Dulu dulu sekali, pernah ada empat gadis kecil yang memiliki rupa yang aneh. Gadis pertama memiliki tangan yang sangat besar, saking besarnya tangan itu mampu menutupi ketiga gadis lainnya. Gadis kedua memiliki kaki yang sangat besar, saking besarnya kaki itu mampu menapak jalan sepanjang apapun tanpa merasa lelah. Gadis ketiga memiliki pundak yang sangat lebar, saking lebarnya pundak itu mampu memikul beban seberat apapun. Berbanding terbalik dengan ketiga gadis lainnya, gadis keempat memiliki tangan, kaki, dan pundak yang sangat kecil. Saking kecilnya, gadis itu tidak dapat melangkah jauh dan tidak dapat mengangkat beban yang berat.
Keempat gadis tersebut memiliki sebuah persamaan, mereka tidak memerlukan makanan atau minuman apapun untuk hidup. Mereka juga tidak memiliki sepasang mata. Mata mereka disimpan oleh si Tuan. Oleh karena itu, si tuan mengajar mereka untuk berjalan selalu bergandengan tangan.
Suatu hari, gadis kedua mulai ada keinginan untuk memiliki sepasang mata. “Aku ingin memiliki sepasang mata” ujar gadis kedua. “Sepasang mata? Kau tidak dengar apa kata si tuan? Dunia itu mengerikan, kita tidak akan sanggup melihatnya” tegas gadis pertama menolak. “Kita tidak akan pernah tau sebelum kita melihatnya sendiri! Dengan kakiku yang besar ini, aku dapat pergi menjelajahi dunia” balas gadis kedua tetap dengan pendiriannya. “Kau ingin pergi? Melepaskan tangan kami semua? Meninggalkan tuan yang telah membesarkan kita?” Gadis keempat menyahut. “Baik, kalau kau ingin sepasang mata, mintalah dengan baik pada si tuan. Aku yakin Ia akan memberikannya” terang gadis ketiga menengahi.
Akhirnya, mereka semua menghadap si tuan untuk memberikan sepasang mata pada gadis kedua. “Tidak perlu sepasang mata, dunia terlalu mengerikan, aku sudah pernah melihatnya, kalian tidak akan mampu menghadapinya!” Si Tuan marah mendengar keinginan gadis kecilnya. “Terus apa yang tuan harapkan dengan kami berada disini selamanya?! Bermain keluar tidak boleh, bertemu dengan orang lain juga tidak boleh, apakah kami juga harus bertemu ajal disini?!” Gadis kedua berbalik marah. Si tuan hanya terdiam tidak menanggapi. Baginya, mereka hanya belum mengerti. Ia yakin, suatu hari nanti mereka pasti mengerti maksud baiknya.
Disisi lain, gadis kedua duduk dibawah pohon dengan wajah yang tampak murung. Tak lama kemudian, gadis pertama memeluk gadis kedua dengan tangannya yang besar itu. “Tunggulah sebentar lagi, aku yakin tuan akan memberikan sepasang mata pada kita” gadis ketiga berusaha menenangkan. Gadis kedua hanya terdiam, kemudian menyuarakan isi hatinya. “Kau mungkin bisa berkata seperti itu karena tuan amat sangat menyayangimu. Dari dulu sampai sekarang… tidak pernah berubah. Bahkan jika seumur hidup disini pun mungkin kau tak masalah” Gadis ketiga hanya dapat terdiam, merenungi kata demi kata yang sudah seperti radio rusak yang terputar. Berulang dan berulang setiap tahunnya…
Disaat hening yang terdengar, si tuan tiba-tiba datang dengan sebuah kayu di tangannya. “Siapapun boleh tolong bantu aku menghidupkan api untuk kita tidur malam ini?” “Aku bisa melakukannya” gadis keempat bersemangat.
Namun selang beberapa lama gadis keempat mencoba, hanya api kecil yang tercipta. “Berikanlah tugasmu pada gadis ketiga, hanya Ia yang bisa melakukannya” ujar si tuan ketika melihat hanya tercipta api kecil. Gadis keempat hanya terdiam dan menunduk. Segera Ia berikan tugasnnya pada gadis ketiga. “Benar kata gadis kedua, tuan paling sayang padamu… aku iri akan itu” bisik gadis keempat pada gadis ketiga. Lagi-lagi, gadis ketiga hanya bisa menanggapinya dengan senyuman.
Malam itu disaat semua tertidur, hanya Ia yang masih terjaga. Memikirkan semua yang terjadi selama ini, Ia pikir pundaknya yang besar mampu menahan bebannya. Tapi ternyata tidak lagi… ternyata beban tak kasat mata itu tak dapat lagi pundaknya tampung.
Keesokan paginya, gadis-gadis kecil tersebut kembali menghadap si tuan. Namun kali ini, mereka datang dengan maksud meminta sepasang mata untuk gadis ketiga. Betapa terkejutnya semua gadis ketika tuan memberikan sepasang mata pada gadis ketiga secara cuma-cuma.
