Aku terbangun di sebuah halaman berbentuk karangan bunga. Didepan taman-taman kecil itu, aku melihat reruntuhan sekolah yang sudah penuh dengan lumut berwarna hijau tua. Aku yang masih bingung dengan keadaanku saat ini mencoba memahami situasi yang ada, namun aku hanya melihat bebatuan berjajar rapih di sepanjang jalan menuju sekolah itu. Aku duduk untuk memastikan sesuatu tentang keberadaan diriku, mungkinkah aku masih berada di ruang waktu? Namun sebuah kata-kata membuatku mengalihkan pandangan kepada seorang wanita berumur dua puluh tahun.
“Lithina?… Apakah itu benar-benar dirimu?…” Sebuah pertanyaan dari wajah dengan poros yang rupawan dan begitu anggun. Bingkai kacamatanya mengukir keindahan matanya. Rambut hitam terurai dengan noda kemerah-merahan menyelimuti bahunya. Aku tidak begitu mengenal perempuan dengan baju yang terbalut oleh warna putih dan biru muda. Hanya sebatas suaranya yang masih lembut itu mengingatkanku tentang seorang teman yang duduk bersama diriku di atap sekolah.
“Maaf, Siapa kamu?… Bagaimana kamu bisa tau namaku?…” Perempuan itu berlari dengan terpatah-patah, karena karangan bunga yang dibawanya berjatuhan. Aku memperhatikan perempuan itu dengan tatapan kebingungan. Dia menyeka air mata yang keluar dari matanya. Secara perlahan dia mendatangiku dan memegang wajahku dan dengan tiba-tiba dia memeluk diriku sambil menangis. “Syukurlah… Syukurlah… Ini dirimu…” Di tengah tangisnya, perempuan itu mencoba membisikan kata-kata. “Aku merindukanmu… maafkan aku… maafkan kau…” Dengann nada sedihnya, dia mencoba mengatakan sesuatu yang belum aku pahami. Mungkin ada sebuah alasan kenapa dia bisa begitu terpaku dengan diriku saat ini.
“Ah… baiklah… Sekarang sudah tidak apa-apa… aku berada disini bersamamu…” Aku membalas pelukannya sambil mengusap-usap rambut yang indah itu. “Jangan bersedih lagi… Sekarang tenangkan dirimu terlebih dahulu… um… lebih baik kita hal membicarakan ini disuatu tempat agar kamu merasa baikan…” “Baiklah…”
Perempuan itu mencoba menghela nafas panjang dan mengusap air matanya. Dia mencoba untuk menenangkan dirinya, sementara aku memegang pundaknya. Meskipun dia lebih tua, namun sikapnya tidak berbeda jauh dengan seseorang yang seumuran denganku. Aku membawanya ke tepi jalan masuk dari area taman bunga tadi. Jalan itu tampaknya terbuat dari pasir halus dan tidak begitu berbeda dengan jalan pada umumnya, namun aku sempat terdiam ketika melihat beberapa perumahan disini yang sama sekali tidak pernah aku lihat.
“Um… apkah kamu tau tempat yang bagus?…” “Oh… Maafkan aku… aku rasa ada disekitar sini… ikuti aku…” Perempuan itu tampaknya sudah tidak sedih lagi.
Aku hampir tidak mengetahui tempat ini sama sekali, namun ada beberapa tempat yang masih aku ingat, sama seperti ketika aku masih kecil. Perempuan itu memegang tanganku dan menyeretku ke dalam sebuah jalan-jalan setapak hingga dia berhenti di sebuah rumah. Dia memasukan sebuah kunci dan membuka pintunya. Aku rasa rumah dengan hiasan tanaman ini adalah miliknya. Teras rumah itu begitu indah dengan beberapa tanaman merambat hingga keatap rumahnya.
“Masuklah…” Perempuan itu mempersilahkan diriku untuk masuk kedalam rumahnya. “Baiklah…” Aku masuk sambil melihat-lihat keadaan rumah itu. Ada beberapa etalase toko yang menghadaap keluar dan berisi botol-botol penuh dengan cairan berwarna-warni. Sepertinya perempuan ini adalah seorang penjual obat atau ramuan tertentu, melihat dari banyaknya barang dan sebuah loyang bertungku api. Dia menyuruhku untuk duduk di sebuah bangku yang memiliki warna coklat dan berbau harum seperti aroma lavender.
