Namaku Delphina Syakira Azima, biasanya dipanggil Syakira. Hari ini aku harus berangkat sekolah untuk menghadapi ulangan. Aku dari tempat tidur segera menuju ke kamar mandi, setelah itu aku pergi sarapan. Setelah sarapan, seperti biasa aku meminta ayah untuk mengantarkanku ke sekolah. Sampai di sekolah, aku mencari Indah dan Aqilla.
“Syakira!” seru Indah dan Aqilla mengejutkanku. “Eh, kalian bikin kaget aja. Udah datang dari tadi ya?” tanyaku. “Iya donk, kita kan mau ulangan tahu!” cetus Indah. “Ya udah, yuk ke kelas!” ajak Aqilla.
Di kelas, kami bertiga selalu bercanda sambil menunggu Miss. Viona datang memberi pelajaran matematika. Ngomong-ngomong, kami bertiga sekelas dan kami kelas 5c. Aahh … itu dia Miss. Viona, dan sepertinya dia membawa seorang anak, siapa itu ya?
“Selamat pagi anak-anak,” sapa Miss. Viona. “Pagi Miss,” kata murid sekelas. “Miss, membawa seorang murid baru, mulai hari ini dia akan bersekolah disini. Sekarang perkenalkan dirimu,” kata Miss. Viona. “Hy! Namaku Raja Muhammad Sani Saputra, panggil saja aku Sani. Aku pindahan dari sekolah Nusa Jaya,” kata anak laki-laki itu yang ternyata namanya adalah Sani. “Nah, anak-anak kalian bertemanlah dengan Sani ya,” kata Miss. Viona. “Baik Miss,” kata murid-murid.
Setelah belajar matematika selama 2 jam, akhirnya murid-murid di perbolehkan istirahat. Sejak Sani memasuki kelas sampai istirahat, entah kenapa aku merasa bahwa aku pernah melihat Sani tapi aku tidak ingat dimana. Setelah itu aku, Indah, dan Aqilla pergi ke kantin.
“Jadi, kalian mau makan apa?” tanyaku. “Kalau aku mau nasi goreng spesial, minumannya susu cokelat,” kata Aqilla bersemangat. “Kalau aku, sih, roti bakar cokelat, minumannya jeruk hangat aja. Kenapa kamu tanya? Mau bayarin ya?” tanya Indah. “Iya donk!” sahutku.
“Eh, eh, lihat! Itu kan anak baru tadi, siapa namanya, Sani ya?” tanya Aqilla sambil menunjuk-nunjuk. Aku pun menoleh ke tempat yang Aqilla tunjuk, aku melihat kalau Sani sepertinya belum mendapatkan teman, aku pun ingin mengajak Sani untuk bergabung dengan kami. “Sani! Ayo kesini!” panggilku. “Aku? Tidak ah … aku sendiri saja,” kata Sani malu-malu. “Tidak apa-apa, kamu disini saja,” ajak Indah. “Baiklah,” kata Sani sambil melangkah menuju ke tempatku dan teman-temanku. Sani pun duduk di depanku, saat ia duduk di depanku aku lebih leluasa mengingat wajahnya yang menurutku pernah kulihat di sebuah tempat.
Akhirnya sudah lama aku menatap wajahnya, namun sama sekali aku tidak mengingatnya. Akhirnya jam istirahat selesai, aku, Indah, Aqilla, dan Sani kembali ke kelas untuk memulai pelajaran Seni Budaya dan Prakarya.
Setelah 1 jam pelajaran Seni Budaya dan Prakarya, Miss. Alya pun memberikan kami pekerjaan rumah, pr-nya mengumpulkan Foto masing-masing saat masih kecil. Akhirnya Miss. Alya mempersilahkan kami untuk pulang ke rumah, setelah berdoa kami semua menyalami Miss. Alya lalu pulang ke rumah masing-masing. Aku, Indah, dan Aqilla menunggu jemputan di kursi tua di depan gerbang sekolah.
Di sana aku meminta pada Indah dan Aqilla untuk datang ke rumahku saat sore karena ada hal penting yang ingin aku bicarakan pada mereka berdua. Setelah itu mamaku pun menjemputku, setelah itu aku masuk mobil sambil melambaikan tangan kepada Indah dan Aqilla.
