Tetesan air hujan mulai mereda, deru angin menerpa wajah seorang pemuda berdarah campuran berusia 16 tahun tersebut. Ia bertujuan mencari boneka beruang berwarna coklat milik adik pantinya. Boneka tersebut hilang karena telah terjadi pertengkaran kecil antara anak-anak panti. Reyna selaku pemilik boneka tersebut menangis karena boneka tersebut satu satunya peninggalan dari kedua orangtuanya. Karena merasa kasihan Arkasya mencari boneka tersebut dan berharap menemukannya.
Ternyata boneka tersebut ditemukan di dekat bangunan tua jauh beberapa meter dari Panti Asuhan Akasia. “Kenapa boneka Reyna bisa ada disini?” tanyanya dalam hati. Tanpa berpikir panjang, ia langsung kembali ke Panti Asuhan Akasia tempat ia dibesarkan. “Wah, terima kasih kak!” seru Reyna sambil menangis. “Sudah, tidak usah menangis.” ucap Arkasya menenangkan.
Arkasya membuka handphone dan ia melihat postingan teman-temannya yang sedang melaksanakan study tour. Ia hanya bisa meratapi nasib dan bersyukur telah dibesarkan di panti ini. “Huuftt…, andai saja aku bisa pergi ke Jepang.” keluh Arkasya. “Bersabarlah Arkasya nanti kalau sudah dewasa pasti bisa membawa Ibu serta Adik-adik berlibur ke Jepang.” semangatnya pada diri sendiri
Beberapa jam setelah Arkasya tertidur, terdapat cahaya biru di sekeliling tubuhnya. Ia tidak mempedulikannya dan lanjut tertidur. Setelah bangun, ia kaget mengapa ia berada di sekitar gunung. Arkasya menyadari bahwa ia berada di Jepang, tepatnya di Gunung Fuji. Ia panik karena ia tidak membawa uang sepeser pun.
“Bagaimana ini? Apakah aku harus bekerja agar bisa mendapatkan uang?” tanya Arkasya dalam hati. Akhirnya ia memutuskan mencari pekerjaan yang bisa dilakukan oleh remaja berumur 16 tahun dengan bahasa yang terbatas tentunya. Ia telah mencari kemana-mana tetapi belum ada yang menerimanya, dikarenakan ia tidak membawa identitas apapun dengan umur yang belum legal.
“Bagaimana ini? Aku lapar.” keluhnya. Tiba-tiba datang seorang Kakek yang memiliki mata berwarna abu-abu. Untunglah lelaki berumur itu bisa berbahasa Indonesia. Kakek tersebut mengajak Arkasya untuk istirahat di rumahnya. Arkasya ragu tetapi tetap mengikuti langkah kaki si Kakek.
Setibanya di rumah lelaki bermata abu-abu, untuk berbincang-bincang Arkasya menanyakan nama Kakek tersebut. Ternyata Kakek tersebut bernama Oshan. Tidak ada rasa canggung, Arkasya langsung menceritakan hal ganjil yang telah menimpanya beberapa jam yang lalu.
Kakek Oshan tidak menganggap terlalu serius perkataan Kasya. Tetapi Arkasya bisa membuktikan bahwa ia bisa menghilangkan barang. Arkasya bisa menghilangkan barang sejak berumur 3 tahun. Tetapi ia baru bisa mengendalikannya pada umur 15 tahun. Walaupun ia hanya bisa menghilangkan benda yang berukuran kecil.
Saat Arkasya menghilangkan barang, mata Arkasya berubah menjadi warna biru kelam yang seolah-olah akan menenggelamkan pikiran seseorang yang melihatnya. Tak tahu mengapa Kakek Oshan menangis melihat Arkasya. Arkasya yang tidak tahu mengapa Kakek Oshan menangis, ia mencoba menenangkan Kakek Oshan.
