Artania Shakira kerap disapa Tania, seorang gadis tunarungu miskin yang berprestasi, ia hidup bersama ibunya karena ayahnya meninggalkannya disaat ia berumur belia. Ibunya bekerja sebagai pembantu di rumah orang, ia keluarga yang berkekurangan, tapi karena kecerdasannya ia mendapatkan beasiswa di sekolah elit di kotanya. Selain itu, Tania juga mendapat alat bantu pendengaran agar Tania dapat mendengarkan materi dari guru di sekolah.
Tania, dia gadis tunarungu yang berkekurangan, sejak sekolah dasar ia sering diejek dan dibully oleh teman-teman sekelasnya. Bahkan, sampai ia duduk di bangku SMA pun ia masih mendapatkan bullying dan ejekan dari teman sekelasnya, salah satunya yaitu Faira Lestari bersama teman satu gengnya yang termasuk kalangan orang kaya di sekolah itu.
“Hey tania, anak tunarungu nan miskin, kok bisa sih lo sekolah di sekolah orang yang rata-rata anak konglomerat?” tanya Faira sarkastik. “Aku dapat beasiswa jadi bisa sekolah disini,” jawab Tania setelah memakai alat bantu pendengaran. “Lo sadar gak sih, kalau orang kaya lo itu gak cocok sekolah disini, udah miskin, dekil, lihat deh penampilan lo itu cupu banget beda sama kita-kita yang fashionable,” ejek Faira. “Aku apa adanya Faira, aku memang bukan anak orang kaya, tapi aku berusaha membantu ibuku dengan masuk sekolah dengan beasiswa,” jelas Tania sambil menahan tangisnya. “Dih, anak pembantu aja bangga,” sinis Faira. “Apapun pekerjaan ibuku, itu demi menafkahi aku dan adikku dan aku gak minder dengan pekerjaan ibuku,” jawab Tania. “Lagian ibuku bekerja secara halal bukan mencuri ataupun bekerja kotor jadi aku gak pernah merasa rendah kalau ada yang mengejek ibuku pembantu,” ucap Tania yang berusaha untuk tersenyum. Sebagai seorang anak, siapa yang tidak menangis jika diejek seperti itu? “Dih, sok iye lo, sana jauh-jauh lo dari gue,” ucap Faira seraya mendorong Tania hingga jatuh di lantai. Tania tak membalas perbuatan temannya itu, sadar karena diperhatikan oleh teman yang lainnya, ia berlari ke kamar mandi dan menangis sejadi-jadinya.
“Tuhan, aku gak sekuat yang engkau bayangkan tapi aku tau engkau yang menguatkan hatiku saat ini,” tangis Tania. Hatinya begitu sakit karena setiap harinya ia selalu mendapat omongan yang menyakitkan dari teman-temannya yang tak pernah ia balas, ia tahu bahwa Tuhan maha melihat dan maha mendengar. Ia dengan cepat menghapus air matanya dan kembali ke kelasnya. Di kelas tak seorangpun yang duduk disampingnya, semua temannya merasa tidak selevel dengannya yang notabenenya anak pembantu.
Saat pulang sekolah Tania selalu berjalan kaki, karena ia menabung uang yang diberi ibunya untuk naik angkutan umum, hal itu selalu dilakukan Tania, uang itu ia tabung untuk masa depannya kelak. Selain itu, Tania tidak pernah jajan di kantin sekolah karena Tania membawa bekal dari rumah. Dia lebih memilih menabung uangnya daripada untuk jajan.
Suasana sore hari yang mendung membuat Tania mempercepat langkahnya. Ia pulang terlambat karena ada ekstrakurikular yang diwajibkan untuk hadir. Ditengah perjalanan, tepatnya di sebuah jalan setapak yang sepi, Tania mendengar sayup-sayup suara yang meminta tolong dan ia merasa familiar dengan suara itu. “TOLONG, TOLONGIN GUE.”
Tania dengan segera mencari sumber suara itu ternyata di seberang sana ada seorang perempuan yang sedang dihadang oleh 2 orang preman jahat. Dan perempuan itu Faira teman sekelasnya yang sering membullynya. “TANIA, TOLONGIN GUE PLEASE HIKS SAKIT BANGET TANGAN GUE,” teriak Faira pada Tania, ia menangis karena cengkraman preman itu sangat kuat.
Tania mencari cara untuk menyelamatkan Faira, matanya memandang sekeliling dan menemukan sebuah balok kayu, tanpa basa-basi Tania mengambil balok kayu untuk melawan preman itu. “BUGH.” “BUGH.” Tania memukul preman yang mencengkram tangan Faira dari belakang dan membuat preman itu terjatuh dan pingsan. Dan memukul preman satunya sampai terjatuh. Tania dengan cepat menarik tangan Faira untuk kabur dari situ. Namun naas, preman yang terjatuh tadi bangkit lalu mengejar Tania dan Faira. Keduanya pun ketakutan ketika melihat preman itu masih mengejar mereka. Kemudian mereka bersembunyi di pos satpam dekat rumah Faira.
“Kamu gapapa kan Faira?” tanya Tania. “Gue gapapa kok,” isak Faira masih trauma dengan kejadian tadi. “Untunglah, aku takut kamu kenapa-napa, yaudah aku pergi dulu ya,” pamit Tania. “Tunggu,” cegah Faira. Tania membalikkan badannya saat Faira menghentikannya.
“Makasih Tania, maafin gue selama ini udah bully lo, udah jahat sama lo, gue sangat menyesal, gue janji gak seperti itu lagi,” ucap Faira menyesal akan perbuatannya. “Gapapa kok, aku gak bawa ke hati perkataan kamu ke aku, aku juga udah maafin kamu kok,” ucap Tania tersenyum tulus. “Makasih Tania,” ucap Faira memeluk Tania, Tania pun membalas pelukan Faira. “Gue janji gak akan bully orang lagi, gue mau lo jadi sahabat gue, lo mau gak Tania?” tanya Faira Tania yang mendengar ucapan Faira dengan antusias mengangguk, karena sejak ia masuk sekolahnya itu tidak seorangpun yang mau berteman dengannya.
Sejak kejadian itu, mereka menjadi teman dekat sampai masuk perguruan tinggi yang mereka impikan.
Perjuangan Tania untuk beasiswa pun tidak main-main, Tania selalu belajar setiap malam agar nilainya tidak turun, usaha Tania yang begitu besar membuahkan hasil yang maksimal sampai perguruan tinggi.
Dari sini, kita tahu bahwa menyakiti orang lain merupakan perbuatan yang tidak baik, selain itu dalam berteman pun tidak boleh membeda-bedakan karena kita semua sama, meskipun ia orang yang berkekurangan tapi ia mempunyai hati, hatinya akan sakit jika dihina. Menjaga lisan dalam berkata, karena ketika orang lain sakit hati akan membekas dihati. Orang yang terlihat jahat pun bisa menjadi baik bahkan lebih baik.