Aku duduk di kursi dan memintanya duduk dipangkuan, dia melompat ke pangkuanku. Aku menghadapkan telapak tanganku kepadanya, dia balas menyodorkan kaki depannya. Aku jongkok dan menggerakkan tanganku, dia mau mendekatiku dengan menggemaskan. Aku menggerakkan jariku kebawah, dia langsung duduk. Jika kulakukan lagi, dia berbaring. Aku menguncupkan tiga jariku dan mendekatkannya ke Nao kemudian mengangkatnya, Nao mau bangun.
“Bagus! Kamu berhasil! Kamu pandai!” pujiku. Aku mencentang daftarku dan kutulis besar-besar: LULUS. Aku melakukan tos dan kuberi dia makanan dengan susunya.
Setelah makan dan minum, Nao mengikutiku ke kamar. Karena aku mempunyai 2 bantal, satu bantal kutaruh dibawah untuk tempat tidur Nao. Tapi Nao malah melompat ke atas kasurku dan melingkar disana. Tiba-tiba ponselku berbunyi, Haruna meneleponku.
“Hai Felicia! Bagaimana kalau malam ini kita sekelas pergi ke Funfair?” “Maksudmu lapangan kota yang sedang mengadakan Pekan Raya?” “Ya!” “Lalu maksudmu sekelas itu berarti mengajakku?” “Tentu saja, Felis!” “Baiklah! Sudah tentu aku akan ikut!” “Kalau begitu nanti di Halte depan rumahmu tunggu kami ya! Kita kesana sama-sama!” “OK!” Telepon ditutup. Akupun berteriak kegirangan sambil melepaskan Nao di udara dan menangkapnya. “Yeay! Funfair! Aku sudah tidak sabar!” Kemudian aku menurunkan Nao dan menaruhnya di kasur. Kemudian aku duduk di kursi belajarku dan berkata, “Kau pasti akan kuajak, supaya kau tidak kedinginan dan selalu didekatku, oke?”
Saat malamnya… Aku sibuk di depan meja riasku. Aku memakai pita pink di rambutku. Aku juga mengenakan jaket panjang warna merah dengan dua saku yang cukup besar di dada. Juga pasangannya celana merah selutut. Di seluruh lubang di pakaianku dikelilingi pom-pom putih. Aku juga memakai cindung pasangannya.
Setelah siap, aku memakai long boots krem tua dengan dua lonceng bertali, memasukkan dompetku di saku, dan yang paling penting membawa Nao di saku bajuku. Kemudian aku keluar dan mengunci pintu rumahku. Kemudian aku pergi ke halte di depan rumahku dan duduk disana. Sambil menunggu Haruna datang, aku mengambil ponselku dan selfie bersama Nao.
5 menit kemudian Haruna, Tsurumi dan yang lainnya datang. Kami langsung naik bus ke lapangan kota. Di bus, teman-temanku tertarik dengan Nao dan memberondongku dengan pertanyaan.
“Kucingmu ya?” “Dapat darimana?” “Siapa namanya” “Apakah dia tidak kedinginan?” “Aku membungkusnya dengan koleksi kaus kakiku yang kecil supaya dia tidak kedinginan! Dia penurut kok! Dia senang sekali dengan kaos kaki itu!”
Bus berhenti di lapangan kota. Kami segera turun dan membeli tiket masuk Pekan Raya. Setelah membelinya, kami semua pun masuk dan melihat-lihat.
“Hei! Bagaimana kalau kita masuk ke Rumah Hantu?” “Jangan ah! Aku takut!” “Kalau kita naik Ferris Wheel, gimana?” “Boleh juga tuh!”
Kami segera menuju wahana kincir raksasa dan segera naik. Aku duduk bersama Haruna, Tsurumi, dan Hana. Pemandangan langit malam ini indah sekali! bintang bertebaran, bulan purnama besar, dengan kembang api warna-warni yang diluncurkan. Aku bahkan bisa melihat keseluruhan lapangan ini!
