Pada hari Senin, setelah semalaman hujan mengguyur wilayah DKI Jakarta secara merata dan deras. Air hujan yang tersisa berjatuhan dari atap rumah-rumah warga. Embun yang menempel pada jendela rumah, tetesan embun dari dedaunan dan terdapat pepohonan serta tamanan hijau disekitar lingkungan membuat suasana sejuk dan tenang.
Seorang anak bangun dari tempat tidurnya menuju dapur untuk membuat sarapan, ia bangun pukul 05.30, anak itu bernama Ayu. Ia berusia 14 tahun, Ayu bangun untuk bersiap-siap berangkat sekolah. Dia, Ayah, dan Ibunya tinggal disebuah kontrakan dengan satu kamar didaerah Jakarta Timur. Hidup mereka sederhana, tak punya motor, mobil, sepeda dan barang-barang mewah lainnya, mereka juga taat dan rajin sholat. Bapaknya Ayu bekerja di matrial sebagai supir untuk mengantar pesanan orang, ia juga aktif dalam kegiatan lingkungan seperti ronda, kebaktian, acara di masjid, dll. Sedangkan Ibu Ayu bekerja sebagai tukang masak ditempat Catering milik temannya.
Ayu beranjak remaja dan mulai mengenal pergaulan, outfit. Setiap kali ia berangkat selalu menggunakan sepatu lamanya yang sudah dipakai dari kelas delapan, sepatu itu sudah usang setiap kali ada bagian yang copot orangtua Ayu hanya bisa sol sepatu tersebut. Setiap Ayu bertanya kenapa tidak membelikan sepatu baru untuknya, orangtuanya selalu menjawab ada keperluan lain yang lebih penting daripada itu.
Setelah sampai di sekolah Ayu melihat temannya memakai tas baru dari merek yang bagus dan pasti harganya mahal, ia ingin sekali tas itu tetapi tak tahu berapa harganya, ia tak berani bertanya kepada temannya itu karena malu dan kemakan gengsi. Akhirnya setelah pulang sekolah ia sempatkan pergi ke perpustakaan untuk meminjam komputer karena ia ingin cek harga tas tersebut dan terkejutlah dia mengetahui harga tas tersebut sebesar Rp 899.000,-.
“Sebenernya aku pengen dibeliin tas itu sih biar keliatan keren tapi harganya sangat mahal pasti tidak boleh dibelikan, tapi coba aja dulu deh minta siapa tau ibu bolehkan” ia berbicara dalam hati.
Sesampainya di rumah Ayu langsung berbicara kepada ibu mengenai tas baru temannya agar dibelikan. “Bu tadi Ayu lihat teman memakai tas baru, tas itu sangat keren dan bagus. Apakah boleh Ayu dibeliin?” “Tas apa nak? Berapa harganya?” tanya ibu Ayu sambil menjahit celana yang robek. “Tas yang belinya di toko di mall gitu bu, gak mahal kok Cuma Rp 899.000,- aja” “Astaga itu mahal banget Yu, ibu gak punya uang sebesar itu dan juga kebutuhan kita banyak nak. Bapak kamu juga pasti tidak akan beliin tas itu soalnya mahal banget mana belum gajian, belum lagi pas gajian dipotong lumayan banyak”. Ibu kaget mendengar harga tas itu dan berhenti menjahit.
“Sudahlah nak pakai aja tas lama kamu, toh masih bagus juga kan. Nanti kalau ada duit baru ibu beliin buat kamu”. “Ibu mah gitu dari dulu ketika Ayu minta sesuatu yang pasti harganya gak pas di dompet kita pasti saja menolak, bilangnya nanti tapi malah dibohongin sampai sekarang aja hp nya ibu janjikan dari tahun lalu gak dibeliin. Udahlah aku jadi malas sekolah, malas juga ama ibu buat badmood dan kesel aja”. Ayu berbicara dengan nada tinggi dan kesal lalu masuk kedalam kamar sambil membanting pintu.
