“Temenin aku main layang-layang ya” Suara Gara menghentikan kegiatanku. Aku membuat mahkota dari bunga-bunga yang tumbuh di halaman rumah Gara.
“Cantik kan Gar?” “Cantik tapi jadi engga’ cantik kalo kamu yang pakai” suara tawa Gara terlihat menyebalkan.
“Gara… cinta itu apa?” “Hmm…kaya’ chiki mungkin.” “Enak dong tapi kok bunda nangis ya? Kata aunty Ima karena cinta.” “Hmm… mungkin cintanya masuk angin.” “Hahahaha iya ya bisa jadi.”
Hari semakin gelap dan aku tau aku harus pulang sebentar lagi tidak akan aman, terlalu ramai. “Gara engga’ mau ikut?” “Kemana?” “Rumah.” “Gimana masuknya?” “Tinggal masuk saja.” Gara kini menatapku penuh tanya tapi ia tetap diam. Layangannya semakin tinggi sebentar lagi pasti ibu Gara akan berteriak marah untuk menyuruhnya pulang.
“Ah engga’ tau deh rumah kita berbeda” ekspresi Gara terlihat lucu ia pasti sudah menyerah berpikir. “GARA! AYO PULANG NAK!” Itu ibu Gara dengan baju pink kesukaan aku kata Gara ia akan memberikan aku baju pink juga kalau aku ulangtahun tapi sayang sekali aku tidak ingat apapun selain aku memiliki ibu juga.
“Ara kata ibuku rumahmu itu bukan rumah tapi…” “Tapi apa? Karena jelek ya?” “Tidak jelek tapi kalo rumah itu seperti rumahku ada pintu, jendela terus kalo masuk bilang salam.” “Jadi itu apa kalo bukan rumah?” “Kuburan Ara.”