Pagi itu, aku mendarat di sebuah bandara namun kedatanganku disambut oleh hampir seluruh personil bandara. Mereka menatapku dengan tatapan menahan kaget, bingung, heran yang berkecamuk dalam dada. Ada apakah gerangan? Apakah aku salah mendarat? Ataukah aku salah mengenakan busana? Aku bingung dengan sikap mereka namun aku tetap berusaha menahannya.
“Selamat datang Aunty. Saya senang Aunty selamat” ucap seorang pramugari yang sebaya denganku. Aunty? Apakah aku terlihat tua? Kupandangi kedua tanganku yang masih kencang dan kuelus pipiku yang masih sama kenyalnya sebelum aku berangkat. Kemudian, pramugari itu mempersilahkanku masuk ke dalam sebuah ruangan. Betapa terkejutnya aku, di ruangan itu sudah ada sebuah meja makan lengkap dengan hidangan di atasnya. Akupun bertambah heran dengan sikap para personil bandara ini.
“Permisi Nona, saya tidak membeli tiket istimewa. Mengapa Nona memberikan saya pelayanan seistimewa ini? Dan mengapa sejak tadi Nona memanggil saya Aunty padahal kita ini sebaya” ucapku “Aunty, kita tidak sebaya, sebaiknya Aunty makan dulu nanti akan saya jelaskan pelan-pelan” ucap pramugari itu. Akupun mengikuti perintahnya, menikmati hidangan yang sudah disediakan walaupun dengan rasa penuh penasaran.
“Oh iya, tadi Nona mau menjelaskan sesuatu sekarang saya sudah selesai makan maka Nona bisa menjelaskannya” ucapku “Aunty, kita tidaklah sebaya karena sekarang tahun 1960” ucap pramugari itu “Apa maksudmu? Mana mungkin saya terbang selama 30 tahun lamanya” ucapku “Benar Aunty. Lihatlah kalender digital itu, sekarang adalah tahun 1960 bukan 1930 dan pesawat yang Aunty tumpangi adalah pesawat yang pernah jatuh di tahun 1929” ucap Pramugari itu lagi “Apa? Itu adalah sebuah kenyataan yang sangat tidak mungkin. Pada tahun 1930 aku diajak kekasihku John liburan ke Sydney dan dia selalu ada di sampingku” ucapku “John? Aunty, sejak tadi Aunty turun pesawat sendirian dan sekarang Aunty ada di Australia” tukas pramugari itu. “Ha? Jadi aku pulang setelah 30 tahun menghilang?” tanyaku heran “Iya benar Aunty. Aunty tidak usah khawatir, sebentar lagi akan ada polisi yang mengantar Aunty pulang dengan selamat” ucap pramugari itu.
Beberapa saat kemudian datanglah seorang pria berpostur tubuh tegap dan tinggi, ia mengenakan seragam dan membawa pistol kecil yang terikat dengan sempurna di ikat pinggangnya. “Selamat pagi Aunty. Perkenalkan saya Brown, polisi yang akan mengantar Aunty pulang ke rumah” ucap polisi itu “Selamat pagi juga, tolong antar saya pulang” ucapku “Baiklah. Nona Christie kami pergi dulu” ucap polisi itu “Iya pak semoga selamat sampai tujuan” ucap pramugari itu disusul dengan lambaian tangannya
Sepanjang perjalanan pulang, aku melihat pemandangan sekitar yang berubah drastis, tak sama seperti saat aku berangkat. Gedung-gedung banyak yang dipugar, namun masih tersisa sedikit gedung yang aku kenali. “Perubahan yang sangat drastis!” celetukku “Tentu Aunty, butuh waktu puluhan tahun untuk membuat perubahan sebanyak ini” jawab polisi itu. Dan akupun mengamati gaya polisi itu berbicara, matanya dan senyumannya mengingatkanku pada Alicia, adik kandungku.
“Kenapa Aunty menatapku seperti itu? Apakah perkataanku tadi ada yang menyinggungmu?” Tanya polisi itu “Tidak, kau sama sekali tidak menyinggungku hanya saja saat aku melihatmu berbicara dan menatap wajahmu, aku teringat pada adik kandungku, Alicia” jawabku dan polisi itu menjawab dengan senyuman manisnya. “Aku rasa, hari ini adalah kado terindah untuk keluargamu Aunty setelah sekian lama kau menghilang” ucap polisi itu lagi. Kemudian mobilnya tiba-tiba terhenti di sebuah rumah besar berpagar hitam. Halaman rumah itu cukup luas berhiaskan aneka bunga lili dan mawar.
“Ini rumah siapa? Dan mengapa kita berhenti di sini?” tanyaku bingung “Aunty, ini adalah rumah Tuan Michelle George, ayah Aunty. Kenapa Aunty? Kenapa Aunty tertegun?” Tanya polisi itu “Rumah ini pernah hadir dalam mimpiku. Dalam mimpiku, aku melihat diriku kembali menjadi gadis berusia 7 tahun yang senang sekali bermain ayunan. Saat itu, aku tengah bermain ayunan bersama adiku, Alicia dan aku juga melihat kedua orangtuaku juga ikut serta bermain bersama kami. Rasanya sungguh indah. Oh iya, ayo kita segera masuk keluargaku pasti sudah menungguku” ajakku “Iya Aunty tapi akan lebih baik jika saya memarkir dulu mobil ini di dalam” ucap polisi itu yang kemudian memarkir mobilnya di halaman rumah. Dari dalam rumah, terdengar suara seorang wanita paruh baya.
