Semakin lama, kereta semakin cepat melaju. Kali ini Cinderella yakin, dirinya tidak berada di jalan menuju istana melainkan berada di jalan masuk ke hutan. Buktinya, yang ia lihat sepanjang jalan hanya pohon dan rumput, keadaan yang sunyi dan hening, hanya suara burung hantu dan jangkrik yang sesekali terdengar. Kalau ke istana, harusnya suara riuh penduduk yang ia dengar.
“Hentikan! Hentikan keretanya!” seru Cinderella setengah berteriak. Bukannya berhenti, kereta malah berjalan semakin cepat. Cinderella panik. Apalagi saat suara hewan malam semakin bertambah jelas. Gadis bernetra hazel itu mencoba membuka pintu kereta bahkan mendobraknya. Ya, ide gila tiba-tiba saja melintas di pikiran gadis itu. Kalau keretanya terus melaju masuk semakin dalam ke hutan, ia akan melompat keluar dari kereta tidak peduli kalau penampilannya menjadi berantakan. Cinderella sudah masa bodoh dengan gaun indah dan sepatu kaca pemberian ibu peri. Satu hal yang memenuhi pikirannya saat ini adalah segera keluar dari kereta bagaimanapun caranya.
Sayangnya, seberapa keras Cinderella mencoba membuka pintu bahkan mendobraknya, pintu itu tetap tertutup rapat. Terbuka atau menghasilkan celah sedikit saja pun tidak. “Bagaimana, bagaimana ini? Ibu, kakak, Reva, tolong aku!” paniknya.
Lolongan serigala mulai terdengar bersamaan dengan suara burung hantu. Sahutan suara kedua hewan itu seakan menambah ketegangan suasana malam ini. Karena keadaan yang begitu dingin, Cinderella bahkan bisa mendengar suara kepakan sayap burung. Dengan perasaan kalut, Cinderella menendang pintu kereta. Kereta sedikit berguncang karena ulahnya. Gadis itu menendang pintu berulang kali tanpa memperhatikan sepatu kacanya.
“Kyaaa!” Cinderella berteriak tiba-tiba saat kereta yang dinaikinya itu oleng. Ia membulatkan mata kaget saat mendengar suara langkah kaki dan lolongan serigala dari luar kereta. Bukannya gimana, tapi suara itu terdengar dari belakang, samping kanan, dan samping kiri keretanya.
‘Harusnya aku ikut memilih gaun pesta saja, atau membuatnya sendiri,’ pikir Cinderella. Tak dipungkiri, gadis itu merasa menyesal. Kalau saja ia memilih gaun di pasar, kalau saja ia membuat gaunnya sendiri, kalau saja ia mendengarkan ucapan orang lain, kalau saja ia tidak menunggu ibu peri, semua ini tidak akan terjadi. Walau begitu, terlalu banyak ‘kalau saja’ juga tidak akan mengubah apapun.
Cinderella memejamkan matanya erat-erat dengan kedua tangan tergenggam di depan dadanya. Satu-satunya yang bisa ia harapkan saat ini adalah bantuan dari Sang Kuasa. Mulutnya komat kamit mengajukan sekian banyak permohonan berharap dikabulkan.
Sayangnya, Sang Kuasa bahkan tak menoleh padanya. Kereta kembali berguncang. Kali ini bukan karena tendangannya, tapi karena ditabrak oleh serigala dan teman-temannya. “Akh!” Cinderella mengerang saat kepalanya terbentur dinding kereta cukup keras. Gadis itu bisa merasakan sesuatu yang hangat mengalir di pelipisnya.
Brak Krak Bunyi retakan menambah ketakutan Cinderella. Ia melupakan rasa sakit di kepalanya akibat terbentur. Rasa takut kini menguasai hati gadis itu sepenuhnya.
Kereta oleng. Kali ini bukan hanya oleng, tapi berat sebelah. Salah satu rodanya patah dan lepas akibat ditabrak seekor serigala tadi. Tentu saja hal itu membuat kereta hilang keseimbangan sehingga tidak lagi berjalan lurus, melainkan berjalan berkelok-kelok.
