Kata orang, hidup Cinderella setelah bertemu dengan pangeran berubah bahagia. Tapi, apakah benar? Apakah mereka bahagia selamanya? Apakah tidak ada kesedihan lagi? Tidak ada ketakutan lagi?
Ella, seorang gadis berambut pirang dengan netra hazel itu menatap langit siang yang cerah. Ia memegang sebuket mawar biru yang didapatkannya di depan pintu rumahnya pagi tadi. Namanya memang Ella. Nama yang bagus untuk seorang gadis seperti dirinya. Namun, dia malah dipanggil sebagai Cinderella oleh kedua saudarinya lantaran selalu tidur di atap rumah.
“Siapa pengirimnya ya?” gadis itu bertanya tanya pada dirinya sendiri.
Ia memandang istana yang lumayan berjarak dari tempatnya saat ini. Besok malam akan diadakan pesta dansa di istana kerajaan. Cinderella yang harusnya ikut memilih gaun baru bersama adik dan kakaknya, malah memilih untuk kabur. Alasannya simpel, dia ingin berjumpa dengan ibu peri, memakai gaun berkilau penuh mutiara, dan menaiki kereta labu yang indah. Jangan lupakan sepatu kaca yang elegan itu.
“Itu tidak nyata, Cinderella!” marah ibunya. Hanya saja, gadis keras kepala itu menutup telinganya dan mengacuhkan kata-kata ibunya. Jadilah ia terdampar di taman ini–sendirian, dengan sebuket mawar di tangannya.
“Aah~ membosankan,” gerutunya. Cinderella berdiri lalu berjalan meninggalkan taman itu. Ia juga meninggalkan buket mawar biru di tempat ia duduk tadi. Berpikir sejenak, Cinderella memutuskan untuk jalan-jalan ke pasar.
Pasar begitu ramai hari ini, terutama tempat-tempat yang menjual pakaian. Semua gadis berusaha keras mempercantik diri mereka masing-masing, dengan memilih gaun paling indah untuk menghadiri pesta dansa besok malam. Semua, kecuali Cinderella yang menunggu ibu peri datang.
Cinderella membeli beberapa apel untuk dimakannya. Saat itu, ia tidak sengaja melihat ibunya yang tengah sibuk memilihkan gaun untuk adik dan kakaknya. Sungguh pemandangan yang indah, apalagi jika Cinderella ada di antara mereka.
“Tidak boleh, aku harus menunggu ibu peri datang!” Cinderella menggelengkan kepalanya lalu berlari pelan menjauhi toko itu. Ia tersenyum saat membayangkan ibu peri yang datang demi memberinya sebuah gaun indah, kereta labu, dan sepatu kaca.
“Ah, ibu, sepertinya aku melihat Cinderella tadi!” ucap Tasya, kakak Sally. “Benar kan? Aku juga loh,” tambah Reva, adik Sally. “Tidak mungkin, dia kabur saat kita mengajaknya untuk pergi memilih gaun bersama. Mungkin saat ini dia sedang bermain di taman,” jawab ibunya diangguki Tasya dan Reva.
Malam akhirnya datang. Tasya dan Reva memakai gaun mereka masing masing dan memamerkannya pada Cinderella. Cinderella yang sedang duduk bersama ibunya hanya menatap malas sementara ibunya tersenyum.
“Cin, harusnya kamu tadi ikut memilih gaun untuk pesta besok malam,” ucap Tasya. “Iya kak, gaunnya pada bagus-bagus loh,” timpal Reva.
Cinderella memutar bola mata jengah. Kata-kata itu sudah ia dengar untuk kesekian kalinya sejak kemarin. Tentang gaun indah, pesta dansa dan semacamnya. Tidakkah mereka tahu gaun pemberian ibu peri lebih indah dari gaun yang mereka pakai?
“Pestanya kan besok malam, bukan malam ini. Aku bisa memilih gaun untuk kupakai di pesta dansa besok,” jawab Cinderella santai.
Tasya dan Reva saling tatap kemudian tertawa. Cinderella mendengus kesal. Ia mengacuhkan sikap kakak dan adiknya itu. Sudah biasa juga mereka tertawa sendiri seperti saat ini.
Acara pamer gaun itu berakhir saat ibu mengingatkan jam tidur membuat Cinderella diam-diam menghela nafas lega. Ia langsung berlari ke kamarnya dan mengunci pintu. Gadis itu duduk di tepi jendela menunggu ibu peri datang. Sayangnya, sampai malam larut pun ibu peri tak kunjung datang. Cinderella sedikit kecewa, ia menutup jendela dan merebahkan dirinya di tempat tidur. Ia mulai mengantuk dan akhirnya terlelap di kasurnya tanpa ia sadari.
Keesokan paginya… Sama seperti kemarin, Cinderella kembali kabur dari rumah. Bukan karena ibunya marah, atau karena saudari-saudarinya membulinya. Tapi karena ia tidak ingin pergi ke pasar membeli gaun baru.
