Suatu ketika di sebuah kampung bernama Kampung Buruh, hiduplah seorang juragan properti kaya raya bernama Pak Bambang Sutejo. Karena kekayaannya itu, Pak Sutejo merupakan orang yang sangat disegani di Kampung Buruh. Di rumahnya, Pak Sutejo memiliki dua orang anak. Satu anak laki-laki bernama Udin dan satu anak perempuan bernama Lana. Selain kaya, Pak Sutejo merupakan seorang ayah yang baik bagi anak-anaknya dan hal inilah yang membuat Pak Sutejo sangat dihormati oleh penduduk Kampung Buruh.
Pada suatu malam, Pak Sutejo mengadakan sebuah pesta yang mewah di rumahnya untuk merayakan kelulusan anak-anaknya dari universitas. Banyak teman-teman kayanya yang datang ke rumahnya untuk berpesta dan salah satu diantaranya adalah teman dekatnya dari kepolisian, Pak Muhammad Paijo.
“Wah, Pak Sutejo, anda sangat beruntung. Anak-anak anda sekarang sudah lulus dari universitas dan pasti anda sangat bangga tentang itu. Dan ngomong-ngomong soal kelulusan, anak perempuan semata wayang saya juga baru lulus dari SMA dan sekarang dia berniat untuk mendaftar ke universitas” Kata Pak Paijo. “Ya tentu saja, saya sebagai orangtua Udin dan Lana juga sangat bangga dengan mereka karena mereka mendapat nilai paling bagus di kampusnya. Dan saya juga berencana untuk mewariskan perusahaan properti saya ke Udin nanti” Balas Pak Sutejo ke Pak Paijo. “Oh ya? Baguslah kalau begitu. Tapi ngomong-ngomong dimana Udin? Dari tadi saya kesini dia belum kelihatan juga?” “Entahlah, mungkin dia sedang sibuk dengan urusan alumninya. Anda tahu sendiri kan dia itu orang yang aktif berorganisasi” Jawab Pak Sutejo.
Tanpa diketahui oleh Pak Sutejo, Udin ternyata sedang berada jauh dari rumahnya. Di suatu tempat, Udin membuka bagasi mobilnya dan membuat sebuah karung ke arah sungai yang dihuni oleh buaya. Dan tanpa diduga-duga, ternyata karung tersebut berisi mayat anak kecil yang dibunuh oleh Udin dan Udin membuang mayatnya ke sungai untuk menghilangkan jejak. Setelah menganggap kalau “pekerjaannya” selesai, Udin pun meninggalkan sungai tersebut untuk kembali ke rumahnya.
Beberapa hari kemudian, Pak Paijo menerima laporan tentang beberapa anak kecil yang hilang. Pak Paijo pun keheranan dengan kasus tersebut dan kemudian dia pun menugaskan beberapa personel untuk menyusuri daerah-daerah rawan kejahatan di sekitar Kampung Buruh.
Di lain tempat, tepatnya di perusahaan propertinya Pak Sutejo, Pak Sutejo menunjuk Udin sebagai CEO baru perusahaannya dan dia pun berharap kalau Udin bisa membuat perusahaannya menjadi lebih baik. Pada saat yang sama, anak Pak Paijo, Indah Fitriani juga datang ke acara pengangkatan Udin sebagai CEO baru perusahaan properti milik Pak Sutejo.
“Selamat siang Pak Sutejo, perkenalkan saya Indah Fitriani, anaknya Pak Paijo. Saya kesini untuk mewakilkan bapak saya yang berhalangan hadir untuk datang ke acara ini” “Wah… selamat datang Indah, saya baru pertama kali melihat kamu setelah beberapa tahun yang lalu. Seingat saya kamu dulu itu hanya anak SD. Tapi ternyata kamu telah tumbuh jadi perempuan yang cantik. Ngomong-ngomong kenapa bapakmu tidak bisa hadir?” Tanya Pak Sutejo. Kemudian Indah pun menceritakan tentang ayahnya yang sedang sibuk menangani kasus tentang anak-anak kecil yang hilang di Kampung Buruh.