Kakek Oshan menceritakan penyebab ia menangis. Ia menangis karena mengingat temannya dulu sewaktu muda yang meninggal akibat peperangan di Feygical. “Memang dimana itu Feygical kek?” tanya Arkasya sopan. “Feygical itu bukan tempat tinggal untuk para manusia, melainkan tempat tinggal para pengguna elemen Bumi.” jawab Kakek Oshan. “Dan setelah melihat matamu, Kakek mengingat teman kakek yang bernama Vaden. Vaden itu sahabat Kakek. Apa kamu tidak sadar bahwa warna bola mata kamu berubah saat menghilangkan barang tadi?” lanjut Kakek Oshan. “Aku menyadarinya Kek, tapi aku juga bingung mengapa aku bisa melakukan hal yang aneh itu.” jawab Arkasya. “Itu bukan hal aneh, Cucuku.” timpa Kakek Oshan. “Hah, apa? Cucumu! Apa Kakek bercanda?” kaget Arkasya. “Walaupun kau bukan Cucu biologisku, tak apa bukan kalau aku menganggap Cucu sahabatku menjadi Cucuku?” tanya Kakek Oshan dengan rasa syukur. “Aku Cucu dari pria yang bernama Vaden?” tanya Arkasya penasaran. “Iya Kasya, kau dulu mempunyai Ayah yang bernama Donovan dan Ibu yang bernama Calithea.” jawab Kakek Oshan meyakinkan “Apa maksud Kakek dengan kata dulu?” tanya Arkasya. “Sebenarnya seluruh keluargamu dulu adalah bagian dari rakyat Feygical, tetapi seminggu setelah kelahiranmu ada sekelompok orang yang menggunakan sihir hitam untuk menguasai seluruh Bumi.” jelas Kakek Oshan.
Arkasya termenung setelah mendengarkan penjelasan dari Kakek Oshan. Ia kecewa mengapa ia tidak bisa melihat orangtuanya untuk yang terakhir kali. Dengan rasa bersalah Kakek Oshan memberikan sebuah tombak yang merupakan peninggalan dari sahabatnya dulu yang juga merupakan Kakek Kasya. Tombak tersebut memiliki 1 mata pisau yang tajam dan permukaan tombak tersebut berwarna biru gelap, terdapat ukiran juga dibagian ujung tombak.
“Kakek, apakah aku boleh bertanya tentang keluargaku?” tanya Kasya. “Kenapa tidak? Jika kamu tidak bertanya Kakek akan menjelaskannya sendiri kepadamu.” jawab Kakek Oshan tenang. “Feygical itu apakah sama seperti dunia pararel di film film?” tanya Kasya. “Benar, dan sekarang Feygical membutuhkanmu Arkasya.” jawab Kakek Oshan tegas. “Apa maksudmu kek?” tanya Arkasya khawatir. “Kakek sudah menceritakan sekelompok orang yang menggunakan sihir hitam kan, bahkan mereka sekarang sedang berada di titik puncak kejayaan. Kakek bahkan tidak tahu bagaimana keadaan Feygical sekarang.” Jelas Kakek Oshan dengan nada sedih. “Kenapa bisa begitu kek?” tanya Arkasya. “Karena mereka sudah memblokir semua akses untuk kesana.” jawab Kakek.
Arkasya sempat berpikir, dan ia menyadari sesuatu. Ia memiliki kelebihan untuk teleportasi, berarti ia bisa membawa Kakek Oshan ke Feygical. Lalu menyelamatkan Feygical dari orang orang yang telah membunuh keluarganya. “Kakek, ayo ke Feygical.” Ajak arkasya “Akhirnya kamu menyadarinya.” Bangga Kakek Oshan “Tunggu apa lagi? Ayo berangkat.” antusias Kakek Oshan “Eh, sebenarnya Kasya belum bisa menggunakan kekuatannya Kek. Hehe.” jawab Arkasya jujur. “Haduuuhhhh, yaudah sini Kakek ajari.” keluh Kakek Oshan. “Pertama kamu harus bisa fokus, kedua pikirkan dengan jelas tanpa ragu kalau kamu mau ke Feygical, ketiga rasakan seolah-olah kamu memiliki kekuatan magis.” jelas Kakek Oshan.
Setelah hampir 1 bulan Arkasya dilatih Kakek Oshan, ia mulai bisa mengendalikan kekuatan matanya. Walaupun ia hanya bisa mengendalikan 60% dari kekuatan matanya. Arkasya sudah menghubungi Ibu panti agar tidak khawatir dengannya dengan berbohong bahwa ia sedang ikut study tour tambahan.
