Kebahagiaan tampak di wajah Riana. Sambil bernyanyi riang bersama ayahnya, riana asyik menikmati pemandangan jalan raya pada pagi hari lewat jendela mobil. Saat ini riana sedang berulang tahun dan ingin menuju rumah nenek untuk merayakannya bersama dengan keluarga besar.
Ayah sangat menyayangi riana, bahkan ia rela berkorban apa saja untuk gadis kecilnya itu. Bukan tanpa alasan ayah bersikap seperti itu. Sejak berusia satu tahun, riana sudah ditinggal untuk selamanya oleh sang ibu. Karena itulah ayah merasa bahwa riana adalah tanggung jawab besar bagi dirinya.
Saat kondisi jalanan mulai sepi, tiba-tiba sebuah mobil besar berwarna hitam menyalip dan menghadang mobil mereka. Ayah yang sedang fokus menyetir pun terkejut dan mengambil rem mendadak.
Tiga orang laki-laki berjaket hitam keluar dari mobil itu. Mereka bertiga mengisyaratkan agar ayah segera keluar dari mobil. “Riana, kamu tunggu di mobil ya.” Riana yang terlihat bingung hanya mengangguk menuruti perkataan ayah.
Ayah pun keluar dari mobil dan menghampiri tiga orang tersebut. Salah satu dari mereka melangkah maju untuk berbicara dengan ayah. Sosok orang itu tampak memiliki badan yang kekar serta wajah yang sangar. “Untuk apa kalian menemui saya?” Ayah memulai pembicaraan. “Anda diminta untuk menghadap bapak kepala sekarang juga.” “Tidak, saya tidak akan pernah tunduk pada negara dan pemerintahan ini lagi. Pemerintahan ini layak untuk hancur karena merekalah penyebab istri saya meninggal.” “Maaf, jika anda tidak mau ikut kami secara baik-baik maka kami harus memaksa.” “Lancang kalian! Tau apa kalian soal misi ini?” Ayah menampar pria berjaket hitam itu. “Jika kalian tidak mau ada pertumpahan darah maka kalian semua harus…”
DORR!! Pria itu menembak ayah tepat di kepalanya. Riana yang melihat peristiwa itu hanya bisa berteriak kencang dan menangis. Hari ini, yang seharusnya menjadi hari paling membahagiakan kini berubah menjadi hari yang paling buruk di hidupnya.
22 tahun kemudian… Jenderal tentara bintang tiga itu menyodorkan sebuah foto kepada wanita muda yang duduk di hadapannya. Dalam foto tersebut terdapat tiga orang laki-laki berjas hitam lengkap sedang berdiri sejajar. Laki-laki yang berada di tengah dalam foto itu memiliki wajah asli Indonesia. Sedangkan dua lainnya berwajah Eropa tulen.
“Laki-laki yang ada di tengah itu adalah ayahmu, riana.” Riana menatap mata jenderal hans dengan waktu yang lama. Bukan karena tidak percaya, melainkan ia hanya ingin memastikan bahwa ayahnya benar-benar melakukan itu. Jenderal hans pun mengangguk tanpa ragu. Berusaha meyakinkan riana.
“Ayahmu adalah salah satu agen terbaik Indonesia. Namun dia malah membelot pada negara yang memiliki konflik dengan Indonesia. Dua orang yang berdampingan dengan ayahmu itu adalah mata-mata dari negara yang memiliki dendam pada kita.”
Riana meletakkan kembali foto itu di atas meja. Kini pikirannya semakin kacau. Berjuta pertanyaan memenuhi isi kepalanya. “Kenapa ayah melakukan itu?” “Saya yakin keluargamu sudah memberitahu bahwa ibumu juga salah satu agen bukan?” “Ya.”
“Dalam suatu misi ibumu harus terbunuh karena kelalaian dari pemerintah. Mereka telah gagal memberikan perintah yang benar pada ibumu. Namun, pemerintah menyangkal itu semua. Tentu hal itu membuat ayahmu marah, dan akhirnya inilah yang terjadi. Dia tidak lagi mempercayai pemerintah dan berkhianat.”
Riana tercekat dan tidak bisa berkata apa-apa. Ia memalingkan wajahnya dari jenderal hans agar Kepala Intelijen itu tidak melihat bahwa ia sedang menahan tangis.
“Lalu kenapa ayah harus dibunuh?” “Itulah cara kerja seorang Intelijen, riana. Kepala Intelijen yang memegang mandat pada saat itu merasa sangat marah dan mengirim tim khusus untuk menangkap ayahmu dalam keadaan hidup atau mati. Ayahmu adalah sahabat saya, riana. Saya juga merasa kehilangan.”
Tangis riana pecah setelah mendengar penjelasan dari jenderal hans. Dia merasa sangat hancur karena telah berada di posisi yang sulit seperti ini. Dirinya berharap bahwa semua ini hanya mimpi, dan ketika ia terbangun semuanya akan berakhir indah.
Namun kenyataannya tidak seperti itu. Sekeras apapun ia menolak, tetap saja semua tidak akan bisa berubah. Ayahnya akan tetap mati dan berkhianat pada negara, serta ibunya pun juga tak akan bisa hidup kembali. Riana paham akan hal itu, karena ini semua adalah takdir mutlak yang harus ia terima.
Cerpen Karangan: Ghassaa