CERITA ini bermula ketika aku melihat seorang lelaki bagaimana ia menjalani hidupnya. Aku bertanya-tanya, kok bisa dia menjalani hidup seperti itu? Mungkin kalian semua akan bingung-apalagi aku, temannya sendiri. Dia mengatakan keesokan harinya hidupku akan menjadi lebih baik, besinergi, punya semangat untuk menjalani hari Esok. Tapi kenyataan yang terlihat, semua yang dikatakannya hanya sekedar kata. Lagi lagi hidupnya seperti itu-itu saja tidak ada perkembangngan yang berarti. Walau sekedar hal kecil. Sehingga terlintas di benakku, sebenarnya apa yang salah dengan lelaki ini. Untuk seusianya seharusnya dia sudah bekerja, punya keluarga, pokoknya hidup layaknya seperti manusia lain pada umumnya.
Namun ketika dilihat dan diamati lebih dalam lagi. Sorot matanya seperti sulit diartikan. Terpancar dari sorot mata itu, seperti tidak memiliki tujuan hidup, tidak berambisi seperti orang kebanyakan. Sebagai teman, aku merasa kasihan lebih tepatnya khawatir dengan keadaanya sekarang ini.
Jujur, aku yang tidak paham tentang jalan pikirannya pun bertanya. “Sebenarnya kamu itu kenapa?” “Memangnya aku kenapa?” Bukannya malah menjawab atau menanggapi, dia malah balik bertanya. Seharusnya dia tahu arah pembicaraanku kemana. Seperti percakapan bodoh yang terjadi detik ini antara aku dengannya.
“Aku perhatikan keseharisnmu selepas kita menamatkan kuliah,” “Memangnya ada apa dengan keseharianku?” “Tidak ada perkembangan sama sekali. Entah itu mencari pekerjaan atau bekerja, lalu menikah, layaknya seperti orang lain keluarlah dari rumah (bersosialisasi). Kalau hanya berdiam diri di rumah saja, rezeki itu tidak akan datang dengan sendirinya,” ucapku. “Memang betul yang kamu katakan. Aku sudah mencari kerja namun tidak dapat. Kalau urusan menikah, bagaimana seorang wanita mau denganku kalau aku sendiri saja tidak bekerja. Aku sudah keluar rumah, hanya saja pergi ke pasar membantu bapakku berjualan sebentar setelah itu balik ke rumah lagi. Dan memang aku tidak keluar, pergi ke wirit bulanan sekitar rumah atau kegiatan sosial lainnya. Hanya diam di rumah” jelasnya panjang kali lebar kali tinggi yang tidak kupahami itu. “Terus kenapa?” tanyanya lagi kepadaku dengan mimik wajah yang terlihat biasa saja.
Kalau orang lain pasti terlihat gelisah, cemas dan pastinya meminta solusi atau nasehat kepada orangtua, saudara, teman ataupun sahabat. Dan dia memepertanyakan padaku pertanyaan yang menurutku Konyol. Sungguh konyol. Dan kurasa percakapanku dengannya tidak memiliki arti hanya akan membuat orang lain pusing bagi yang mendengarnya.
“Disitulah letak kesalahanmu. Kamu sebenarnya tahu jawaban tentang hidupmu tapi tidak mau berusaha lebih keras dan hanya pasrah sekedar menjalani saja.” “Lalu?” “Hidup tak seharusnya seperti itu bung” kataku geram dengan kawan sepermainanku dulu saat menempuh pendidikan itu. Dia benar-benar berbeda dengan yang kukenal.
Dia juga seharusnya sadar, apa yang dilakukannya selama ini membuang-buang waktu. Dan ingat sang waktu itu tidak berbaik hati. Ia tidak akan menunggumu dan berbalik ke masa dimana kamu ingin merubah segalanya. ‘Tidak akan berubah nasib seseorang, kalau bukan orang itu sendiri yang merubahnya’
Lagi-lagi dia hanya menghela nafas. Dan mengatakan.. “Bagaimana bisa aku merubahnya? meskipun sekarang aku ingin, aku sendiri saja sudah meninggal dunia. Semuanya sudah terlambat” Katanya sambil diiringi dengan tangisan, melihat jasadnya sendiri di dalam mobil bersama teman yang melakukan percakapan dengannya itu. Keadaan mereka mengenaskan akibat kecelakaan.
Cerpen Karangan: Sri Maryati Facebook: ri Maryati ig: @sriimaryati21 Penikmat sastra demi memuaskan hasrat aksara yang mengembara.
Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 8 Mei 2021 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com Maaf kakak sempet off beberapa hari karena harus bolak balik ICU, ada anggota keluarga yang sakit meski pada akhirnya harus berpulang… stay safe ya guys!