Siang yang cerah diawal musim panas saat lonceng tanda pulang sekolah berbunyi dan semua murid akademi beranjak keluar dari kelas masing-masing. Seluruh sekolah riuh oleh gerombolan siswa yang bergegas pulang, beberapa memilih tinggal sebentar atau sekadar mengucapkan salam liburan pada teman kelas mereka. Aku tengah melangkah di halaman sekolah menuju gerbang untuk segera pulang saat sahabatku Fey tiba-tiba merangkul bahuku dengan kasar.
“Hai, Aine! Kau mau pulang bersama?” tanyanya sambil menunjukan cengiran khas. Aku hanya memutar bola mata sebagai tanda tak peduli. “Kau tahu? Madam Saveri membuka perpustakaan rumahnya untuk umum mulai musim panas ini,” Fey langsung berceloteh begitu kami duduk di bangku kereta. “Benarkah? Kau tahu darimana?” tanyaku menimpali. “Semua orang di Kota membicarakannya pagi ini. Aku dengar dari beberapa pedagang pinggir jalan saat hendak berangkat sekolah. Kau mau kesana bersama sekarang?” “Tentu saja, kenapa tidak?”
Madam Saveri adalah seorang janda tua yang cukup termasyur di kota kami. Konon, perpustakaan yang ia bangun memiliki luas satu hektar dengan rak-rak tinggi belasan meter yang berisi jutaan buku-buku berharga. “Pasti menyenangkan untuk kutu buku sepertimu mengunjungi perpustakaan orang terkaya di kota,” Ucap Fey. Kentara sekali dia tengah mengejekku.
Cerita tentang perpustakaan megah Madam Saveri bukanlah omong kosong. Bangunan itu seperti kastil megah berbentuk bulat dengan atap kaca. Bangunannya begitu luas dan memiliki tiga lantai dengan berjejer rapi rak buku yang didalamnya tersimpan jutaan buku dari berbagai negeri. Setiap rak buku memiliki tinggi sekitar lima meter dengan banyak tangga untuk menjangkau buku di rak atas. Pengunjung yang datang sangat banyak, seperti semua penduduk kota berkumpul di tempat ini. Orang-orang tampak menikmati setiap buku yang mereka baca, tak sedikit yang datang hanya karena penasaran atau sekadar iseng. Dibagian tengah perpustakaan ada sebuah ruangan kaca berisi tumbuhan-tumbuhan langka. Seperti sebuah green house di dalam perpustakaan.
“Baiklah aku yakin kau sudah tak sabar untuk ‘berburu’. Aku akan berkeliling, nanti kita ketemu lagi. Daahh,” ucap Fey dan begitu ia selesai bicara ia langsung melesat ke dalam kerumunan orang diantara rak-rak buku itu. Aku memandang sekeliling sekali lagi. Bagian lorong yang aku lewati tampak sepi. Mungkin tidak ada buku yang menarik orang-orang untuk berkerumun disini. Tapi itu lebih baik buatku.
BRUK! Langkahku terhenti saat kudengar sesutu terjatuh dibelakang. Benar saja, sebuah buku yang menurutku cukup kuno terjatuh dari raknya. Perlahan aku melangkah untuk melihat buku itu, sampulnya berwarna merah hati terbuat dari kulit yang sudah sangat usang. Bagian kertasnya tampak seperti perkamen kuno yang sudah menguning dan beberapa bagian ujungnya termakan ngengat. Kuputuskan untuk mengambil buku itu dan membacanya. The Book Of Secrets (Sebuah Buku Rahasia).
“Dahulu kala, disebuah tempat yang dikelilingi oleh pegunungan yang besar terdapat sebuah negeri yang aman dan makmur. Sungai mengalir dengan jernihnya, dan sumber makanan di negeri itu tak pernah kurang. Dikelilingi oleh hutan yang luas dan subur, para pemburu tak pernah kembali dengan tangan kosong. Lebih dari itu, penduduk negeri ini bukanlah manusia biasa. Sebagian besar dari mereka adalah orang-orang dengan kekuatan luar biasa dan kemampuan yang berbeda-beda.
Raja mereka adalah seorang penyihir putih termasyur bernama Raja Arion, dengan kekuatan sihirnya ia membangun negeri ini dengan aman dan damai. Menjadikan hutan sebagai benteng mereka, dan salju sebagai pelindung dari orang-orang jahat. Mereka menyebutnya dengan Oalkshire negeri hutan bersalju.
Suatu hari, sang raja pergi berperang bersama pasukannya untuk melawan para Orc dan demon yang datang menyerang perbatasan. Raja kembali dengan kemenangan dan disambut dengan gembira oleh para penduduk. Salah satu tawanan musuh yang sangat cantik bernama Ondina diselamatkan dan dibawa ke Oalkshire. Sang raja merasa jatuh hati dan membawa Ondina ke istana untuk dijadikan ratu. Tapi siapa sangka, di malam terjadi badai yang memporak-porandakan Oalkshire sang raja terbunuh oleh ratunya sendiri yang merupakan seorang penyihir hitam yang sesungguhnya adalah pemimpin musuh. Ia mengambil alih kekuasaan dan memperbudak rakyat. Tak sedikit dari mereka yang memberontak, dan memilih melawan hingga mati. Tak sedikit pula yang memilih mengikuti sang ratu dan mengkhianati kaum mereka sendiri.
