Suasana kelas sedang hening saat ini. Walaupun jam istirahat sudah tiba, namun seperti biasa Tom mengajak orang-orang untuk mendengarkannya bercerita di belakang kelas. Dilihat dari cara penyampaiannya yang serius, Tom mungkin sedang membicarakan pengalaman horror lagi. Ah si aneh itu. Aku tidak percaya padanya. Semua perkataannya terkesan mengada-ngada dan tidak masuk di logika. Tapi seringkali aku penasaran, apa yang sedang dia bicarakan kali ini. Jika minggu lalu dia menggelitikku setelah membahas tentang monster tisu basah, kali ini dia akan membahas monster aneh apalagi? Tak kuasa aku menahan senyum di bibir jika mengingatnya. Akan kuhampiri kerumunan itu selepas menyelesaikan beberapa soal lagi yang diberikan pak guru, tadi.
Aku melangkah mendekati mereka. Kulihat mata mereka menatap Randi serius. Beberapa orang bahkan saling berdempetan layaknya sebuah buku di rak. Tiba-tiba aku terpikir sebuah ide cemerlang. Aku mengubah cara berjalanku dengan berjingkat pelan dan menahan sedikit napas. Suasana yang hening dan sunyi, seketika kupecahkan dengan satu teriakan keras, “WOY!!!” seraya menepuk keras bahu mereka. “ASTAJIM!!! Yaelah Ko. Ngagetin aja lo!” “iya nih, emang rese nih anak” keluh mereka kesal dengan mengernyitkan dahi. “hahaha. Cemen lo, gitu aja kaget. Ada apa sih ini serius amat?” tanyaku penasaran seraya menyelipkan diri di tengah-tengah mereka. “ini, kemaren gue liat sosok besar di belakang sekolah. Nah… terus…” kalimat Tom terpotong seiring dengan terlihatnya pak guru di balik jendela sedang berjalan kearah mulut pintu. “BUSET… gue belum ngerjain tugas tadi!” ucap mereka.
Aiko, begitulah cara mereka meyapaku. Aku adalah seorang cewek yang menganut paham logis dan realistis. Berbeda sekali dengan teman-temanku disini. yang sebagian besar menyukai hal-hal klenik dan mistis.
Warna Jingga membentang di langit. Sebagian besar orang sudah meninggalkan lingkungan sekolah. Hari ini jadwalku piket. Sebelum pulang, aku harus membersihkan dan merapikan kelas bersama beberapa teman yang bertugas juga hari ini, diantaranya adalah Randi.
“Sial! Kemana sih yang lain Ran?” “kabur, biasalah anak bandel” “Cih, ga bertanggung jawab banget!” “eh, Ko gue pinjem duit dong, mendadak pengen beli es krim” pintanya. “sore-sore kok jajan es krim sih, bentar” keluhku seraya merogoh saku celana. “maaf Ran, gaada nih.” ucapku setelah tidak kudapati apa-apa di dalam saku celana. Padahal seingatku tadi ada deh, jatuh mungkin. Rendi menggerutu dan melontarkan sindiran kecilnya padaku, aku pelit katanya. Dia pun melangkah pergi.
Lama kutunggu, Randi tidak kunjung kembali. Bangku sudah kutata rapi dan lantai pun sudah bersih. Kusisakan kaca kotor sebagai untuk Randi membersihkannya. Kududuk bersandar di depan kelas dan membuka gawai, seraya menunggunya kembali.
Tiba-tiba sebuah sodoran es krim mengejutkanku, “Heh, katanya lo gapunya uang, Ran?” gerutuku kesal sembari menerima sodorannya. “hehe, rahasia deh,” tuturnya aneh, seperti menutupi sesuatu. Mungkin Randi membantu bu kantin mencuci piring? Ah masa bodoh dengan itu, aku tidak peduli. Yang penting kini, aku bisa menikmati es krim gratis.
Sedang asyik menyantap es krim bersama Randi di depan kelas, tiba-tiba Randi mengeluh, “eh, kok eskrimnya pahit ya? Rasanya kayak tanah” sembari mengernyitkan dahi. “Hah? Masa rasa tanah sih?” ucapku. “beneran deh Ko, nih cobain sendiri punya gue” papar Randi seraya menyodorkan eskrim itu ke hadapanku.
Dan setelah kucoba beberapa gigitan, tidak ada yang aneh, seperti rasa cokelat pada umumnya. Aku pun menggelengkan kepala padanya tanda tidak setuju. Namun tiba-tiba Randi terbatuk, semakin lama semakin keras dan semakin nyaring. Dia menepuk-nepuk dadanya keras, seolah ingin mengeluarkan sesuatu yang berada di dalam sana. “Ra-randi? Lo-lo gak papa?” Dia tidak menjawabku. Namun wajahnya saat ini nampak memerah, matanya pun demikian. Segera kusodorkan botol air milikku padanya. Dia menepis sodoranku dan terus terbatuk, kali ini dengan terbungkuk-bungkuk. Aku panik, aku harus berbuat apa. Ini bukan tersedak, dan aku tidak mengerti.
Tiba-tiba Randi mengeluarkan isi perutnya. Dia memuntahkan cairan berwarna cokelat terang, Eskrim yang tadi? Tidak berhenti sampai disitu, sepertinya Randi akan muntah kembali. Benar saja, hah? Tanah? Randi memuntahkan tanah? Aku tersentak, melihat tanah yang basah itu kemudian menggumpal dan mengembang semakin besar dan membesar, hingga aku harus menengadah untuk melihatnya. Jantungku berdegup kencang menyaksikannya. Apa ini? Tidak masuk akal. Aku terpatung memperhatikannya dengan mulut yang sedikit menganga dan tidak percaya. Perlahan makhluk besar ini membentuk sebuah tangan dan kaki lalu mengakhiri perubahannya.
Kini tangan besarnya bergerak mengambil muntahan eskrim tadi. Sontak aku terkejut dan merasa takjub, tatkala kulihat perubahan muntahan eskrim itu menjadi selembar uang yang berwarna kuning. Transisi perubahannya begitu rumit dan mendetail. Aku merasa takut dan bertanya-tanya. Bagaimana semua ini bisa terjadi?
“INI UANGMU,” menyodorkan uang itu padaku. kuterima itu dengan tangan yang bergetar hebat. “HEY! JANGAN TAKUT! AKU ADALAH MONSTER TANAH KEADILAN, AKU AKAN MENJAGA UANG KALIAN YANG TERJATUH DI TANAH. WALAUPUN UANG ITU SUDAH DIPAKAI, KEADILANKU AKAN MENGEMBALIKANNYA.” Ucapnya lantang.
Tiba-tiba monster itu melebur hingga menjadi butiran kecil, seperti tepung, dan terhembus jauh oleh angin, aneh sekali. Jantungku perlahan mulai tenang. Tak terasa keringat sudah mengucur hingga membasahi pipi. Aku ketakutan mengingatnya, makhluk apa itu?
—
Seperti biasa di sela-sela istirahat kuajak orang-orang berkumpul untuk membahas semua kejadian horror yang kubaca di forum monster online. Hari ini aku akan bercerita tentang siluman ular kadut. Setelah semua orang telah berkumpul, kulihat ada wajah baru yang menungguku bercerita, A-aiko? “Tumben lo ikut kita-kita cerita beginian?” ledekku. Dia membalasku dengan senyuman manisnya.
Cerpen Karangan: Noname Blog: mikhwanulkirom.blogspot.com