“Mengapa kau pulang sangat awal Tuan Polisi Brown George?” ucap seorang wanita paruh baya dari dalam yang kemudian ia keluar dari dalam rumahnya. Wanita paruh baya itu menatapku tak percaya, mengusap-usap matanya kemudian ia mencubit pipinya. “Hai Bu, aku pulang membawa hadiah terindah untukmu” ucap polisi itu pada wanita paruh baya yang berdiri tak jauh di depannya. “Kakak? Kakak Marry George? Kakak kau pulang?” ucap wanita paruh baya itu padaku dan aku hanya terdiam heran melihat senyumannya manjanya yang tersungging di kulit keriputnya dan akupun mengenali pemilik senyman manja itu. “Alicia? Adikku?” ucapku lansung memeluknya dan kejadian anehpun kembali menimpaku saat aku memeluk tubuh paruh baya adikku. Aku merasakan tubuhku melemah dan aku juga merasa kulitku menurun. Ada apakah denganku.
“Alicia, kenapa setelah memelukmu aku menjadi tua? Padahal tadi saat aku turun dari pesawat, aku masih muda” ucapku “Kakak, kau memang sudah saatnya menua. Dulu, kau pergi berlibur di saat usiamu masih 30 tahun dan aku berusia 25 tahun. Sekarang aku berusia 55 tahun dan kau tentu berusia 60 tahun” ucap Alicia sambil berurai air mata. “Lalu Siapakah polisi ini?” tanyaku “Dia adalah anakku kak, keponakanmu Brown George” ucap Alicia
“Hai Aunty! Senang bertemu denganmu” ucap Brown “Hai Brown! Aunty juga senang bisa bertemu denganmu, terimakasih sudah mengantar Aunty pulang” ucapku “Sama-sama Aunty” jawab Brown
“Oh iya dimana ayah dan ibu?” tanyaku “Kak, sebaiknya kita masuk dulu. Ada banyak hal yang harus aku ceritakan pada kakak” ucap Alicia. Akupun memasuki rumahku, tak banyak yang berubah. Akupun masih bisa menemukan foto bersama kami di ruang tamu dan di ruang keluargaku pun aku juga masih bisa menemukan keranjang benang untuk ibu merajut. Kemudian aku mengetuk pintu kamar ibu namun tidak ada jawaban, kubuka pintu kamar itu betapa kagetnya aku, kamar itu kosong.
“Ibu.. ibu.. ayah.. ayah.. kau dimana?” ucapku “Aunty mencari kakek dan nenek?” ucap Brown “Iya Brown. Dimana mereka? Kau bisa antar Aunty mencari mereka?” pintaku “Aunty Kakek dan Nenek telah meninggal dunia 10 tahun yang lalu akibat sakit keras” ucap Brown “Apa? Meninggal? Pasti mereka sakit keras karena memikirkanku yang telah menghilang” ucapku sambil menangis tersedu. Kemudian, Alicia masuk ke kamar kedua orangtuaku dan langsung memelukku “Kakak.. sudahlah jangan bersedih dan merasa bersalah, mungkin ini semua sudah kehendak Tuhan” ucap Alicia
“Aku tak mengerti, Alicia. 30 tahun yang lalu, aku hanya pergi liburan bersama kekasihku John ke Sydney. Saat itu, aku selayaknya penumpang pesawaat pada umumnya, tertidur di dalam pesawat dan ketika bangun aku mendarat bukan di bandara Sydney melainkan di Bandara Australia. Dan yang teraneh lagi aku turun pesawat sendirian tanpa John” tukasku “Aunty, pesawat yang Aunty tumpangi adalah pesawat hantu karena pesawat itu telah mengalami kecelakaan pada tahun 1929 dan kekasih Aunty yaitu Uncle John telah ditemukan meninggal dan tubuhnya telah menggelembung di apartemennya 7 hari setelah keberangkatan Aunty” ucap Brown “Tunggu.. tunggu, berapa hari tubuh mayat akan menggelembung?” tanyaku “Kurang lebih 7 hari, Aunty” jawab Brown “Jadi, yang memberiku tiket pesawat adalah hantunya John?” tanyaku “Iya Aunty, waktu itu tim investigasi juga menemukan tiket pesawat itu di apartemen Uncle John namun nomor pesawatnya lain. Nomor pesawat di tiket itu, tidak jadi terbang karena cuaca buruk” tukas Brown. “Jadi, selama ini aku liburan dengan Arwah kekasihku?” ucapku “Iya kak. Peristiwa itu membuat ayah dan ibu sakit, sehingga 10 tahun yang silam mereka tutup usia. Nanti sore, kami akan mengantar kakak ke pusara ayah dan ibu” ucap Alicia “Iya, antar aku ke sana” jawabku
Sore itu Alicia dan Brown mengantarku ke pusara kedua orang tuaku. Hatiku benar-benar terpukul melihat pusara mereka, belum sempat aku berbakti padanya malah aku menjadi penyebab kematiannya.
“Ayah.. ibu, maafkan aku. Aku tak tahu kalau John akan menyembunyikanku selama 30 tahun lamanya. Sekarang aku telah pulang namun tubuhku telah menua bersama dengan waktu yang telah kembali dengan sempurna. Aku menyayangi kalian” ucapku sambil mengelus batu nisan mereka dan entah mengapa aku merasa ada yang memperhatikanku. Kemudian aku melihat ke arah orang itu dan ternyata ada orang di bawah pohon. Kutatap pria itu lekat-lekat, ia mirip sekali dengan John, iya itu John kekasihku. Pria itu, tak mau mendekatiku namun ia hanya melambaikan tangannya padaku. Setelah itu, pria itu.. terbang melayang semakin jauh.. jauh hingga menghilang ke atas awan..
Cerpen Karangan: Hamida Rustiana Sofiati Facebook: facebook.com/zakia.arlho