“Apapun yang terjadi, aku hanya akan memakai baju dari ibu peri!” ucap gadis bernetra hazel itu.
Cinderella duduk di taman yang sama seperti taman kemarin. Ia kembali memegang sebuket mawar. Hanya saja, kali ini mawar merah, bukan mawar biru. “Ngomong-ngomong, siapa yang mengirim buket mawar ini ya?” Cinderella bertanya tanya pada dirinya sendiri.
Menghela nafas, Cinderella meletakkan buket mawar di ayunan lalu pergi menjauhi taman. Sayang sekali, Cinderella tidak berbalik, sekedar untuk memandangi buket mawar itu walau hanya sekejap.
Bersamaan dengan menghilangnya Cinderella, seorang pria berpakaian hitam tiba-tiba muncul dari balik pohon. Ia mengambil buket mawar yang ditinggalkan Cinderella, lalu menatap kearah dimana gadis bernetra hazel tadi menghilang.
“Tuan putriku yang manis, tunggulah sebentar lagi,” ucapnya lalu menghilang, bersamaan dengan tersebarnya kelopak mawar merah di taman itu.
Malam yang ditunggu tunggu akhirnya tiba. Tasya dan Reva sudah siap dengan gaun mereka, begitu pula ibunya. Hanya Cinderella, yang masih mengenakan pakaian rumahnya, membuat sang ibu mengernyit heran.
“Apa yang kamu lakukan Cinderella?” tanya sang ibu heran. “Cepat ganti pakaianmu” titahnya kemudian tanpa menunggu jawaban Cinderella. “Ibu duluan saja, aku akan menyusul nanti,” ucap Cinderella tanpa niat menjawab. “Baiklah, pastikan kau tidak tersesat oke,” balas ibunya diangguki Cinderella.
Cinderella menghela nafas lega begitu melihat kereta kuda yang dinaiki ibu dan kedua saudarinya melaju menjauhi rumah. Ia menutup pintu lalu pergi ke kamarnya. Dengan segenap keyakinannya, gadis bernetra hazel itu masih berharap menunggu kedatangan ibu peri.
CLING~ Seperti yang diharapkan, ibu peri benar benar datang. Cinderella menatap ibu peri dengan tatapan tak percaya. Pasalnya, sebelumnya ia mulai ragu kalau ibu peri akan datang.
“Ibu peri? Benar-benar datang?” tanya gadis itu tanpa sadar. “Ya, tentu saja aku datang,” jawab ibu peri tersenyum lembut. “Baiklah, kita akan ubah penampilanmu, gadis manis,” lanjutnya.
Ibu peri mengayunkan tongkatnya. Dalam sekejap, baju santai Cinderella berubah menjadi gaun merah kembang, tanpa lengan, dilengkapi sarung tangan merah panjang.
Rambut yang sebelumnya tergerai bebas tiba-tiba saja terikat rapi, dengan mahkota perak bertengger di kepalanya. Jangan lupakan sepatu kaca berwarna ruby yang terpasang pas di kaki putihnya.
“Waah, ini menakjubkan,” kagum Cinderella dengan mata berbinar. “Baiklah, sekarang kereta kudanya,” ucap ibu peri sambil tersenyum.
Ibu peri kembali melambaikan tongkatnya ke arah sebuah benda. Tiba-tiba saja, kereta kuda dengan gerbong berwarna hitam dan corak emasnya sudah berada di depan rumah Cinderella. Untuk kesekian kalinya, Cinderella dibuat kagum malam ini. ‘Tidak salah aku menunggu ibu peri,’ pikir gadis bernetra hazel itu.
“Nah, putri cantik, ayo naik dan pergilah ke istana!” seru ibu peri menunjuk kereta kuda itu. Cinderella mengangguk antusias lalu menaiki kereta kuda itu. Ia tersenyum dan melambai pada ibu peri yang juga melambai padanya. Dalam hati, gadis itu senang sekali harapannya terwujud.
Setelah menutup tirai jendela, Cinderella duduk bersender sambil menutup matanya. Padahal jendela sudah ditutup, namun angin malam yang dingin, masuk ntah dari mana membuat gadis itu sedikit mengantuk.
Cinderella membuka matanya perlahan. Tak disangka ia tertidur di kereta labu. Ia mengerjapkan matanya lalu menyibak gorden jendela kecil. “Eh? Belum sampai?” tanyanya pada diri sendiri.
Cinderella memutuskan untuk membuka gorden sepenuhnya. Ia memandangi bulan yang bersinar terang di luar sana. Sekilas, Cinderella yakin kalau bulan itu berwarna merah, bukan warna seperti biasanya. “Aneh. Ini kan bukan jalan menuju istana,” gumam gadis itu.
Tentu saja aneh menurutnya. Karena, sejak kapan jalan menuju istana ditumbuhi banyak pepohonan dan semak belukar? Seingatnya, jalan menuju istana itu melewati pasar kota. Jadi, harusnya dipenuhi bangunan rumah dan toko-toko, bukan pohon dan rumput.
Cerpen Karangan: Raihana Nabila