Dahulu kala di negeri Kastelia yang damai, hiduplah sepasang suami-istri bernama Fernando dan Narma. Untuk menghidupi kedua anaknya, mereka bekerja sebagai pembuat jaket musim dingin. Meskipun, kehidupan mereka sangat sederhana, mereka tidak pernah mengeluh dan tetap berbagi dengan tetangga sekitar rumahnya. Pada suatu ketika Fernando kehabisan bahan-bahan untuk membuat jaket, padahal musim dingin segera tiba. Bulan itu tepat penghujung bulan November. Suatu malam Fernando bersedih dan duduk termangu di ruang kerjanya. Memikirkan usahanya akan kehilangan keberuntungan jika dalam seminggu tidak menghasilkan produk jaket. “Istriku, persediaan gandum untuk membuat roti hanya tersisa sedikit. Aku merasa sedih sekali. Semua bahan-bahan jaket telah habis. Aku tidak bisa menjual jaket musim dingin, Narma.” “Oh, suamiku, setidaknya masih ada persediaan gandum untuk makan anak-anak kita besok. Oh ya, aku ingat kau menyimpan beberapa helai bahan untuk membuat satu buah jaket musim dingin di bawah rak buku di ujung kamar. Mengapa kau tidak memakainya saja?” Narma beranjak ke arah kamarnya. Tidak lama kemudian Narma datang membawa beberapa potong bahan. “Oh, ya ampun, aku melupakan sisa bahan ini. Terima kasih, Narma. Malam ini aku akan bergegas membuat jaket musim dingin, lalu besok pagi aku akan menjualnya di toko.” Fernando bersemangat kembali. Malam kian larut. Fernando masih berkutat dengan bahan-bahan jaket musim dingin di atas meja kerjanya. Fernando tidak tahu bahwa ada tiga kurcaci sedang memerhatikan dirinya dari balik jendela. “Sepertinya pria tua itu kelelahan. Tunggu sampai lima menit pasti ia akan kembali ke kamarnya karena kantuk,” perintah Uca si kurcaci berbaju rajut hijau sambil memantau dengan saksama tingkah laku Fernando. “Baiklah, Uca,” ujar Uki si kurcaci berbaju rajut biru. “Woaamm, aku mengantuk sekali. Aku akan melanjutkan pekerjaanku esok pagi saja.” Fernando beranjak ke kamarnya. Tidak lama tiga kurcaci masuk ke dalam ruang kerja Fernando. “Uki, Uca, lihatlah!” Polly menunjuk ke arah bahan-bahan sisa membuat jaket musim dingin yang berserakan di atas meja kerja Fernando. “Menurutku, jaket musim dingin ini tidak akan terjual besok, karena bahannya tidak cukup. Kasihan pria tua itu,” kata Uca. “Bagaimana dia bisa menghasilkan uang dari jaket yang tidak sempurna ini?” lanjut Uki sedih. “Aha! Kita harus membantunya malam ini, teman-teman. Agar besok pria tua itu bisa segera menjual jaket musim dingin ini dengan harga tinggi. Lalu, dia dapat membeli apa pun yang dia inginkan untuk keluarganya,” usul Polly. Tiga kurcaci itu dengan senang hati membantu menyelesaikan pembuatan jaket musim dingin. Mereka menari dan menyanyi begitu riang. Tringg! Satu buah jaket musim dingin yang tebal dan hangat telah selesai dibuat. Malam berganti pagi, tiga kurcaci itu buru-buru pergi dari ruang kerja Fernando. ** Di ruang makan keluarga terlihat Fernando dan Narma bersama anak-anaknya sedang menyantap roti gandum terakhir mereka. Fernando membagi roti miliknya untuk Narma. Kali ini Fernando mengurangi bagian sarapan paginya. “Makanlah, sayang. Aku sudah cukup kenyang.” Fernando memberikan beberapa potong roti gandum pada Narma, istrinya. “Aku pun sudah kenyang, sayangku. Bagaimana jika roti-roti ini kita berikan pada Tuan Edgar? Tadi aku melihatnya berada di ujung jalan samping pasar.” Narma dan Fernando sering berbagi dengan para pengemis tua dan janda-janda miskin di sekitar rumahnya. Sekadar memberikan roti gandum, susu, ataupun bubur kaldu ayam. “Ide bagus, istriku.” Fernando menghabiskan roti gandumnya dan tidak sabar untuk melihat hasil kerjanya semalam. “Nak, hari ini Ayah akan menjual jaket musim dingin di toko. Doakan Ayah semoga berhasil dan membawa beberapa botol susu dan keju untuk kalian malam ini, ya.” Fernando sangat menyayangi Evan dan Bela, kedua anaknya yang amat dicintainya. “Baik, Ayah. Kami akan selalu mendoakanmu,” ucap Evan dan Bela bersamaan. ** Fernando terkejut pada apa yang dia lihat. Ya, sebuah jaket musim dingin tebal dan hangat terbuat dari wool terbaik berada di atas meja kerjanya. Fernando kegirangan dan menari-nari. “Oh Tuhan, siapa gerangan yang telah berbaik hati menolongku?” Fernando tampak heran. “Narma.. Narma, istriku!” seru Fernando pada istrinya. “Ya, sayangku,” jawab Narma dari beranda belakang rumah. Narma bergegas