Hari ini Arkasya dan Kakek Oshan hendak pergi ke Feygical. “Ayo kek, aku sudah tidak sabar untuk bertarung.” riuh Arkasya. “PLAK!” Kakek Oshan memukul kepala Arkasya. “Sakit kek, kalau Kasya gagar otak gimana? Nanti Kakek ga punya Cucu setampan Kasya.” canda Arkasya. “Jangan bercanda Aerglo Gwydion!” jawab Kakek dengan nada serius “Iya kek, jadi kapan kita berangkat?” tanya Arkasya. “Sejam lagi kurang lebih.” jawab Kakek Oshan.
Dalam waktu kurang dari 1 bulan, Kakek Oshan sudah menjelaskan semua termasuk nama asli yang diberikan keluarganya dulu yaitu Aerglo Gwydion. Arkasya merupakan nama samaran agar para death hunter tidak mengejarnya. Ia akan menggunakan nama Arkasya sampai para death hunter mengalami kekalahan. Death hunter merupakan julukan untuk orang orang yang bergabung dalam kelompok yang menggunakan sihir hitam.
“Semua barang sudah siap kek.” kata Arkasya. “Kamu sudah siap?” tanya Kakek memastikan. “Sudah sangat siap kek.” jawab tegas Arkasya. “Oke, kamu harus fokus Kasya.” ucap Kakek Oshan.
1, 2, 3 cahaya biru muncul dari sekitar tubuh Kasya. Itu tandanya teleportasi Kasya akan berhasil. Mereka kaget mengapa tiba-tiba berada di samping sebuah peternakan. Kakek Oshan terkejut betapa berubahnya negeri ini, yang dulunya damai menjadi seperti tanah yang terkena bebatuan neraka.
Saat mereka berkeliling, mereka menemukan seorang gadis yang sedang bertarung dengan 2 orang death hunter. Tak berpikir panjang Arkasya pergi menyelamatkan gadis tersebut. Dengan seketika mata Arkasya berubah menjadi biru. Arkasya sengaja menyerangnya dengan tombak peninggalan Kakeknya. Akhirnya 2 death hunter itu melarikan diri.
“Hey, kamu tidak apa-apa kan?” tanya Arkasya khawatir. 1, 2, 3 detik berlalu. “Hey!” ucap Arkasya sekali lagi. “Oh, iya aku tidak apa-apa kok.” jawab gadis itu sambil menyembunyikan wajahnya karena malu. “Namamu siapa? Kenapa death hunter itu menyerangmu? Kau tinggal dimana?” tanya Arkasya beruntutan. “Namaku Thalassa Louve biasa dipanggil Louve, aku tinggal di ujung menara bagian selatan, dan death hunter tadi mengejarku agar aku bisa dijadikan Sandra dan keluargaku menebusnya dengan uang.” jawabnya jelas. “Oh begitu, namaku Arkasya dan aku dari dunia bagian lain.” jawab Kasya enteng. “PLAK!” Kakek Oshan memukul kepala Kasya sekali lagi. “ADUH!” teriak Arkasya kesakitan. “Bukan apa-apa kok, kami pergi dulu.” elak Kakek Oshan. “Tunggu, aku sudah tau kok. Kata Nenek aku, di masa yang akan datang ada seorang lelaki yang memiliki bola mata yang unik. Di mana lelaki tersebut akan menyelamatkan Feygical dari death hunter.” jelas Louve. “Dan aku yakin orang itu adalah kamu Arsyaka.” sambung Louve. “Kalau aku bukan orang yang kamu maksud bagaimana?” tanya Arkasya. “Kamu meremehkanku?” tanya Louve dengan nada naik. “Ah, begini bukan bermaksud meremehkan tapi…” ucap Arkasya terpotong. “Kamu lupa kalau ini Feygical? Di mana ini adalah tempat para pengguna elemen Bumi, oh iya aku pengguna elemen petir sekaligus memiliki kemampuan membaca pikiran dan menebak masa depan.” sela Louve. “KENAPA BAKAT ORANG LAIN KEREEEEN!!!” seru Arkasya. “Sudahlah tinggal saja, tidak usah dihiraukan.” ucap Kakek Oshan pada Louve. “Siap kek.” ucap Louve.
Cerpen Karangan: Intania Aziza Blog / Facebook: Intania Azizaf