Sampai di rumah, aku segera pergi ke kamar lalu menghampiri sebuah kotak besar berwarna cokelat tua, namanya kotak masa lalu, hehehe aku yang menamakannya. Disana tersimpan semua benda-benda masa laluku. Benda-benda itu tidak pernah ku buang karena benda-benda itu memiliki makna yang besar padaku. Aku hanya menghampiri kotak itu dan tidak membukanya, setelah itu aku berganti pakaian lalu pergi ke ruang makan.
Di bawah aku melihat mama sedang menelepon dengan seseorang yang tampaknya sudah dekat dengan mama sejak lama. Aku ingin tahu, siapa yang mama telepon itu. Setelah mama selesai menelepon aku segera bertanya pada mama.
“Mama, siapa yang mama telepon tadi?” tanyaku. “O h, tadi itu teman lama mama, udah lama enggak ketemu,” jawab mama. “Temen lama?” tanyaku kebingungan. “Iya, dia udah balik lagi ke Jakarta. Katanya anaknya juga sekolah di tempat kamu lho,” kata mama. “Haah? Siapa namanya, ma?” tanyaku. “Namanya … aduh siapa ya? Mmh … oh iya! Namanya Raja,” seru mama. “Raja? Enggak ada, tuh, yang namanya Raja di sekolah aku ma,” kataku. “Oh … ya sudah lah, mama mau belanja dulu,” kata mama sambil mengambil dompetnya.
Setelah mama pergi aku segera melangkah ke kamar. Di kamar aku mendapatkan pesan dari Indah, katanya ia dan Aqilla sedang di perjalanan menuju ke rumahku. Setelah 5 menit sejak mendapatkan pesan dari Indah, Indah dan Aqilla pun datang, aku pun segera mempersilahkan mereka masuk lalu kami pergi ke kamarku. Di kamar aku langsung menunjukkan kotak masa laluku, mereka kebingungan mengapa aku menunjukkan kotak itu.
“Memangnya ada apa dengan kotak itu?” tanya Indah. “Aku mau mencari hal-hal yang mungkin ada kaitannya dengan Sani,” kataku. “Sani? Emangnya ada apa dengan Sani,” tanya Aqilla keheranan. “Aku merasa, kalau aku pernah melihat Sani di suatu tempat tapi aku tidak ingat di mana, itu sebabnya aku ingin melihat kotak ini, siapa tahu ada sesuatu disini yang berhubungan dengan Sani,” kataku sambil mengutak-atik kotak itu. “Oh … kalau begitu biar aku bantu,” kata Indah dan Aqilla bersamaan. Akhirnya aku, Indah, dan Aqilla mencari benda-benda yang mungkin ada hubungannya dengan Sani.
Setelah 15 menit mencari-cari, Aqilla pun menemukan sesuatu. “Hei … lihat apa yang aku temukan,” seru Aqilla. Aqilla menemukan sebuah foto dengan bingkai yang lucu. Fotonya adalah fotoku saat kelas 2 SD dengan seorang anak laki-laki. “Uuhhh … lucunya, ini kamu dengan siapa?” tanya Indah gemas. “Haah? Coba aku lihat … siapa ini? Aku tidak tahu anak itu siapa,” kataku. sebenarnya aku tidak tahu siapa anak itu, lagipula itu juga sudah lama sekali dan tidak mungkin aku bisa ingat. “Sebentar ya, aku tanya sama mama dulu,” kataku sambil melangkah turun mencari mama yang sudah pulang dari supermarket. “Mama, mama tahu enggak ini foto siapa?” tanyaku kepada mama. “Ya, itu foto kamu donk, gimana sih?” kata mama mencemooh aku. “Bukan, yang anak laki-laki itu lho …” kataku sambil memonyongkan bibir. “Oohh … itu kan Raja,” kata mama. “Raja? Raja siapa sih ma? Kok aku bisa foto bareng dengan dia?” tanyaku. “Raja anak teman mama, kalau enggak. Salah … namanya … Raja Muhammad Sani Saputra,” kata mama. Aku langsung terkejut dengan perkataan mama, aku saja tidak pernah bertemu dengan Sani, bagaimana mungkin aku bisa foto bareng sama Sani? Mama yang melihat wajah bingungku langsung memberikan penjelasan kepadaku.