Tak lama kemudian dia pergi ke sebuah ruangan dengan pintu dibelakang etalase dan kembali membawakan sebuah dua cangkir teh. Perempuan itu duduk di hadapanku, dengan wajah sedikit ragu untuk memulai percakapan. “Jadi… Kenapa kamu menangis di taman… Tadi?…” Aku mencoba membuka obrolan. “Lithina… ini aku Gisel!…” Dia menmbuatku kaget dengan nada bicaranya yang spontan. “Eh… um… Kakaknya Gisel?…” Aku mencoba mereka maksud dari kalimatnya itu. “Bukan..! Aku ini Gisel temanmu!…” Pandangan yang tajam dan nadanya yang tinggi menandakan bahwa dia begitu serius. “Ah… aku belum begitu memahai apa yang terjadi… Um.. jadi… Gisel? Kenapa kamu begitu… dewasa?” Aku merasa sangat gugup dan takut membuat perempuan itu menangis lagi, sehingga nada bicaraku terdengar seperti terputus-putus. “Ah… benar… apakah kamu benar-benar menghilang selama ini?” “Entahlah… hal terakhir yang aku ingat adalah sebuah perpustakaan,.. di sekolah akademi… dan kemudian… um… aku tidak begitu ingat kejadiannya…” Aku mencoba mengatakan kejadian yang terjadi. Meskipun aku sebenarnya ingat ada yang menyerangku, namun aku tidak berani mengatakannya.
“Apakah kamu benar-benar tidak mengingat apa yang terjadi selama ini?.. Mungkin ada hal lain?..” “Aku benar-benar tidak ingat apa yang terjadi… um.. Gisel…” Aku berusaha menjawab pertanyaan itu. “Baiklah… aku tidak begitu mengerti kemana dirimu selama sepuluh tahun terakhir ini…, namun akua kan mencoba menceritakan kepadamu kejadian itu dan meyakinkan dirimu bahwa aku adalah gisel…” Aku terdiam. Sebuah pertanyaan nmucul lagi dalam kepalaku, kenapa dia menyebutkan sepuluh tahun terakhir? Aku mencoba mendengarkan segala cerita yang akan disampaikan oleh perempuan bernama… uhh… Gisel.
“Setelah aku membuat keributan pasca terjadinya kebakaran di gudang peralatan, aku segera bergegas memnacing keributan dan sesuatu diluar dugaan terjadi setelah para sisawa panik. Aku mencoba memasuki ruangan perpustakaan untuk menyusul dirimu, tiba-tiba terjadi sebuah ledakan keras dan mengakibatkan seluruh bangunan perpustakaan hancur. Dibalik runtuhnya bangunan itu, muncul sebuah aegis dari sihir arcane berwarna hitam dan menyelimuti separuh gedung sekolah. Aku menjadi panik dan mencoba menerobos aegis itu, namun tindakanku dihentikan oleh para guru. Mereka mengatakan bahwa hal ini adalah sebuah sihir kuno, yaitu sihir arcane. Kepala sekolah menngunakan sebuah sihir pemindah tingkat tinggi dan memindahkan semua murid menuju Desa Virmilla. Aku tak bisa berbuat banyak hari itu,… ”
“Apakah kamu baik-baik saja…?” “Entahlah… Aku merasa bersalah karena tidak bisa menyelamatkanmu dan membuat dirimu menjadi korban karena rencana yang aku buat…” Aku yang melihat dirinya menjadi sedih mencoba untuk membuatnya agar sedikit lega. “Hey… itu rencana kita bukan?… Jadi jangan salahkan dirinmu oke?… Um… jika kamu keberatan, mungkin sebaiknya tak usah kamu ceritakan…” “Tidak..! Aku akan menceritakannya, dengan begitu kamu harus memberitahuku tentang kejadian sepuluh tahun terakhir ini… tenatang dimana dirimu berada…” “Oke… Baiklah… tapi pelan-pelan saja yah…” Aku tidak tega untuk membuatnya kembali mengingat memori yang buruk untuk diceritakan kembali. Namun aku rasa dia sudah siap dengan dirinya.
