Indah bukan? Salju itu? Ku bertanya pada dirinya yang berada di belakang diriku selagi ku berputar meliriknya. Tak bergeming dan hanya senyuman bagai bunga yang siap mekar di tengah putihnya salju.
Rambutnya hitam dan panjang tubuhnya yang mungil dan wajahnya yang imut. Tak akan ada yang menduga bahwa dirinya merupakan pembunuh massal. Namanya tidak lain adalah Noir. Gadis mungil dengan ideologi yang berbahaya.
Noir menjawab pertanyaanku dengan tertawa kecil dan mengangguk menyatakan tentu. Kami memang berbeda umur tetapi diriku tidaklah sebanding dengan kepintaran dan keahliannya.
“Maaf Noir tapi aku harus menebus kesalahanku saat ini”, ku berkata sambil mengajaknya berjalan. Hanya putih salju dengan pepohonan dan jalur taman pada siang hari itu. Noir menggeleng kepalanya dan mengatakan diriku tidak memiliki kesalahan apa pun.
Diriku hanya tertawa mengingat kesalahanku yang dirinya juga mengetahui apa kesalahan tersebut. “Dokter tau berapa orang yang saya bunuh?” Diriku hanya mengangguk dan mengucapkan jumlahnya. Mendengarnya saja ia terlihat tergelitik. “Apakah dokter mengetahui teka teki trem” aku mengangguk. Teka teki mengenai moral. Intinya hanya merupakan, apakah kau mau menyelamatkan 4 orang bila kau harus mengorbankan satu orang. Terlebih lagi bila orang tersebut adalah orang yang kau sayangi.
“Permasalahannya adalah, ketika itu dokter tidak mengetahui bahwa dokter berada dalam teka teki tersebut” aku tidak menjawab apapun. Kutarik rokokku dari kantong dan mulai merokok didepannya. Biasanya aku tak akan merokok didepan anak kecil, terlebih lagi seseorang di bawah 18 tahun. Akan tetapi anak ini berbeda.
Kami hanya berjalan terus hingga kami melihat sebuah pohon yang rindang. Pohon yang tertutup oleh salju secara keseluruhannya. Hanya batangnya yang terlihat dan beberapa akarnya. “Apa yang kamu rasakan ketika kau melakukannya?”
Noir tidak menjawab, kupikir itu merupakan hal yang akan susah dijawab oleh seorang gadis kecil. Tetapi ketika ku melirik dan melihat wajahnya. Ia tersenyum dengan manisnya. Bukan senyum mengerikan atau bagai senyuman sinis, hanya senyum yang ikhlas.
Dia tertawa kecil dan mengatakan sepertinya tuhan sudah menyediakan tempat khusus untuknya. Kubuang rokok ke tumpukan salju dan menarik pistolku. Sebelum kutarik pelatuknya, ia sudah memegang pistol tertuju pada kepalanya.
“Tidak perlu repot dokter, dokter sudah berusaha sebisa mungkin”. Kusimpan pistolku. Ia tersenyum dan mengeluarkan smartphonenya kemudian menyalakan lagu. Lagu yang ia pilih adalah white day in the blue. Lagu favoritnya ia bilang tetapi aku tahu lagu ini. Ini merupakan lagu yang dulu kami nyalakan ketika ia terbangun di rumah sakit.
Dia tiba-tiba menarikku dan kami mulai berdansa. Ia memegang pistol di satu tangan tertuju pada perutku. Satu tangan lagi memegang tanganku yang dingin. Ia menyatakan tanganku secara mengejutkan hangat sekali. Kepalanya yang bersandar kepada dadaku begitu kecil kepalanya. Kami terus menari hingga lagunya akan berakhir.
“Dokter Ishtarna Felicia, terimakasih sudah menyelamatkan Noir waktu itu, dan terimakasih untuk dansa terakhir Noir” ia tersenyum dan hanya suara pistol yang mengikuti. Tubuhnya terjatuh ke belakang dan menimpa tumpukan salju. Ku mendekati dirinya dan melihat wajahnya yang penuh senyum. Ku pergi dan meninggalkan jasadnya dibawah pohon terbaring diatas salju berwarna merah.
Esok harinya, ku mendengar kasusnya dianggap bunuh diri. Tetapi ada kasus lain di Internet yang tak kunjung selesai. Pembunuhan 20 orang ternama yang merupakan orang-orang terkaya dunia. Mereka masih tidak tahu bahwa pembunuhnya adalah Noir. Menurutnya sistem dunia ini tidak adil. Dia berharap untuk menjadi seorang lelaki yang tampan dan perkasa, tetapi dunia tidak memperbolehkan hal tersebut. Mungkin dia memang benar dan dunia ini memang tidak adil.
Cerpen Karangan: Ymir youtube.com/channel/UCYAK-3X57hzjIRVLBxXdSIA