Mendengar tentang kasus anak hilang tersebut membuat Pak Sutejo merasa ngeri karena dia takut kalau anak-anak itu jadi korban pembunuhan. Pak Sutejo pun berharap kalau si pelaku dihukum seberat-beratnya yang tanpa ia ketahui, darah dagingnya sendirilah yang merupakan pelaku dibalik hilangnya anak-anak yang malang tersebut.
Ditengah-tengah perbincangan tersebut, tiba-tiba Udin datang dan memotong pembicaraan. “Ada apa ini? Kenapa kalian ngobrol disini berdua saja? Sana ngobrol dengan tamu yang lain” ujar Udin. Ketika melihat Udin, Indah pun tak bisa memalingkan wajahnya. Ia terpukau dengan wajah orang yang dia dulu anggap sebagai kakak laki-lakinya dan kini setelah lama tidak bertemu, pada akhirnya takdir pun mempertemukan mereka kembali. Indah pun jatuh hati kepada Udin.
“Umm… A-Anu… Kak Udin… Eh, maksudku Pak Udin… lama tak berjumpa hehe… kamu makin ganteng saja.. eh! Maksudku selamat atas kenaikan jabatannya ya.. dan ngomong-ngomong aku harus ke kamar mandi sebentar” kata Indah dengan grogi sebelum dia pergi ke kamar mandi karena malu bicara di depan Udin.
“Sepertinya dia menyukaimu nak, kenapa kamu tidak ajak saja dia kencan?” Pak Sutejo mencoba untuk menyatukan dua indivual tersebut. “Entahlah Pak, aku mau fokus kerja dulu. Untuk urusan cinta sebaiknya belakangan saja. Lagipula, ketika aku melihat gadis itu kurasa dia akan terobsesi padaku untuk waktu yang lama” ujar Udin. Mendengar ujaran anaknya, Pak Sutejo pun mengerti jika Udin mau fokus kerja lebih dulu. Dia pun mendukung anaknya 100% agar bisa sukses dan suatu saat nanti bisa membawa menantu ke keluarganya yang tanpa diketahui oleh Pak Sutejo adalah anaknya mempunyai sifat yang amat buruk dan bahkan bisa membuat kehormatannya jatuh di mata masyarakat di Kampung Buruh.
Beberapa hari kemudian, polisi setempat kembali menemukan mayat seorang anak berusia 12 tahun berjenis kelamin perempuan di tepi sungai. Keadaan potongan mayat itu sudah sangat mengenaskan dan sebagian besar mayatnya sudah dimakan oleh buaya dan ikan-ikan penghuni sungai. Dengan penemuan mayat tersebut, polisi dan masyarakat pun resah. Melihat hal ini, Pak Paijo pun meminta bantuan kepada seorang detektif kampung dan juga beberapa orang personel SAR untuk menangkap si pelaku dan mencari sisa-sisa mayat korban di sungai.
Tak perlu satu hari, personel SAR berhasil menemukan tiga mayat anak kecil lainnya yang ada di dasar sungai setelah menangkap buaya yang mengganggu pencarian. Setelah dilakukan autopsi, akhirnya diketahui kalau anak-anak tak bersalah itu diperk*sa sebelum dibunuh. “Orang kurang ajar! Anak kecil pun diembat, benar-benar manusia akhir zaman!” ujar Pak Paijo dengan rasa jijik sekaligus marah setelah mengetahui motif pelaku pembunuhan.
Di lain tempat, berita tentang penemuan mayat anak-anak yang ditemukan di dasar sungai akhirnya sampai ke telinga Udin. “Gawat, rupanya Pak Paijo dan anak buahnya sudah berhasil menemukan korban-korbanku. Ini bisa mengganggu hobiku. Aku harus mencari cara lain untuk menghilangkan jejakku dari kejaran polisi setempat” ujar Udin yang dibuat khawatir akibat berita yang dia lihat di koran.
Cerpen Karangan: Ngurah Jordi Blog: cerpenngrjordi.blogspot.com