Malam itu Eve terbangun dari tidurnya lantaran merasa mendengar suara suatu barang yang terjatuh. Namun tak dia ketahui benda apa yang sebenarnya terjatuh. Dia pun memutuskan untuk turun dari atas kasur lalu menghampiri ibu dan ayahnya di kamar sebelah.
Belum sampai di kamar tersebut, Eve menemukan guci yang biasanya dipajang di ruang tamu itu pecah dan materialnya tentu berserakan di lantai. “Ternyata ini yang pecah,” gumam Eve.
Pada saat yang sama, dirinya mengingat bahwa guci itu ialah guci peninggalan nenek yang sangat berharga. Bahkan sang ibu selalu menjaga guci itu setiap saat. Tentu gadis ini langsung berpikir bagaimana guci itu bisa jatuh dengan sendirinya.
Tanpa berpikir panjang, Eve langsung bergegas membangunkan ibu dan ayahnya, padahal baru pukul 3 pagi. Setelah berhasil membangunkan kedua orangtuanya juga anggota keluarga yang lain, mereka semua berkumpul di ruang tamu dimana tempat guci tersebut pecah. Raut wajah ibu terlihat begitu emosi ketika mengetahui guci itu pecah. Entah karena apa, karena hanya ibu saja yang terlihat begitu histeris ketika mengetahui kejadian itu.
“Pasti dari kalian kan yang sengaja ataupun tidak sengaja memecahkab guci ini?” Tanya ibu dengan tegas. “Tidak kok, kami ga mecahin guci itu bu,” sahut Rav. Kata kami yang dimaksud ialah Rav dan Joy, yang merupakan kedua adik Eve. “Jadi siapa kalau bukan kalian berdua hah? Jangan bilang kalau kalian mau nuduh aku sebagai pelakunya?” ujar Eve sinis pada kedua adiknya. “Ya siapa lagi kalau bukan kakak? apalagi kan kakak yang pertama kali nemuin guci itu pecah. Biasanya para pelaku itu seperti itu untuk menghilkangkan kecurigaan orang lain,” ujar Joy.
Eve hanya menatapnya sinis. Sang ibu tak bisa biarkan guci ini begitu saja. Bukan karena sebuah alasan, hal itu karena guci tersebut merupakan guci antik peninggalan sang nenek. Bahkan jika dijual harganya bisa sangat mahal. Melihat tak ada yang mengaku diantara mereka, ibu pun mempunyai rencana untuk memancing mereka mengakui kesalahan yang telah dilakukan.
“Apa kalian tau kenapa ibu sangat tidak ingin jika guci ini pecah?” Tanya ibu dengan raut serius menatap ketiga anaknya. “Tidak bu,” jawab ketiga anaknya. “Itu karena guci itu ialah guci keramat. Sesiapapun yang merusak guci itu bahkan sampai memecahkannya, orang itu akan terkena kutukan yang mengerikan. Ibu tidak bercanda lho,” jelas ibu. Tentu yang dikatakan ibu bukanlah sebuah kebenaran, melainkan sebuah kebohongan sebagai umpan. Ketiga bersaudara itu saling menatap satu sama lain.
“ibu tau, diantara kalian pasti telah memcahkan guci ini. Ayo jujur!” perintah sang ibu. “Kalau kalian jujur, kutukan itu tidak akan terjadi bagi orang yang memecahkannya,” sambungnya.
Tak punya pilihan lain, juga karena takut akan kutukan yang akan terjadi, Rav akhirnya mengakui kesalahannya. Ternyata dia tak sengaja memecahkannya saat tak sengaja menyenggolnya. Setelah mengetahuinya, sang ibu tidak memarahi Rav, melainkan menasihatinya dengan baik. Rav pun berjanji tidak akan mengulagi kesalahan yang sama dan akan selalu berbuat jujur.