Pada zaman dahulu kala, ada seorang anak perempuan cantik bernama Mayoga. Ia tinggal bersama ibunya yang sudah tua. Mereka tinggal di gubuk jelek di tengah hutan. Ibunya bekerja sebagai penjual kayu bakar di pasar. Mayoga adalah anak yang malas. Ia jarang membantu ibunya bekerja. Ia lebih suka bermain dakon dengan teman-temannya.
Suatu hari ibunya jatuh sakit. Mayoga marah-marah kepada ibunya karena ibunya tidak bisa membuatkan sarapan dan mencuci bajunya. “Ibu, sarapanku mana? Aku lapar.” tanya Mayoga dengan suara keras. “Maaf mayoga. Hari ini ibu sakit. Ibu tidak bisa memasak. Ada ubi di dapur, kamu bisa merebusnya untuk sarapan.” Jawab ibunya. “Ah, Ibu!. Aku mau nasi! Aku lapar, bu. Jika ibu tidak masak nasi sekarang, Mayoga tak mau makan.” Kata Mayoga sambil memaksa ibunya memasak. Akhirnya Ibu Mayoga mencoba bangun dari tempat tidur dan masak nasi untuknya.
Beberapa tahun kemudian, Mayoga tumbuh menjadi gadis cantik yang disukai banyak laki-laki. Mayoga hanya mencintai satu laki-laki bernama Raka. Suatu ketika, Raka ingin mengajak Mayoga datang ke rumahnya. Ia sangat senang dan segera pulang ke rumah mencari baju yang bagus.
“Dudududu… Mana ya baju yang kelihatannya bagus untuk pergi dengan Raka.” Kata Mayoga sambil melempari seluruh bajunya untuk mencari baju yang bagus. “Ibu, Aku mau pergi dengan Raka. Aku harus terlihat cantik dengan memakai baju yang bagus. Tapi semua baju ini jelek semua, bu.” Kata Mayoga pada ibunya. “Kamu sudah cantik, nak. Mau pakai baju yang seperti apapun, kamu akan tetap terlihat cantik anakku.” Kata Ibu. “Ah, Ibu berkata seperti itu karena ibu tidak mau membelikan Mayoga baju bagus kan? sekarang Mayoga mau beli baju baru di pasar. Mayoga minta uang bu. Mana uangnya?” “Ibu tak punya cukup uang untuk membeli baju baru, nak. Uang ini hanya bisa untuk makan saja. Ibu yakin Raka akan tetap menyukaimu meski bajumu sederhana” kata Ibu kepada Mayoga.
Mayoga membentak meminta baju baru dan mengambil uang ibunya dengan paksa hingga ibunya terjatuh. Ibu Mayoga kecewa dan berlari ke dalam hutan.
Suatu ketika, Ibunya duduk di dekat sebuah pohon besar dan berkata “Jika anak yang kucintai tidak mencintaiku lebih baik aku hidup sendiri seperti batu.”
Tiba-tiba cuaca berubah. Hujan dan petir berdatangan seperti menjawab perkataan Ibu Mayoga. Petir itu menyambar ibu Mayoga. Sang Ibu berubah menjadi Batu yang luarnya memiliki rumput hitam seperti rambut ibu Mayoga.
Keesokan paginya, Mayoga mencari ibunya karena ia ingin dibuatkan sarapan. Mayoga segera berlari ke hutan mencari ibunya namun dia tak bisa menemukan ibunya. Mayoga kelelahan dan bersandar pada sebuah batu besar.
“huhuhu… anakku. Aku sayang padamu, nak.” Terdengar suara menangis yang berasal dari batu itu. Batu itu mengeluarkan air bagaikan seseorang yang menangis. Batu itu mengeluarkan suara merintih seperti menangis menahan kecewa. Mayoga ketakutan dan pulang ke rumah.
Mayoga memberi tahu penduduk. Sejak saat itu, penduduk menyangka bahwa ibu Mayoga menjadi batu karena kecewa memiliki anak seperti Mayoga. Penduduk setempat memberi nama Batu Mayoga Menangis.
Batu itu tidak benar-benar menangis. Ibu Mayoga lah yang bersuara dengan bersembunyi di balik batu. Tetesan air dari pohon-pohon jatuh kebetulan tepat di atas batu itu. Setelah tahu bahwa anaknya menyesal, Ibu mayoga pulang ke rumah. Mayoga memeluk ibunya dan meminta maaf.
Kini Mayoga dan Ibunya hidup bahagia.