Brak Kereta menabrak pohon membuat beberapa bagian retak. Cinderella yang berada di dalam kereta tidak lagi berpenampilan rapi seperti sebelumnya. Rambutnya kusut begitu juga dengan gaun merahnya. Penampilannya kini berantakan dengan luka lecet di beberapa bagian tubuhnya.
“Seseorang … hiks … siapapun, to-tolong aku … hiks …,” Cinderella menangis. Ia dikuasai ketakutan. Air matanya mengalir deras tanpa bisa ia dikontrol.
Gadis itu merasa jantungnya berhenti berdetak saat merasakan kereta yang dinaikinya tak lagi berjalan di tanah. Waktu seolah berputar lambat saat kereta jatuh ke jurang. Angin kencang menabrak kereta itu, termasuk Cinderella di dalamnya.
“Tidak … ti-tidak … KYAAAAAA!!!” Cinderella berteriak. Semakin jatuh ke dasar jurang, teriakan gadis itu terdengar sayup-sayup. Setelah beberapa saat, suara tabrakan terdengar cukup jelas dari dasar jurang.
Brak Lolongan serigala, suara burung hantu, kepakan sayap burung gagak, bulan merah, dan suasana hening mewarnai malam berdarah untuk Cinderella sekaligus malam terakhir gadis itu.
Di dasar jurang, bisa terlihat bangkai kereta hancur dengan seorang gadis bergaun merah yang dikelilingi genangan darah di sekitarnya. Cinderella masih bernafas pelan. Amat sangat pelan. Pada akhirnya, pandangannya meredup dan matanya menutup perlahan.
—
Seorang pria berpakaian serba hitam dengan jubah hitam tergantung di bahunnya, terlihat berdiri memandangi sosok merah di depannya dengan tatapan rumit. Entah apa yang dipikirkannya, ia menggendong sosok merah yang tak lain adalah Cinderella itu.
Cahaya ungu gelap dan aura merah menguar dari tubuh pria itu. Keduanya merasuk ke dalam tubuh Cinderella, menyembuhkan luka-luka gadis itu perlahan. Kemudian tanpa tanda apapun, pria berpakaian hitam itu menghilang tiba-tiba bersama Cinderella di gendongannya.
Di sebuah istana megah, di salah satu kamarnya, terlihat seorang gadis terbaring di atas ranjang berukuran besar. Ekspresinya terlihat begitu tenang, bahkan bagi sosok pria berpakaian hitam yang berdiri di samping tempat tidurnya. Pria itu membungkuk memandangi wajah gadis yang tertidur lelap itu.
“Terlalu tenang, bangunlah Putri Tidur,” ucapnya berbisik di telinga gadis itu.
Kening gadis tadi berkerut. Matanya perlahan terbuka sebelum akhirnya menampakkan netra hazel yang indah. Sambil memegang kepalanya, dia duduk di bantu oleh pria berpakaian hitam tadi.
“Ini … dimana? Aku … siapa?” tanya gadis itu lirih sambil memandangi sekitarnya. Pria tadi tersenyum miring. Ia duduk di samping gadis itu lalu mengusap pelan kepala gadis itu. “Ini di istanaku, dan kamu adalah Cinderella,” jawabnya. “Lalu, siapa kamu?” tanya gadis, tidak–Cinderella. “Aku Lucifer, penguasa kerajaan ini,” jawab Lucifer membuat Cinderella menatapnya penuh pertanyaan. Lucifer hanya tersenyum tanpa niat menjawab. Ia mengulurkan tangan lalu menarik Cinderella ke dalam pelukannya. Sementara Cinderella, gadis itu hanya diam dan menurut pada Lucifer.
“Selamat datang di kerajaanku, Cinderella-ku. Sampai kapanpun, kamu akan menjadi milikku,” ucap Lucifer menyeringai.
Cerpen Karangan: Raihana Nabila