“Syakira, Raja itu anaknya temen mama. Namanya tante Ira, sejak Syakira TK mama sama tante Ira udah ngenalin Syakira sama Raja, sejak itu Syakira sama Raja deket banget. Nah, suatu hari tante Ira harus pindah dari Jakarta ke Bandung, jadi Syakira sama Raja harus pisah, tapi Syakira sama Raja enggak mau pisah satu sama lain. Jadi mama sama tante Ira buat foto kalian berdua, setelah itu mama kasih satu-satu untuk kalian berdua jadi kalian sudah punya foto sahabat. Setelah itu tante Ira pergi ke Bandung, mungkin karena kita kemarin pindah rumah, foto ini enggak sengaja masuk ke dalam kotak itu dan lama-kelamaan Syakira jadi lupa siapa itu Raja,” kata mama panjang lebar.
Setelah mama menceritakan semuanya aku jadi paham kenapa aku merasa pernah melihat Sani. Ternyata Sani adalah sahabatku yang telah terpisah lama sekali, akhirnya aku dan dia bisa bertemu lagi.
Indah dan Aqilla yang sedari tadi telah mendengar pembicaraan aku dan mama, sedikit terkejut mendengar bahwa aku dan Sani adalah sahabat yang sudah lama tidak bertemu. Aku pun kembali ke kamar sambil membawa foto itu, di kamar aku berpikir apakah Sani masih ingat dengan diriku? Jika ia tak ingat, akan kuusahakan dia untuk mengingatku. Setelah itu aku mempunyai sebuah ide, ide untuk mengingatkan Sani tentang diriku, sahabatnya yang telah terpisah selama bertahun-tahun.
Keesokan harinya, aku menuju ke sekolah membawa foto itu di tasku. Aku bersiap-siap untuk mengingatkannya dengan masa lalu kita berdua. Setelah aku menemukan Indah dan Aqilla, saatnya masuk ke kelas lalu mengumpulkan pr Matematika Aku pun mengumpulkan pr Matematika yang yang sudah kusiapkan sejak kemarin. Aku duduk di samping Indah, Sani duduk di depanku, jadi aku bisa melihat foto apakah yang Sani bawa.
Aku pun sedikit memiringkan kepalaku ke arah kiri untuk melihat foto apa yang Sani bawa, dan ternyata foto yang Sani bawa sama denganku, aku pun merasa gembira karena ia masih mengingat diriku. Setelah mengumpulkan pr dan belajar pelajaran Bahasa Inggris, kami pun diperbolehkan istirahat.
Aku pun pergi ke kantin bersama Indah dan Aqilla, kali ini aku mengajak Sani makan siang bersama kami. Setelah duduk bersama, aku pun mulai bertanya kepada Sani apakah ingatnnya masih berfungsi, atau lebih singkatnya apakah ia masih mengingatku.
“Mmh … Sani, aku ingin bertanya,” kataku. “Mau tanya apa? Tanya aja,” jawab Sani. “Hmm … kamu punya sahabat yang udah lama enggak ketemu ya?” tanyaku pura-pura tidak tahu. “Dari mana kamu tahu? Memang sih aku punya sahabat yang sudah lama tidak aku temui,” kata Sani. “Siapa namanya?” tanyaku. “Namanya Delphina Syakira Azima, dia adalah sahabat terbaikku. Dulu aku tinggal di Jakarta tetapi ibuku memilih tinggal di Bandung dan aku terpaksa harus berpisah dengannya,” jawab Sani, ternyata ia masih mengingatnya. “Sani, Delphina Syakira Azima sudah duduk di depanmu,” kata Indah. “Benarkah? Dimana dia? Aku sangat merindukannya, dan aku berjanji aku tidak akan pernah meninggalkannya lagi,” kata Sani tidak percaya, aku menangis bahagia mendengar kata-kata Sani, aku tidak menyangka selama ini ia masih mengingat namaku.
“Lho? Kenapa kamu menangis?” tanya Sani kepadaku. “Sani, Delphina Syakira Azima adalah dia, orang yang saat ini sedang duduk dan menangis di depanmu,” kata Aqilla. “Benarkah? Kamu Syakira? Aku hampir tidak bisa mengenalimu dan aku sangat merindukanmu,” kata Sani sambil menghampiriku. “Aku Syakira, akulah sahabatmu yang sudah terpisah denganmu selama bertahun-tahun,” kataku sambil menangis, Sani pun segera menggenggam tanganku dan mengusap air mataku. Aku sangat bahagia bisa bertemu dengannya lagi, aku ingin kami takkan pernah terpisahkan lagi. Aku ingin kalau aku , Sani, Indah, Dan Aqilla menjadi sahabat selamanya dan tak terpisahkan.