Hari itu, aku berjalan keluar dari kamar. Aku memanggil manggil nama ibuku, namun tidak ada sahutan. Aku mencoba mengambil sendiri air di dapur, dengan meraba raba tembok rumahku. Aku adalah seorang gadis buta, kebutaan ini sudah kuderita sejak aku dilahirkan di dunia. Tak heran bila aku tak pernah keluar rumah, karena meskipun aku keluar aku juga hanya melihat kegelapan.
Tak berapa lama, aku mendengar suara langkah kaki orang. Aku tau itu ibuku, akupun memanggilnya “bu… ibu darimana?” tanyaku sembari mendekati suara langkah kaki itu. Tetapi tak ada sahutan aku mencoba terus memanggil, “bu, ibu.. “panggilku lagi. Tetapi tetap tidak ada sahutan, aku terdiam sejenak.
Setelah beberapa menit ibu mulai bicara, “An, ibu ingin bicara sama kamu.” Mendengar suara ibu aku tergugah, lalu mencoba mendekati suaranya. “Katakan bu, ibu ingin bicara apa?”. Lagi lagi ibu terdiam, “An, kamu mau dapet donor mata. Kamu seneng…?” Mendengar kata kata ibu aku kaget dan sangat bahagia, setelah sekian lama aku akan mendapat donor mata. “Tapi kan, pendonor itu… adalah seorang anak yang rela kehilangan matanya untuk mendapat uang untuk pengobatan ibunya.” Mendengar hal itu aku terdiam sejenak, berpikir bagaimana nasib anak itu. “Tidak bu, aku tidak ingin mengambil kebahagiaan orang lain. Lagipula aku sudah terbiasa, tapi ibu harus tetap membantu anak itu.” ucapku pada ibu. Ibupun langsung memelukku dengan pelukan yang erat, “Ibu bangga padamu..” ujar ibuku sembari mencium keningku.
Keesokan harinya, aku mendengar suara anak bermain. Akupun berjalan menuju luar rumah, aku duduk di depan pintu rumahku dan terus mendengar canda tawa anak seusiaku. “Hai, namaku tiara. Namamu?” tanya salah seorang anak padaku. Aku terdiam, dan hanya tersipu padanya. “hei kau hanya buta, tidak tuli dan tidak bisu mengapa kau tidak menjawab.” ujar salah seorang anak yang lain. Aku tetap terdiam, dan tak menghiraukan ucapan anak itu. Aku berdiri dan berjalan masuk rumah, “mau kemana? duduklah dulu” tanya tiara padaku. “Aku akan masuk, namaku annatasya panggil saja aku annna.” Tak aku sangka ia memelukku dengan pelukan hangat, “kita berteman kan?” tanyanya lagi padaku. Aku hanya mengangguk padanya, lalu aku masuk ke dalam rumah.
Tiga hari setelah hari itu, ibu memberitauku bahwa aku mendapat donor mata dan aku sangat bahagia. Aku berjalan keluar rumah berharap tiara ada disana, aku duduk di depan pintu rumah. Tidak berapa lama seorang menghampiriku, “Hai an… bagaimana kabarmu tiga hari ini.” Aku tersenyum pada suara itu, dan memeluknya. “Tiara, aku sangat senang kamu datang.” ujarku padanya. “kamu punya cerita apa?” tanyanya padaku. “Aku mendapat donor mata, orang yang ingin kulihat kedua kali setelah ibuku adalah kamu sahabatku.” Mendengar ucapanku ia hanya terdiam, sesekali ia bertanya kepadaku. “Kamu bahagia?” tanyanya lagi padaku. Aku tak menjawab dan langsung memeluknya lagi.
Malam itu ibu menghampiriku di kamar, ia membawa segelas susu hangat untukku. “Ann tiga hari lagi kamu akan operasi, kamu bahagia kan akan segera melihat?.” tanya ibu padaku. Aku tersenyum pada ibu, dan meminum susu hangat yang ibu bawa.
Setelah tiga hari berlalu, hari ini adalah hari operasi. Aku merasa ada yan berbeda dihari ini, tiara pun sudah tiga hari ini tidak ke rumah. Apa dia sakit, pikirku dalam hati. Aku tidak tau siapa yang berbesar hati memberikan matanya untukku, setelah menunggu akhirnya aku dibawa ke ruang operasi.
Tiga hari setelah operasi, perbanku baru akan dibuka hari ini. Ada dua rasa yang terus membelenggu hatiku, aku senang akan melihat tapi aku juga merasa takut. Setelah perbanku dicopot, dokter memintaku perlahan membuka mataku. Dan ketika aku membukanya, aku bisa melihat dunia. Melihat cahaya mentari yang pertama kali kulihat, aku bahagia sangat bahagia. Seorang berdiri di dekatku, aku memanggilnya “ibu…”. Lalu ia memelukku dengan erat, dihari itu juga aku pulang ke rumah. Aku melihat indahnya rumah yang selama ini kutempati.
Keesokan harinya aku menunggu kedatangan tiara, tetapi sejak hari terakhir kita bertemu hingga hari keenam ketika aku bisa melihat ia tak pernah datang.
Siang itu sepasang suami istri, mengunjungiku dan ibu. Mereka menatapku dengan rasa sayang, ternyata mereka orangtua tiara. Sekaligus orangtua dari anak yang mendonorkan matanya untukku, saat aku mengetahuinya aku tertegun sedih. Aku salah karena telah mengambil mata orang lain, terlebih ia tiara sahabatku. Aku menangis, lalu ibu tiara mengusap air mataku. Dan berkata padaku, “tiara bahagia, melihat kamu bahagia.” ujarnya padaku, aku melihat ke sekeliling namun aku tidak melihat tiara. Aku bertanya pada ibu tiara, dimana tiara tetapi beliau langsung menangis.
Ibuku menjelaskan bahwa tiara sudah meninggal, dan dia menitipkan matanya untukku. Aku sedih, benar benar sedih. Tapi aku selalu berdoa agar tiara tenang disana meski aku belum pernah melihat wajahnya.