Bertahun-tahun berlalu dan penderitaan Oalkshire belum juga berhenti. Orang-orang memilih melarikan diri dan pergi dari negeri itu memasuki hutan salju yang dingin. Tapi Ratu Ondina yang jahat sangatlah licik. Siapa saja yang berusaha melarikan diri dari Oalkshire akan dipenjara dan dijadikan makanan para Orc.
Sebuah keajaiban tiga orang remaja yang melarikan diri dari Oalkshire dan lolos dari kejaran para Orc dan demon. Mereka bertarung dengan sekuat tenaga dan berlari menerobos hutan salju meninggalkan negeri mereka yang dulunya aman damai. Satu hal yang menjadi tujuan mereka, mencari buku rahasia untuk membuka portal ke dunia lain. Mencari pertolongan dari kaum dunia luar untuk mengalahkan ratu iblis bernama Ondina. Konon dalam buku itu terdapat mantra, yang hanya bisa dibuka oleh orang yang tepat pada saat malam purnama di musim panas. Mantaranya berbunyi ‘A Porta Clausit ostium Aperire’.”
Kosong. Halaman selanjutnya dari buku hanyalah perkamen tua kosong kekuningan dan lapuk. Aku membolak-balik setiap halaman dengan seksama hingga lembar terakhir dan masih tetap kosong. Aneh, batinku. Kuputuskan untuk kembali ke halaman yang terdapat tulisan tadi.
“A Porta Clausit ostium Aperire.”
Perasaan aneh menjalar di tubuhku setelah aku mengucapkan mantra itu. Tiba-tiba seluruh tubuhku bergetar dan sebuah cahaya seolah muncul dari buku yang kugenggam. Cahaya itu tampak menerpa wajahku dengan silau diikuti suara nyaring yang membuat telingaku sakit. Refleks kujatuhkan buku itu dan menutup rapat-rapat mata dan telingaku. Perlahan, suara nyaring itu mulai samar dan berganti menjadi suara jangkrik yang bersahutan. Begitupun dengan cahaya yang menyilaukan dari buku, perlahan menghilang lalu ruangan perpustakaan itu menjadi gelap dan dingin.
Perlahan kubuka mata dan napasku terasa tercekat saat yang kulihat adalah deretan pohon besar dengan guguran salju dari langit. Hari berubah menjadi malam dan perpustakaan Madam Saveri berubah menjadi hutan bersalju.
Belum sempat aku berpikir bahwa semua ini adalah mimpi, sebuah langkah terdengar mendekat kearahku. Langkahnya cepat dan berat membuatku makin putus asa. Segera saja kakiku melangkah menjauh dan bersembunyi di balik pohon. Dua orang aneh berhenti di tempat aku terduduk tadi. Bukan! mereka bukan orang, kulitnya berwarna hitam, kasar dan berbadan besar. Bau anyir darah terasa menyengat dari tubuh mereka, masing-masing dari mereka mebawa sebuah kapak besar yang berlumuran darah. Salah satu diantaranya membungkuk mengambil sesuatu. Mataku terbelalak, bodohnya aku meninggalkan buku itu disana.
Kulihat mereka bergegas pergi dan membawa buku itu kembali masuk kedalam hutan yang gelap. Malam itu purnama, ditengah-tengah hutan bersalju. Itu hal yang sangat ganjil harusnya ini adalah musim panas dan jika memang sedang musim dingin langit tidak akan secerah seperti sekarang. Aku membelalak saat menyadari sesuatu, hutan, salju, dan makhluk-makhluk ajaib, apakah aku masuk ke dalam buku itu? Mustahil ini tidak masuk akal.
Segera aku berlari menjauh dari tempat itu mencari jalan pulang. Percuma. Kakiku terasa mau patah dan aku sangat lemas, aku sudah berputar-putar di hutan ini dan tetap saja aku tidak bisa keluar. Aku benar-benar terjebak.
“Hey Kau! Bangun! Kau baik-baik saja?” aku membuka mataku perlahan, hari sudah terang dan ada tiga orang yang mengelilingku. Mereka tampak asing. “Kau baik-baik saja?” tanya salah satu diantara mereka. Seorang gadis seumuran denganku kurasa. Rambutnya lurus berwarna hitam legam dengan mata biru. Dia tampak seperti orang pada abad pertengahan terlihat dari cara berpakaiannya. “Siapa namamu? Apa kau tersesat?” “Aku Aine. Kurasa begitu,” jawabku singkat. “Namaku Rhoswen pengendali tumbuhan. Ini saudaraku Flyn dia Animagus,” tampak dia memperkenalkan laki-laki yang cukup mirirp dengannya. Dia mengangguk singkat padaku dengan tatapan datar. “dan ini sahabatku Ansell. Centaurus,” dia memperkenalkan sesosok makhluk setengah manusia setengah kuda dengan telinga runcing dan rambut panjang diikat kuda.” Halo!” sapanya ramah. Setidaknya Ansell tidak dingin seperti Flyn, dan Rhoswen terlihat seperti gadis ramah pemberani.
