Hembusan angin malam menyapu wajahku. Keheningan ini membuatku tenang. Para bintang dan si bulan muncul bak diva angkasa. Paling terlihat di tengah gelapnya malam. Gelap malam yang menenggelamkan.
Aku menutup mata. Lagi-lagi angin sepoi-sepoi menerpa wajahku. Kepak daun pisang terdengar. Dan gemerisik gesekan daun pohon jambu menemani malam yang sunyi sepi.
Aku merebahkan tubuh di kursi teras. Memandang bulan bintang yang bersinar bersama. Kutitipkan anganku pada mereka. Aku ingin merasakan dunia bebas. Bertemu peri atau bercengkrama dengan salah satu bintang tampan itu. Ahhh halu. Kuhela napas, lalu aku duduk. “Harapku untuk esok hanyalah; aku dapat menjalani hidup dengan semangat dan bahagia,” ujarku lirih pada bulan yang entah bisa mendengarku atau tidak.
Kusudahi acara menatap langit gelap. Ketika aku melangkahkan kaki ke depan rumah, ketika tanganku baru memegang gagang pintu, ada seperti serbuk perak berterbangan di sekelilingku. Aku penasaran apa itu. Kusentuh serbuk itu lalu tubuhku tiba-tiba terasa ringan dan serbuk perak tadi—yang masih berada di sekelilingku—membawa tubuh kurus ini semakin lama semakin jauh dari lantai teras, semakin lama semakin naik.. Sekarang aku terbang jauh di atas rumahku. Entah mengapa aku tidak heran dengan peristiwa ini, aku hanya menikmatinya.
Udara malam ternyata tidak terlalu jahat. Mereka tidak menusuk, tapi membalut kulitku, lembut. Metaku masih terkagum-kagum melihat serbuk perak ini. Mereka bercahaya. Tak kusadari aku semakin dekat dengan si bulan dan para diva angkasa. Indah sekali.
Serbuk perak meninggalkanku di atas bulan. Aku menatap sekeliling dengan kebingungan. Tak ada seorang pun di sini. Aku berputar-putar mencari seseorang, nihil. Tapi tiba-tiba dari permukaan bulan muncul kedai-kedai kue, teh, sayur, dan baju.
Dalam kebingungan aku melangkahkan kaki menyusuri jalan yang terbentuk di antara bangunan-bangunan itu. Seseorang menepuk bahuku, lalu aku tersentak. “Siapa kau?” tanyaku. Dia, laki-laki yang berdiri di belakangmu tertawa kecil. “Kau pasti telah bertemu banyak pangeran sampai melupakanku,” ujarnya. Aku tertawa hambar. Apa maksudnya? Pangeran? Melihat wajah bingungku, laki-laki itu berkata, “Baiklah, aku adalah Pangeran Tristan dari bintang Jokule. Kau mau jalan-jalan bersamaku, Putri?” Hah? Apa dia bilang? Putri? Aduh ada apa ini. “Oh ya, tentu. Aku mau,” jawabku berusaha menutupi ketidaktahuanku. Bukan masalah kalau aku dianggap putri. Lagi pula kalau dilihat-lihat, pangeran ini cukup tampan untukku.
Kami berdua berjalan menyusuri tempat itu. Huaahhhhh… Menyenangkan sekaliii. Di sini cukup ramai, lalu ada banyak orang memanggilku. Mereka berseru, “Ooohhh itu Putri Moona. Cantiknya diaaa. Cocok sekali bersanding dengan Pangeran Tristan!” Senyummu merekah mendengarnya. Aku tahu aku cukup cantik untuk jadi putri. Putri Moona, Putri Bulan.
Aku dan Pangeran Tristan mengunjungi beberapa kedai. Kue di sini enak-enak dan cantik. Tehnya juga segar. Apalagi gaunyaaa… Agghhh… Indah. Tristan membelikanku gaun perak yang sederhana namun memukau. Ketika aku keluar dari toko gaun, banyak sekali coklat, gaun permata dan bunga yang disodorkan padaku oleh kerumunan lelaki. “Kalian ini siapa?” tanyaku. “Mereka pangeran dari bintang-bintang lain. Kau tahu ‘kan, selama ini kau diperebutkan banyak pangeran,” jelas Tristan dengan wajah sok santai.
Setelah menerima banyak hadiah tadi, aku dan Tristan duduk di pinggiran bulan. “Apa yang kau minta kalau semesta akan mengabulkan?” Tristan memandangku di bawah langit gelap. “Aku ingin, besok aku menjalani hari dengan bahagia dan semangat,” jawabku sambil memejamkan mata.
Angin menerpa wajahku lagi, lagu Save Myself mengiringi. Aku tak tahu di bulan ada angin. Tapi lama kelamaan anginya semakin kuat dan aku tak bisa membuka mata. Rasa-rasanya aku sudah tidak duduk di bulan. Ketika angin berhenti, kubuka mata dan aku sadar aku baru saja dijatuhkan dari bulan. Aku tersentak dan kaget.
Apa-apaan ini? Aku di kamar? Di kasur? Sinar bintang masih terngiang. Namun aku sudah kembali ke duniaku. Dunia di mana seharusnya aku berada. Di sebelah bantal kulihat alarm ponselku menyala dengan lagu Save Myself. Iiihhhh gara-gara alarm ini, masa indahku berakhir!
Tapi aku ingat, kupasang alarm pada pukul 03.30 sebagai pengigatku akan tugas. Ish tugas lagi, tugas lagi. Hidupku begini sekali. Huh. Mau tak mau aku beranjak dan mengambil buku tugasku dan pena. Yeah, setidaknya Putri Moona sudah berbaik hati meminjamkan posisinya padaku.
Cerpen Karangan: Vee Moona
Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 31 Juli 2021 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com