“Santi, bekalnya!” Teriak Ibu pada Santi yang sudah berlari masuk mobil. Tergopoh-gopoh, Santi berlari kembali mengambil bekal yang dipegang Ibu, dan segera berlari masuk mobil. Ayah Santi cepat-cepat menghidupkan mobil, mengantar Santi yang hampir terlambat masuk.
Santi adalah seorang anak yang pintar, rajin dan disiplin. Tak heran, dirinya terpilih sebagai ketua kelas selama dua tahun berturut-turut. Setiap hari, Santi tidak pernah terlambat ke sekolah. Bahkan, dia selalu datang lebih dulu dari gurunya. Berhubung kantor Papa cukup jauh, sejak kelas 4 SD, Santi sudah terbiasa datang lebih pagi agar tetap bisa diantar oleh Papa. Kemarin malam, mereka sekeluarga tiba di rumah cukup malam, karena perjalanan pulang dari rumah kakek di Bandung sangat macet. Hasilnya, hari ini semua terlambat bangun, sehingga Santi dan Papa harus buru-buru bersiap-siap agar tidak terlambat.
“Aduh, Pa! Santi lupa, hari ini kan upacara… pasti pintu gerbang sudah dikunci!” Tukas Santi panik. Papa melirik jam, sambil menambah kecepatan mobil. “Nanti kalau sudah ditutup, Papa temani Santi turun ya, nanti Papa yang ngomong sama Pak Harry,” Papa mencoba menenangkan Santi. “Ga mau Paa, kalau sudah telat Santi ga mau masuk. Malu, kalau yang telat, selalu disuruh maju saat upacara” Santi mulai merengek.
Beberapa menit kemudian, tibalah mereka di sekolah Santi. Benar saja, gerbang sudah ditutup. Santi semakin merengek, bahkan menangis, minta Papa untuk pulang saja. “Aduh Santi, kalau Papa harus antar kamu dulu, pasti Papa terlambat. Ayo, turun ya!” Ajak Papa “Ga mau Paa, ga mau. Santi malu… Duh, padahal Santi hari ini bertugas bawa pita-pita untuk pelajaran kesenian, ada tugas kelompok..” “Pa, Santi minta tolong papa saja ke dalam antarkan pita ini ya? Bilang saja Santi sakit, tidak bisa datang. Santi tidak mau dibilang datang telat, pasti anak-anak nanti tertawa, Pa! Masak, Ketua Kelas malah terlambat” Pinta Santi. Papa menghela napas. “Masa kamu menyuruh Papa berbohong, Santi? Ayolah, Ketua Kelas itu harus berani jujur, bertanggung jawab. Hayo, masuk!” Ajak Papa sekali lagi. Santi merengut. “Pokoknya ga mau!” Dia melepas tasnya, tidak bergeming dari dalam mobil. “Ya sudah, coba Papa kedalam dulu ya. Sini, berikan pita-pitanya!” Santi tersenyum sambil menyerahkan gulungan pita dari kaca mobil.
Santi menunggu Papa dengan tenang. Daripada aku terlambat, lebih baik aku susulan saja besok buat prakarya. Hmm, bisakah teman-teman menghias parselnya dengan rapi?. Santi membayangkan teman-teman kelompoknya. “Santi, santi!” Santi terlonjak kaget. Pak Harry dan Bu Siska, wali kelasnya mengetuk pintu mobil. Kok Bu Siska dan Pak Harry ke sini? Ah, pasti Papa bilang pada mereka! Huh, kenapa sih Papa ga mau bantu aku. Tukas Santi dalam hati. Dengan berat, Santi keluar dari mobil sambil menunduk. Matanya panas, menahan tangis.
“Hayoo, kok malah di sini, bukannya masuk. Mau bolos ya?” Ujar Bu Siska ramah. Santi menggeleng. “Tidak, bu.. tadi Santi terlambat, Santi malu.. Pasti ditertawakan teman-teman.” “Tidak mengapa, Santi. Papa Santi tadi sudah jelaskan pada Bapak dan Ibu Siska. Masa, Santi suruh Papa berbohong bilang Santi sakit?” Tegur Pak Harry. Isak tangis Santi pecah. Malu sekali, sudah telat, ia ketahuan pula berbohong. Pastilah ia kena hukuman. “Sudah, Santi. Ibu Siska dan Pak Harry tidak marah, tapi Santi akan dihukum.” Santi tersentak. Isak tangisnya berkurang, dipandangnya Ibu Siska dengan takut-takut. Pastilah aku kena hukuman berat. Mungkin aku tidak dapat waktu istirahat.
“Santi tidak dihukum karena telat, sebab Ibu lihat kamu sudah sangat menyesal soal itu. Tetapi, Santi akan Ibu hukum karena hampir tidak jujur! Hukumannya, Santi harus bantu Ibu Siska memetik jeruk di pekarangan sekolah akhir pekan nanti!” Santi terbelalak. Memetik jeruk? Tentu saja ia mau! Hampir setiap anak di kelas sudah membicarakan kebun jeruk di pekarangan sekolah yang sudah berbuah, dan semuanya ingin bisa ikut memetik sambil mencicipi jeruk matang yang mereka tanam beberapa bulan lalu. Bagi Santi, ini bukan hukuman, tapi hadiah yang amat menyenangkan!
Tangisnya berhenti, Santi mengangguk kuat-kuat, menyetujui hukuman yang diberikan Ibu Siska. Dalam hati, Santi bersyukur Papa sudah membantunya menyampaikan keterlambatannya pada kedua gurunya, bukan malah membantu Santi dengan berbohong. Papa yang berdiri di balik Pak Harry, tersenyum sambil mengacungkan jempol pada anak semata wayangnya. Santi balas tersenyum.
“Yuk, Santi masuk ya. Kasihan, teman-teman kelompok Santi kebingungan hias parselnya. Kan, rancangan dan pola pitanya, kemarin Santi yang gambar. Santi mau kan bantu teman-teman?” Tanya Pak Harry. Santi mengangguk, dengan semangat mengambil tas di mobil, dan salam pada Papa. Tak lupa, Santi berbisik pada Papa, “Terima kasih Pa! Santi ga akan bohong lagi. Nanti di rumah, Santi akan buatkan teh kesukaan Papa,” Bisiknya. Papa tersenyum bangga, melihat Santi yang sudah berlari masuk ke sekolah.