Ryan terbangun dari tidurnya. Entah sudah berapa lama ia tertidur. Suara ketukan pintu terus terdengar tanpa henti. Namun dia tidak menghiraukannya. Ia lalu bangkit dari kasurnya yang empuk dan mengambil obat yang tergeletak di mejanya yang kumuh.
Suara ketukan itupun semakin keras bahkan beberapa kali terdengar suara beberapa orang yang memanggil namanya. Namun ia tak mempedulikannya. Ryan pun memakan obat itu dan dilanjutkan dengan meminum air putih. Dengan wajah lesu ia mengambil buku diarynya yang dia beri judul 2035. Tangannya yang sudah sangat kurus itu mengambil sebuah bolpoin yang nampak sudah sangat berdebu. Ia mulai pun mulai menuangkan rasa frustasinya ke buku diary miliknya.
Tiba tiba pintu yang mengurung Ryan selama bertahun-tahun akhirnya hancur. Mengetahui dirinya sudah tak bisa menghindar lagi, dia pun melempar obat obatan tersebut ke arah massa yang mengincarnya selama ini. Baru sepersekian detik obat itu dilempar, massa langsung berebut untuk mendapatkan obat yang super langka itu.
Dari pintu yang sudah rusak, seorang pria misterius berjalan masuk ke dalam rumah Ryan. Ia kemudian melihat tubuh Ryan yang sudah tidak bernyawa di samping buku diarynya. Dia lalu mengambil buku tersebut dan kemudian membacanya lembar demi lembar.
Di halaman pertama ditulis bahwa di tahun 2029 Indonesia telah menjadi negara miskin dan mengandalkan bantuan berupa pangan dari negara negara lain. Akan tetapi kondisi Indonesia malah makin memburuk dan membuat negara negara lain tidak mau lagi untuk membantunya.
Rakyat Indonesia pun dilanda kelaparan dan juga kemiskinan. Semua nampak suram tak ada cahaya sedikitpun. Hingga pada suatu hari datanglah seorang ilmuwan jenius yang ternyata dia adalah Ryan sendiri. Kecerdasan yang dimilikinya telah membantu banyak orang. Salah satu jasanya yang paling besar adalah membuat sebuah obat khusus agar seorang manusia mampu hidup tanpa makan dan minum dalam waktu beberapa hari. Tidak hanya itu, ia juga membagikan obat itu secara gratis ke seluruh rakyat yang ada di pelosok negeri. Namun kebaikannya itulah yang malah menjadi bumerang bagi dirinya.
Rakyat semakin serakah dan menginginkan obat tersebut secara terus menerus. Hal itu membuat Ryan semakin depresi karena stok obat yang makin hari makin menipis. Belum lagi istri dan anaknya yang semakin kurus dan akhirnya meninggal.
Sejak kematian istri dan anaknya, Ryan tidak ingin lagi membagikan obat itu dan akhirnya menarik diri dari lingkungan sekitarnya. Dia terus berpindah rumah agar tidak ada orang yang mengetahui keberadaannya. Selama berada di dalam rumah, ia terus menulis kesehariannya dalam bentuk buku diary. Selama 6 tahun dia terus menulis bahkan sampai akhir hidupnya yang menyedihkan.
Merasa bosan dengan buku tersebut, lelaki itupun membuangnya ke luar jendela dan ditemukan oleh seorang wanita muda yang pada akhirnya membukukan diary tersebut.
Cerpen Karangan: Restu Aditya S.