Di kamar Ayu merenungkan diri dan menganggap mengapa ia miskin tidak seperti teman-temannya yang serba berkepunyaan, ia juga selalu gengsi. Besoknya Ayu ingin jalan-jalan bersama teman sekolahnya, dia tak punya uang sisa karena uang yang beberapa hari lalu diberikan sudah habis untuk jajan, ia meminta uang kepada bapaknya.
“Pak, Ayu minta uang dong soalnya mau pergi sama temen nanti siang.” “Mau pergi kmn sih nak? Bapak sekarang lagi gak punya uang banyak. Kamu mau 30 ribu? Bapak Cuma punya segitu.” “Yahhh sebenernya sih kurang, Pak. Tapi ya udahlah gak apa daripada gak ada sama sekali.” Ayu mengiyakan dengan muka kesal dan langsung berangkat sekolah.
Sekarang Ayu tak seperti kemarin-kemarin sudah jarang sholat, sering merenggek untuk dibelikan sesuatu, nangis-nangis jika barang tersebut tak dibelikan bahkan ia sering membuang makanan yang tak dia habiskan. Sampai-sampai ibunya marah dan sekali membentak Ayu. Terjadilah keributan antara Ayu dan Ibu, sesudah debat argumen Ayu masuk ke kamar dengan wajah kesal sambil menangis histeris dan berteriak. Selang 30 menit, Ibu masuk ke kamar dan meminta maaf kepada Ayu soal tadi siang.
“Nak, maafin Ibu ya tadi marah & bentak kamu sampai nangis, Ibu pun nyesel gak pengen marahin kamu sebenernya. Tapi kamu sudah tidak bersyukur, mau ini mau itu yang diluar ekonomi kita, sudah jarang sholat, tidak boleh begitu, sayang. Hidup harus disyukuri tiap hari apapun keadaan kita.” Ibu sambil menangis. “Ibu gak pernah nurutin apa yang aku mau selalu aja nolak, bapak juga sekali ngasih duit sedikit mana cukup buat jalan. Katanya juga selalu nanti dapat uang tapi mana gak pernah dikasih sama aku.” “Kita punya kebutuhan masing-masing, nak. Gak setiap apa yang kamu mau kami turutin. Sekarang ayo kamu ikut Ibu sebentar aja, ibu mau tunjukin sesuatu sama kamu.” Ibu mengajak Ayu ke suatu tempat dimana terdapat orang-orang miskin, terpapa, yaitu dibawah flyover jalan tol.
“Kita mau ngapain kesini sih, Bu?” Ayu kebingungan. “Ibu ajak kamu kesini untuk menunjukan betapa susahnya mereka tinggal ditempat itu, mereka kesusahan, miskin, makan seadanya bahkan makan makanan sisa kemarin saja mereka masih bersyukur. Mereka sholat juga ditempat yang kumuh, bau, tak nyaman tetapi masih bersyukur, Nak. Hidup kamu lebih baik dan beruntung daripada mereka, kamu bisa sekolah, makan cukup, pakaian yang layak selalu diberi kasih sayang. Tapi mereka tak pernah mengeluh. Kamu yang serba kecukupan walaupun tak semuanya bisa Ibu dan Bapak belikan tetapi kamu tidak bersyukur, sayang. Jangan melihat keadaan ekonomi seseorang diatas tetapi kita harus pandang bagian bawah dimana terdapat orang yang tak beruntung dari kita, nak.” Ibu menjelaskan sambil meneteskan air mata.
Disitu air mata Ayu keluar dan tak sadar kalau dia sudah tak bersyukur, selalu melihat keatas, selalu ingin dipandang kaya, terutamakan gengsi. Ayu langsung meminta maaf kepada Ibu dan Bapak karena selama ini telah mengecewakan hati mereka, dan ingin selalu bersyukur berada di keluarga yang telah ia miliki.