Unit apartemen nomor 274 yang berpenghuni itu lengang. Hanya seorang anak laki-laki yang berdiri di balkonnya, memperhatikan kesibukan harian di luar sana. Mobil terbang, kereta atas tanah yang mengambang, bangunan kaca pencakar langit yang di kaki-kakinya sering muncul proyektor hologram, menawarkan iklan, layanan dan macam-macam. Itu menjadi tontonan menarik baginya. Tidak pernah ia melihat pemandangan seperti ini di kehidupan sebelumnya.
Nama anak laki-laki itu adalah Res. Usianya 8 tahun saat ia tiba-tiba terbangun tiga hari yang lalu dan merasa asing dengan lingkungan di sekitarnya. Ia bertemu dengan sosok Ayah, Ibu, dan adik perempuan. Keluarga? Bukankah dia yatim piatu? Dan lagi, siapa “Res”? Namanya bukan Res, melainkan Isaac. Unit apartemen ini bukan rumahnya. Dia tinggal di panti asuhan bersama anak-anak yatim piatu.
Situasi ini sangat tidak masuk akal.
Pusing dengan segala pertanyaan tentang apa yang terjadi padanya, Isaac akhirnya menemukan jawaban. Anak laki-laki itu tak sengaja melirik sebuah kalender di meja kerja ‘Ayahnya’.
Tahun 2093. Anak laki-laki itu terkejut bukan main. Seketika dia mengetahui faktanya, ingatan masa lalu itu kembali lagi. Bagaikan ikan yang dipancing ke permukaan.
Isaac adalah seorang remaja laki-laki berusia 16 tahun yang mati tertembak pada saat Perang Dunia II. Perang mengerikan itu meletus dan merenggut nyawanya secara tidak sengaja. Sejarah besar yang tercatat di rekor dunia sepanjang masa, sayangnya nama Isaac tidak pernah disebut.
Peluru yang menembus kepalanya itu masih bisa dirasakan. Perih, Isaac menyentuh ubun-ubunnya, meringis.
Meskipun Isaac masih belum sepenuhnya memahami situasi yang dihadapinya, setidaknya, di kehidupan ini Isaac bisa hidup enak. Tuhan memberinya kesempatan terlahir kembali di keluarga yang kaya. Lihatlah, tinggal di apartemen bintang lima dan makanan tanpa batas. Kecuali fakta bahwa nama barunya adalah “Res”. Ia akan tetap menganggap dirinya sebagai Isaac.
Kembali ke masa kini. Ada banyak hal yang dilewatinya selama revolusi dunia semenjak perang besar itu. Zaman telah berubah drastis, bagaikan kera yang berevolusi menjadi manusia. Isaac bahkan melewatkan sebagian besarnya.
Ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang pesat. Ilmu yang ada di kepala Isaac bahkan tertinggal jauh dibandingkan anak usia 8 tahun sekarang. Mobil terbang, gedung-gedung modern. Semuanya berbanding terbalik dengan apa yang dilihatnya dulu. Isaac harus terbiasa dengan semua ini.
Sejenak Isaac melihat dua remaja perempuan yang asyik berfoto di bawah sana. Sebuah bola kecil terlihat melayang. Keren, itu adalah kamera terbang dengan teknologi canggih. Foto yang keluar pun berwarna, bukan lagi hitam-putih. Juga di sebelah sana, Isaac melihat seorang disabilitas yang duduk di kursi mengambang. Di kehidupan sebelumnya, kalau tidak salah, benda itu dinamakan kursi roda.
Ssiingg! Isaac menoleh. Sebuah benda terbang kecil melayang-layang di hadapannya. “Minum?” Benda itu ‘berbicara’, belalainya memegang segelas air mineral, menyodorkannya pada Isaac. Lucunya! Isaac tersenyum, menerima gelas itu, lantas meminum beberapa teguk. Benda kecil itu mengambang, sabar menunggu anak lelaki itu menghabiskan airnya.
Ini pastilah perintah orangtua Res. Selagi mereka pergi meninggalkannya, mereka tetap bertanggung jawab dengan menjaga Res melalui ‘robot’ kecil ini. Mengatur jadwal Res dengan disiplin, sesekali melayani keperluannya seperti minum, waktu makan, dan lain-lain. Orangtuanya pastilah sangat menyayanginya.
Berbeda dengan kehidupan sebelumnya yang malang. Isaac tidak pernah lagi menemui orangtuanya sejak usia empat belas tahun. Orangtuanya dulu gugur dalam Perang Dunia II, dan Isaac pun meninggal dalam situasi yang sama. Sejak itu Isaac dititipkan di panti asuhan bersama anak-anak lain yang bernasib sama dengannya. Mereka harus lebih mandiri, bertanggung jawab terharap diri sendiri. Tapi sekarang, Isaac dapat dengan santainya menikmati hidup yang mewah dibalik wajah Res.
Sebuah sosok kecil tampak di depan pintu kamarnya.
“Kakak.” Isaac—lebih tepatnya Res, menoleh. Dia bahkan tidak mendengar suara pintu yang terbuka. Di depan daun pintu itu berdiri seorang anak perempuan. Adiknya, yang bernama Rin. Usianya baru saja menginjak enam tahun. Ternyata Rin baru saja pulang dari taman kanak-kanak. Dia masih mengenakan seragam dan membawa tas di punggungnya.
“Di mana Ibu?” tanya Res—Isaac. Biasanya ‘adiknya’ itu selalu berada di samping Ibunya. Tumben sekali anak itu datang sendirian. “Ibu sedang menyiapkan makan siang.” Si kecil Rin menjawab. Res mengangguk-angguk.
“… Ngapain kamu ke kamarku?” Res tersadar, bertanya lagi. Kamar mereka kan terpisah. Rasanya Rin tidak ada urusan apa pun masuk ke kamar Res. “Memangnya tidak boleh, kak?” Rin bertanya polos. Anak kecil itu tidak berpikir Res sedang mengusirnya. “Ya sudah deh, aku keluar.” “Ya, cepat ganti baju dan makanlah duluan dengan Ibu,” timpal Res, saat Rin keluar dari kamarnya.
Sejenak, Isaac—dalam wujud Res—termangu. Rasanya wajah anak perempuan itu familiar. Kenapa Isaac baru menyadarinya sekarang? Dia sepertinya mengenali wajah itu di kehidupan sebelumnya.
Di kehidupan sebelumnya…
Siapa ya?
Cerpen Karangan: Zahra Kirana Blog / Facebook: Zahra Wirawan
Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 8 September 2021 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com