“Jadi, Aine darimana asalmu?” tanya Rhoswen lagi yang kujawab dengan menyebutkan nama kotaku. Kulihat dari ekspresi mereka sepertinya mereka tidak tahu. Jadi kuputuskan bertanya balik dimana sebenarnya tempat ini. “Oalkshire tentu saja. Kami berasal dari desa di distrik timur bagian paling dekat dengan hutan ini. Yahh setidaknya tempat ini masih terasa seperti rumah. Kami melarikan diri dari kejahatan si Ondina penyihir hitam,” aku langsung tersentak dan buru-buru berdiri. Aku benar-benar masuk kedalam buku itu.
“Apakah kalian tiga remaja ajaib yang mencari buku rahasia menuju portal ke dunia lain?” tanyaku panik. Aku tidak berharap omonganku ini benar. Tapi melihat ekspresi mereka aku tahu aku memang benar. “Aku tahu dimana benda yang kalian cari,” Tanpa basa-basi dan tanpa mendengar bagaimana aku bisa tahu, mereka langsung memasang posisi siaga. Ansell menarikku untuk naik ke punggungnya sementara Flyn berubah menjadi seekor kuda dan Rhoswen naik ke punggungnya. Ansell berlari sangat kencang membuatku berpegangan pada bahunya.
Kami tiba di perbatasan dan menunggu malam hari untuk melihat keadaan. Malam ini purnama terlihat terang dan kami melangkah perlahan dengan wujud manusia. Menyelinap dibalik pohon dan mencari buku perpustakaan itu.
“PENYUSUP!!” Sebuah suara berat mengerikan terdengar dan sontak kami berlari ke sembarang arah. Sialnya kami terkepung bahkan sebelum bergerak sama sekali. Ansell segera mengubah wujudnya menjadi centaur dan menghunuskan pedangnya kearah para orc. Rhoswen mengendalikan pohon-pohon disekitarnya sebagai senjata dan Flyn berubah jadi beruang hitam raksasa. Aku? Tentu saja aku langsung berlari dan bersembunyi dibalik pohon ek besar atau aku akan mati pada tebasan pertama kapak para Orc sialan itu.
Pertempuran berlangsung begitu saja dan mereka benar-benar melawan puluhan orc yang jauh lebih besar. Tapi kekuatan mereka memang bukan main, bahkan puluhan orc perkasa itu tidak bisa menyentuh tiga orang remaja pemberani.
Ditengah kobaran api dan hiruk pikuk pertempuran tampaknya tak ada yang menyadari keberadaanku. Dengan hati-hati dan takut aku mencoba melihat sekeliling mencari keberadaan buku itu. Entah kebetulan atau memang buku itu sengaja menampakan diri aku langsusng melihatnya, aku merangkak dengan cepat untuk mengambilnya saat salah satu Orc menyadari keberadaanku dan mengayunkan kapaknya. Aku menjerit dan menutup mata, tapi Ansell berhasil menepis kapak itu dengan pedangnya.
“Cepat ambil buku itu dan pergi dari sini,” teriaknya sambil melawan para Orc. Tanpa diminta dua kali aku berdiri dan berlari secepat mungkin meraih buku itu. Saat itu juga mereka bertiga merapat kearahku. Para Orc itu semakin dekat dan tampak teman-temanku sudah kehabisan tenaga.
Belum sempat aku berpikir jernih, sebuah kilatan hijau menyambar secara bergantian. Mereka bertiga jatuh terpental tak jauh dariku. Aku tersentak dan melihat dari mana asal cahaya itu. Seorang wanita memakai jubah hitam dengan tongkat bertahtakan permata hijau tampak berdiri menatapku tajam. Di kepalanya terpasang mahkota emas berkilau. Apakah dia Ondina? Dia mengacungkan tongkatnya padaku saat kudengar Rhoswen berteriak “Baca manteranya Aine!” Bersamaan dengan cahaya hijau yang mengarah padaku refleks aku berteriak serak.
“A Porta Clausit ostium Aperire,” dan semuanya gelap.
Aku membuka mata dan mendapati diriku tengah berada di lorong perpustakaan tadi, aku kembali tanpa mereka bertiga. Aku bahkan tidak bisa menyelamatkan mereka. Aku terisak, memeluk lututku dengan gemetar. Apakah ini akhir dari buku itu?
Cerpen Karangan: Indar Widia Blog / Facebook: Indar Widiastuti Rahayu Silahkan bagikan cerpen ini pada mereka yangingin bermain di dunia imajinasi. ketuk DM @widiaayu.idr jika berkenan untuk berdiskusi. terimakasih