memasuki ruang kerja Fernando. Seketika dia terkejut mendapati Fernando dengan jaket musim dingin yang begitu indah menawan dan belum pernah dia lihat sebelumnya. “Indah sekali. Begitu menakjubkan! Kau sangat berbakat, Fernando.” Narma memeluk suaminya dengan rasa sayang. “Narma, jaket musim dingin ini bukan aku yang membuatnya. Sungguh bukan aku,” jelas Fernando. “Lalu, siapa yang membuatnya? Bukankah kau semalaman di sini?” Narma penasaran ingin tahu. “Aku pun tidak tahu, sayang. Semoga kita bisa mencari tahu secepatnya siapa gerangan yang membantuku membuat jaket musim dingin ini.” Fernando melangkah keluar dari ruang kerjanya dengan rasa ingin tahu seperti istrinya, Narma. Sesampainya di toko, Fernando segera memajang jaket musim dingin yang dibawanya dari rumah. Tidak lama kemudian, ada seorang nyonya bertopi cokelat menghampiri toko Fernando. Lalu, Fernando menyambut dengan ramah. “Selamat siang, Nyonya! Anda sedang mencari sesuatu, kah? Apa yang bisa aku bantu?” Fernando menyapa nyonya bertopi cokelat itu. “Oh, Tuan, aku sedang mencari sebuah jaket musim dingin yang cocok jika dipadu dengan topi cokelatku ini. Apakah kau punya satu untukku?” kata nyonya bertopi cokelat itu pada Fernando. “Aku punya satu untukmu, Nyonya. Tunggulah di sini dan aku akan segera kembali.” Fernando memperlihatkan sebuah jaket musim dingin yang begitu indah itu kepada nyonya bertopi cokelat. “Indah sekali, Tuan. Aku belum pernah melihat jaket musim dingin seindah ini. Aku akan membelinya dengan sekantung koin emas. Apakah boleh?” Nyonya bertopi cokelat dengan tidak sabar langsung memakai jaket musim dingin yang dibelinya dari Fernando. Kini tampilannya senada. Topi cokelat dan jaket musim dingin yang begitu indah. Sore hari tiba. Sebelum Fernando kembali ke rumahnya, dia menuju pasar untuk membeli bahan pembuat jaket dan beberapa telur, susu, roti, juga keju untuk disantap sebagai sajian makan malam bersama keluarganya. Fernando tampak bahagia dan bersyukur. Dia tidak lupa membagikan sebagian roti dan susu untuk pengemis di dekat pasar. Hari-hari dilalui Fernando dan Narma penuh sukacita. Kehidupan mereka saat ini terbilang cukup dan dapat berbagi makanan lebih banyak pada tetangga sekitar rumahnya. Jaket-jaket indah selalu hadir di tiap pagi hari dan dijual oleh Fernando dengan harga tinggi. Entah dari mana benda-benda ajaib itu berasal. Sungguh Fernando dan Narma masih penasaran. ** Pada suatu malam yang bersalju Fernando dan Narma memutuskan untuk tidak tidur dan berencana menyelinap di balik lemari penyimpan bahan pembuat jaket di ruang kerja Fernando. Mereka berdua sangat terkejut. “Tiga kurcaci sedang menyanyi dan menari di meja kerjaku?” Fernando dan Narma saling bertatapan kagum. Mereka berdua melihat tiga kurcaci di atas meja kerja Fernando dan tampak bersiap untuk bekerja malam itu setelah mengucapkan sebuah mantra yang terdengar sayup-sayup. “Baik sekali mereka bertiga. Ini sungguh keajaiban Tuhan, sayang.” Narma tampak haru. “Besok adalah malam Natal. Aku ingin membuat jaket berukuran mini, tebal, dan hangat untuk tiga kurcaci itu sebagai ucapan terima kasih kita. Apakah kau setuju, istrtiku?” usul Fernando. “Aku sangat setuju, sayangku.” Narma mengangguk tanda setuju atas usul suaminya, Fernando. ** Malam Natal telah tiba. Tiga buah jaket musim dingin berukuran mini telah selesai dibuat. Lalu, jaket-jaket itu dibiarkannya di atas meja kerja Fernando. Sambil menunggu malam tiba, Fernando menyantap sup jagung lezat bersama keluarganya. Tepat pukul 12 malam. Merry Christmas! Seperti pada malam-malam sebelumnya tiga kurcaci masuk melalui celah jendela. Mereka terkejut saat melihat tiga jaket musim dingin berukuran mini yang begitu hangat dan tebal tertata rapi di atas meja kerja Fernando. “Wah, indah sekali jaket ini! Dari ukurannya, tiga jaket ini diperuntukkan bagi kita bertiga,” kata Uca gembira. “Yeayyy! Ayo kita pakai!” Tidak menunggu lama tiga kurcaci memakai jaket itu dan terlihat menggemaskan. “Senang sekali mendapatkan kado natal ya, teman-teman. Mungkin, jaket yang kita pakai ini sebagai tanda ucapan terima kasih pria tua itu dan istrinya.” Polly merasa bahagia. Dari balik daun pintu ruang kerja, Fernando dan Narma tersenyum lega dan penuh syukur. “Jika kamu selalu berbuat kebaikan dan penuh rasa syukur, maka kebaikanmu akan datang kembali untukmu.”