dan pulang menuju kediaman masing-masing.
“Alhamdulillah hari pertama puasa terlalui dengan lancar.” ucap gadis berkerudung merah, Salma. “Iya alhamdulillah, puasaku juga lancar.” sahut Seno. “Eh, Seno kamu kan cuma puasa setengah hari.” ejek Anis. “Memangnya kenapa? Yang penting kan aku puasa tidak seperti Aldo yang tidak puasa.” “Apaan sih Seno. Aku kan tidak puasa karena sakit.” lirih Aldo. “Memangnya kamu sakit apa? Tadi aku lihat kamu main kejar-kejaran di lapangan.” tanya Salma penasaran. Pasalnya kalau Aldo benar-benar sakit dia tidak akan bermain kejar-kejaran, dia pasti istirahat. “Beneran kok. Tadi aku sudah puasa tapi tiba-tiba perutku lapar dan rasanya sakit banget. Aku nggak kuat terus mamahku bilang kalau nggak kuat makan saja.” “Memangnya boleh?” Anis mengerutkan kedua alisnya. “Boleh. Buktinya mamahku malah mengizinkan. Katanya jangan memaksakan diri kalau nggak kuat soalnya nanti bisa sakit. Lagi pula kata mamah aku belum akil baligh jadi belum wajib puasa.” ungkap Aldo percaya diri.
“Jangan menyebar berita yang kamu sendiri nggak tahu kebenarannya, nanti dosa lho.” Keempat anak itu berjingkat kaget ketika sebuah suara yang amat dikenalnya menghampiri pendengaran mereka. “Ustazah cantik!” seru keempat anak itu bersamaan.
Ustazah itu tersenyum simpul menanggapi keterkejutan empat santrinya. “Ustazah dengar kalian tadi membicarakan perihal puasa.” “Iya Ustazah. Kata Aldo kalau anak-anak yang belum akil baligh boleh nggak puasa. Emang benar Ustazah?” tanya Anis. Kalau memang benar berarti dia tidak puasa juga boleh karena dia juga belum akil baligh, tidak wajib jadi tidak dosa, pikir Anis. “Benar, anak-anak yang belum akil baligh belum diwajibkan untuk puasa,” jawab ustazah itu. “Tuh kan apa kataku!” seru Aldo sambil berkacak pinggang.
“Tapi, kenapa harus menunggu akil baligh dulu jika sekarang pun kita mampu untuk melaksanakan perintah tersebut. Kalian tahu, bulan ramadhan adalah bulan yang penuh berkah. Setiap perbuatan baik yang kita lakukan Insya Allah akan dilipat gandakan ganjarannya oleh Allah. Jadi akan sangat rugi jika kita melewatkan bulan yang penuh berkah ini dengan sia-sia. Apalagi bulan ramadhan hanya berlangsung satu tahun sekali.” Ucapan ustazah itu membungkam mulut keempat anak itu.
“Hm, apakah keempat murid Ustazah tadi sudah melaksanakan ibadah puasa dengan baik?” tanya Ustazah itu sambil mengedarkan pandangannya kepada empat santri didepannya. “Salma tadi puasa.” sahut Salma antusias. “Anis juga puasa sehari penuh.” sorak Anis tak mau kalah. Sementara itu Seno dan Aldo tampak menunduk dalam.
“Seno, Aldo kenapa diam? Kalian tadi tidak puasa?” tanya Ustazah itu karena kedua lelaki kecil itu hanya diam saja. “Eh, Seno puasa kok. Tapi cuma setengah hari.” Seno mendongak, menatap wajah cantik ustazahnya. “Bagus itu, artinya Seno sudah memiliki niatan untuk belajar berpuasa. Kalau Aldo? Apa Aldo juga puasa setengah hari saja?” “Emm, Aldo tidak puasa.” ucap Aldo malu. “Kenapa?” “Aldo kan belum akil baligh jadi meski tidak puasa hukumnya tidak apa-apa.” kini Aldo menatap Ustazah itu. Ustazah itu menghela nafas. Anak anak mudah sekali menangkap sebuah kesimpulan tanpa menyaringnya terlebih dahulu.
“Belum akil baligh bukan berarti boleh melalaikan perintah Allah dengan leluasa. Jika kita mampu untuk mengembannya maka kita sudah diwajibkan untuk melaksanakan perintah tersebut, seperti puasa misalnya. Meskipun Aldo belum akil baligh tapi kalau Aldo sudah mampu untuk melakukan puasa maka bagi Aldo puasa itu sudah wajib.”
“Tapi aldo tidak kuat puasa.” “Aldo tidak kuat atau tidak niat.” Ustazah itu menatap Aldo yang sedang menunduk. “Niat merupakan tekad dasar dalam mencapai sebuah tujuan. Jadi, ketika kita hendak mengerjakan sesuatu harus didasari dengan niat, tidak peduli akan seperti apa akhirnya, jika niat kita benar benar tulus dan kuat insya allah, allah akan membantu kita mencapai tujuan tersebut.” terang ustazah itu dengan lembut.
“Baiklah Ustazah, mulai besok Aldo akan belajar untuk puasa, dan aldo akan melakukannya dengan niat yang sungguh-sungguh.” “Alhamdulillah. Kalau nanti Aldo belum kuat puasa sehari penuh, Aldo bisa puasa setengah hari dulu seperti Seno.” “Baik Ustazah.” ucap Aldo.
End.