Sore itu hujan turun sangat deras di kota Bondowoso. Seorang gadis bertubuh mungil dengan wajah cemberutnya tengah menengadah ke atas langit yang terhalang kaca jendela. Ia bergumam lirih “Andai saja aku punya cerita indah tentang hujan” dengan nada yang lemas dan beberapa kali menghela nafas dalam. Lamunannya seketika buyar saat sebuah cipratan air menghantam keningnya. Ia terbangun dari sofa dan mendapati seluruh ruang tamu mulai mengalami kebocoran.
“Aku benci musim hujan.” Teriaknya lantang hingga membuat sang ibunda menghampirinya “Kamu kenapa sih din? Dari tadi bunda perhatikan cemberut terus?” “Bagaimana tidak bun? Pulang sekolah dinda kehujanan, baju seragam yang harus dipakai untuk besok belum kering. Tidak bisa berangkat ke tempat les dan sekarang rumah kita bocor semua.” Keluhnya sedih. Memang, akhir-akhir ini hujan lebat kerapkali mengguyur kota kecil di Jawa Timur ini. Tak hanya pagi hari, namun siang, sore hingga malam pun tak luput dari terpaan derasnya hujan.
“Nikmati saja nak. Hujan itu rahmat dari Allah.” Bunda mencoba menenangkan hatinya. Namun gadis bernama Dinda itu masih saja bersungut-sungut sembari memasang sebuah ember plastik di bawah atap yang bocor.
“Dinda tahu tidak hikmah dibalik hujan?” Sang gadis menggeleng sambil menatap ibunya. “Kemari biar ibu ceritakan.” Ia mengajak sang anak untuk duduk di sampingnya.
“Dulu saat bunda masih duduk di bangku SMP seperti kamu, kota ini dilanda kemarau yang sangat panjang. Padi dan jagung mengalami kekeringan dan rusak. Padahal dari sanalah biaya sekolah bunda waktu itu. Sumur juga kering, banyak kebakaran hutan dimana-mana…” “Lalu bagaimana dengan nasib bunda?” Dinda memotong pembicaraan dengan nada penasaran.
Bunda tersenyum kemudian melanjutkan bercerita. “Tentu saja ibu sangat sedih nak. Semua orang mengharapkan hujan turun saat itu. Masyarakat berkumpul dan melaksanakan sholat meminta hujan pada Allah. Dan Alhamdulillah doa kita terkabul. Sehari setelahnya hujan turun dengan sangat lebat. Udara yang tadinya panas berubah menjadi sejuk. Semua petani termasuk kakek amat sangat gembira. Sedangkan bunda dan teman-teman langsung bermain hujan. Jadi, banyak sekali yang masih membutuhkan hujan nak. Karena banyak sekali manfaatnya. Hujan juga bentuk dari kasih sayang Allah kepada kita semua. Kalau saja Dinda hidup di masa bunda dulu pasti mengerti bagaimana sulitnya mencari air.”
“Maafkan Dinda Ya Allah. Karena kurang bersyukur atas rahmat yang telah engkau berikan. Lain kali Dinda tidak akan lupa lagi membawa payung ke sekolah.” Gadis itu menatap kembali langit yang berwarna kelabu di kejauhan.
Sang bunda hanya tersenyum melihat tingkah lucu Dinda sambil mengelus rambut panjangnya dengan penuh kasih sayang. Kini gadis kecil tersebut mulai membiasakan diri untuk tidak mengeluh saat turun hujan dengan mengingat kembali cerita tersebut.