Sebelum memuliai ceritanya lagi, dia menghela nafas panjang unttuk membuatnya lebih tenang. “Aku tidak bisa datang menuju sekolah kita, karena tempat itu dijaga penuh oleh prajurit kerajaan Aruclya. Semua akhirnya digabungkan dengan akademi sihir Artcahin. Sekolah lama kita ditutup untuk waktu yang lama hingga satu tahun. Ketika aku mengunjungi sekolah yang sudah hancur itu, aku tidak menemukan apapun selain puing-puing bangunan. Suatu hari kepala sekolah lama datang menuju rumahku dan memberiikan sebuah tongkat sihir yang kamu miliki. Dia mengatakan bahwa dari kejadian itu, dia sangat menyesal dan menutup sekolah untuk selamanya. Aku sangat sedih ketika melihat tongkat milikmu, sehingga aku selalu berharap bahwa kamu akan kembali… Tapi syukurlah… kamu benar-benar kembali…”
Gisel mencoba bangkit dan berjalan dengan terhuyun-huyun. Dia meraih sebuah kotak diatas etalase yeng terbuat oleh kayu akasia dan membawanya dengan hati-hati. Setelah ia duduk kembali, sebuah kunci dimasukan dan membuka kotak kayu itu. Jari-jemari tangannya meraih sebuah tongkat kecil, di batang kayu itu bertuliskan namaku. Aku benar-benar terkejut, selama ini dia bercerita dengan jujur. Matanya memandang secara seksama menuju tongkat itu, kemudian tangan kirinya memegang tangan kananku. Dia memberikan tongkat itu kepadaku.
“Aku… tidak tahu apa yang harus aku katakan Gisel… Kamu… ehm… Terimakasih…” “Iya… Awalnya… semua ini terasa berat, namun aku terus berusaha merelakanmu… Setelah kejadian itu, aku berusaha menjadi orang lebih baik dan meraih gelar alchemist nomor satu di sekolah artcahin. Pada akhirnya, toko ini adalah hasil dari usahaku…” Aku rasa gisel sudah mulai lega. “Yeah… Aku sempat berpikir mungkin aku akan mencuri… um… tokomu” dengan sedikit senyuman nakal, aku mencoba untuk menjahili dia. “Oh… Aku rasa kamu tidak bisa lari begitu saja pencuri kecil…” Sebuah senyum terukir di wajah kami. Kata-kata itu mengingatkan kami masa-masa di sekolah dan membuat kami tertawa hingga waktu berjalan begitu cepat. Ketika hari mulai menjelang malam, tempat ini begitu sunyi dan tenang. Dibawah cahaya rembulan aku masih kebingungan dengan semua logika maupun hukum alam yang berlaku.
“Apa yang akan kamu lakukan setelah ini..?” Pertanyaan Gisel membuatku tersadar, bahwa mungkin sekarang ini aku tidak memiliki tujuan yang pasti. “Entahlah Gisel… Sejujurnya, aku masih tidak paham kenapa diriku masih terlihat masih muda..” “Aku rasa pertanyaaan itu akan terjawab seiring dengan waktu yang terus berjalan…” “Yeah.. kau benar Gisel… mungkin besok aku harus belajar banyak hal…” “Kalau kau mau… aku bisa mengajakmu berkeliling besok pagi…” “Terimakasih Gis..” Sebelum menyelesaikan percakapan itu, aku merasa sangat mengantuk. Mungkin malam ini menghanyutkan diriku dalam kesunyiannya.
“Apakah kamu ingin tidur bersamaku malam ini..?” “Hm… Terimakasih sekali lagi Gisel… Sepertinya aku banyak berhutang padamu kali ini..” “Ah… Jangan sungkan.. Sekarang ini sebaiknya kamu beristirahat…” “Baiklah…”
Malam itu berlarut dengan sebuah kehangatan diantara kita. Sepertinya detik-detik jarun bergerak mundur, seakan-akan moment seperti ini akan abadi diantara susana malam. Setidaknya kami berdua bermimpi indah malam itu…
Cerpen Karangan: Imam Nurhaqi Blog: tykini.blogspot.com/2021/07/lithina-unborn-edited1.html Cerita untuk seri jangka panjang… semoga terhibur…kalau kalian mempunyai ide, boleh diskusi bareng dengan saya di dicord discord.gg/PpNDVgTkPQ
Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 6 Agustus 2021 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com