Tepat saat itu juga, untuk pertama kalinya gadis kedua melepas tangan gadis ketiga. “Selamat, kau pantas mendapatkannya” katanya lemah. Gadis ketiga mulai melangkah pergi menjauh, pergi dari tempat tersebut dengan harapan beban di pundaknya tidak lagi terasa berat.
Saat itu juga, gadis kedua melepaskan tangan gadis pertama dan berlari mencari sepasang mata yang disembunyikan tuan. Tak butuh waktu lama, gadis kedua menemukan sepasang mata. “Sekarang aku akan pergi dari sini dan tidak akan pernah kembali!” Jelasnya kemudian pergi sangat jauh dengan kakinya yang besar.
“Kau puas? Gadis kedua dan ketiga pergi, kau penyebabnya!” Gadis pertama berteriak putus asa, “tanganku yang besar ini tidak berguna jika tidak dapat menggenggam tangan mereka!” Lanjut gadis pertama yang mulai mencari sepasang mata untuknya. Tak perlu waktu lama, Ia menemukannya. “Aku juga pergi” ujarnya kemudian.
Kini, hanya tinggal si tuan dan gadis keempat. Gadis keempat hanya dapat terdiam ketika Ia merasakan tangan tuan mengusap wajahnya. Dapat Ia rasakan sepasang mata telah ada pada dirinya. “Pergilah, kau juga pasti menginginkannya” Ujar si tuan pelan lalu pergi ke dalam gua dan tidak keluar. “Semua sudah pergi, aku juga akan pergi” si tuan mendengar suara gadis keempat melangkah pergi.
Selesai. Selesai sudah hidup si tuan. Baginya, hidup tanpa keempat gadis kecilnya adalah akhir dari cerita sedih hidupnya. Kini Ia lebih memilih untuk mengurung diri di dalam gua seorang diri.
Tidak terasa, sudah hampir setahun si tuan tidak keluar dari guanya. Keempat gadis kecilnya tidak kembali, hal tersebut sudah lebih dari cukup menjadi alasan Ia mengakhiri hidupnya. Saat Ia keluar untuk mencari sebatang kayu, betapa terkejutnya Ia ketika mendapati empat gadis kecil tengah duduk manis tepat di depan guanya.
“Tuan kenapa lama sekali keluar? Kami sudah berada disini selama tiga bulan menunggu tuan keluar. Lihat, tanganku yang besar ini membawa banyak makanan untuk kita” ujar gadis pertama tersenyum lebar kemudian menunjukkan setumpuk makanan yang dibawanya. “Tuan lihat! kakiku banyak luka tapi aku suka menjelajahi dunia, duduklah bersama dan akan kuceritakan hal hebat yang kualami di luar sana!” Gadis kedua tertawa menunjukkan kakinya yang penuh bekas luka. “Tuan, ternyata dunia tidak semengerikan itu. Kami semua mampu menghadapi dunia dengan cara kami sendiri” gadis ketiga mulai menjelaskan betapa indahnya dunia diluar sana.
Si tuan terkejut ketika ingin mendengar cerita gadis keempat namun yang didapatinya adalah gadis keempat dengan wajah yang masih belum memiliki sepasang mata. “Dimana matamu?” Tanya si tuan Tak lama, gadis keempat mengeluarkan kedua tangan kecilnya dengan sepasang mata diatasnya. “Disini” jawabnya. “Saat itu aku ingin pergi seperti mereka. Namun saat aku sadar bahwa waktu itu ternyata tuan memang berencana memberikan sepasang mata untuk kami semua… aku menjadi takut… dengan semua bagian tubuhku yang kecil ini, aku menjadi takut untuk melihat dunia ini sendirian… aku ingin melihat dunia ini bersama kalian…” lanjut gadis keempat pelan.
Semua terkejut mendengar perkataan gadis keempat. Ingat saat gadis kedua berlari mencari sepasang mata? Ia tidak pernah menemukannya. si tuan yang memasangkan mata tersebut padanya, begitu juga pada gadis pertama.
Si Tuan memang berencana memberikan sepasang mata pada mereka semua pada hari itu, Ia pikir hari itu akan menjadi hari terbahagianya ketika keempat gadisnya berterima kasih sambil berlari senang memeluknya; yang tanpa Ia sangka ternyata hari itu menjadi hari terburuk dalam hidupnya.
Saat itu gadis keempat tidak memiliki sedikitpun keberanian untuk membuka matanya, Ia lebih memilih untuk melepaskan matanya dan menunggu ditempat yang sama. Yap, benar. Gadis keempat tidak pernah meninggalkan tuan dan ketiga gadis lainnya, Ia percaya suatu saat nanti mereka semua akan berkumpul bersama kembali.
Pada akhirnya, keempat gadis tersebut menemukan sesuatu yang mereka sebut “bahagia yang sesungguhnya”. Kebahagiaan yang selama ini mereka rasakan hanyalah kebahagiaan semu, kebahagiaan yang tuan ciptakan untuk mereka semua, namun tak pernah mereka temukan sendiri. Tapi kali ini… mereka temukan sendiri kebahagiaan di dunia yang mereka jelajahi dan mereka bagikan pada orang yang sangat berarti bagi mereka, tuannya.
-the end-
Cerpen Karangan: Valensia valen_halim (IG)