Setelah turun, kami pun naik Mini Coaster 3 putaran. Aku duduk di kursi kedua bersama Haruna dan memakai pengaman. Keretanya pun meluncur. Semakin cepat dan ketika menuruni tanjakan kereta meluncur dengan kecepatan maksimum. Kami pun menjerit, apa lagi ketika kereta sangat miring hampir vertical. Setelah turun, kami naik komidi putar. Aku naik kuda putih berambut pink-ungu, Haruna kudanya cokelat berambut jingga, Tsurumi hitam dengan rambut keperakan, dan lainnya!
Setelah itu, kami berkeliling mencari permainan lain. Kemudian kami melihat wahana bom bom car dan Haruna mengajak kami naik. Aku naik bom bom car merah dengan garis kuning, memasang sabuk pengaman, memegang kemudi, dan tentunya menginjak pedal gasnya! Aku mulai ngebut dan menabrak taksi kuning Haruna. Mendorong mobil hitam Tsurumi, dan balapan mengelilingi tempat wahana!
Waktu bom bom car pun habis. Aku melihat permainan layar balapan dan aku pun memainkannya. Duduk di kursi pengemudinya, kemudian memasang kacamata 3D dan menginjak pedal gasnya! Aku mulai balapan walaupun selalu menabrak tiang pembatas jalan.
Setelah lelah berkeliling, kami beristirahat sejenak sambil menikmati permen kapas. Setelah itu, Mirai mengajak kami naik ayunan berputar. Ketika ayunan mulai bergerak cepat dan miring, kami semua pun menjerit.
Setelah jam menunjukkan pukul 22.00, kami semua pun pamit pulang.
Di rumah, setelah berganti baju dengan piyama biru muda, aku memeluk Nao dan melompat ke kasurku. Kemudian aku tidur dengan sangat nyaman.
2 hari kemudian, Senin jam 07.45 Aku sudah siap berangkat dengan kemeja putih pendek dan rok biru tua. Sebelum pergi, aku berjongkok dan memberitahu Nao. “Nao, aku akan pergi ke sekolah. Tapi kau tidak boleh ikut, soalnya ada peraturan setiap murid untuk tidak membawa binatang apapun ke sekolah. Tenanglah, nanti jam 2 aku pulang” “Miiiuu!”
“Seandainya kau bisa bicara, pasti mudah kan? Kalau aku membeli kalung penerjemah suara kucing, itu mahal sekali. bisa habis semua tabunganku. Oke, dah!” Aku pun keluar dan mengunci pintu kemudian berlari kecil ke sekolah. Terus terang, aku menjadi agak riang setelah bertemu Nao.
Tanpa kusadari, begitu aku meninggalkan rumahku butiran cahaya beterbangan dan mengitari tubuh Nao… DENG! DONG! DENG! DONG! DONG! DENG! DONG! DENG!
Aku segera pulang ke rumah dengan segera. Hari ini ada PR membuat karangan tentang Keluargaku. Aku sudah bersemangat untuk menulis perihal Nao-chan yang sudah menjadi ‘adik angkat’ku. Begitu kubuka pintu rumah dan jongkok sambil berkata riang, “Nao! Aku sudah pulang!”
Nao segera berlari dan melompat ke pangkuanku sambil berkata, “Yey! Felis sudah pulang!” Tiba-tiba aku merasa sesuatu yang aneh dan bertanya “Eh? Kamu bilang apa tadi?” “Felis sudah pulang!” jawabnya. “Ke … kenapa kau bisa bicara?” “Tenanglah, Felis. Aku bisa bicara karena permohonanmu tadi pagi. Kini kau bisa mengerti keinginanku tanpa susah payah,”
“Baiklah, sekarang aku ada PR mengarang cerita. Tunggu sebentar ya.” “Yah, yah! Tapi Nao ingin main sama Felis! Felis selalu sibuk terus…” “Kucing … kucing! Kamu kok kayak anak kecil aja siiih!” “Umm…”
Akhirnya, aku menulis karangan sambil bemain-main dengan Nao. Aku menulis dengan jujur apa yang terjadi dengan Nao dan membuat teman-temanku kagum. Mereka pun senang mengobrol dengan Nao kesayanganku. Orangtuaku juga jadi lebih perhatian denganku. Pokoknya, Nao is my wonderful cat!
TamaT