Langit malam yang nampak suram. Melukiskan kesuraman yang sama, seperti penampilanku malam ini. Baju hitam, yang penuh dengan bercak darah. Serta pisau belati, yang masih berlumuran darah. Terlihat jelas di depanku. Juga seorang wanita berambut panjang dan baju yang berwarna hitam, yang terkapar dengan banyaknya darah keluar. Keringat yang menguncur, serta seluruh badan yang masih gemetar, tak lagi bisa aku definisikan. Menunduk, menangis di sela-sela tangan, terus aku lakukan. Hingga ragaku ingin saja keluar. Sejenak, ingin jalan-jalan. Melihat semua rentetan kejadian. Sebelum akhirnya, aku dipanggil tuhan. Atau, aku menyusul seseorang dilain jalan.
RENTETAN KEJADIAN, SAAT DULU.. “gantengnya cucu omma. siapa namanya ra?” dia adalah ommaku. Orang yang menimangku kali pertama bertemu dengan cucu pertamanya. “namanya Anzo Elvarino” di sudut ruangan yang sama, ada seorang wanita yang masih terbaring lemah di depan omma. Dia adalah ibuku, Ranata. Yang masih bermesraan dengan seorang laki-laki, dengan usia hampir menginjak 30 tahun. 2 hari lagi.
Kejadian awal yang masih membuat ragaku tersenyum menyaksikannya.
Saat aku lahir sampai berusia 2 tahun. Omma menetap di rumahku. Omma ikut membantu mengurusku kecil. Kehidupan saat itu, terasa sangat harmonis. Bahkan, ayah dan ibu selalu menunjukkan kemesraannya di hadapan omma. Terlihat sangat membahagiakan kehidupanku dulu.
Semuanya, seakan terjadi begitu cepat. Kini, ragaku memandang banyaknya orang yang berlalu-lalang. Kertas yang tadinya dibawa bertumpuk-tumpuk di tangan mereka, kini terbang tak tahu arah. Para reporter yang berlarian, dan menghadang ragaku saling berdempetan. Aku melihat semuanya, melihat ayah yang dibawa oleh banyak polisi, serta borgol yang melekat di tangannya. Ayah terlibat kasus korupsi dana perusahaan. Ayah dipenjarakan. Serta aset rumah dan mobil, tak boleh meninggalkan sisa. Semuanya, harus disita.
Ragaku berjalan pelan-pelan, menyusuri beberapa reporter liputan untuk memasuki rumah. Aku melihat kuatnya tangan ibu, yang memegangi tangan polisi memohon untuk tak disita. Omma masih menggendongku yang sudah berusia 4 tahun. Tiba-tiba, aku melihat tubuh omma shock dan jatuh terbaring di lantai. Aku kecil yang tak berdaya. Serta masih di pelukan omma. Itu terlihat, sangat menyedihkan.
Ragaku kali ini, tak sanggup menyaksikan rentetan kejadian lain. Tiba-tiba, tanganku ditarik oleh seseorang. Raga seorang wanita yang menutupi wajah dengan rambutnya sendiri.
“lanjutkan. di ujung sana, aku akan menemanimu, dan menunjukkan sesuatu.” Benar-benar raga yang misterius. Setelah dia mengatakan ini, dia menghilang tanpa jejak.
Ragaku kembali melanjutkan perjalanan. Ragaku, melihat aku yang berada di rumah yang sangat kecil. Hanya ada seorang ibu-ibu paruh baya dan satu orang anaknya. Ya, sudah pasti itu ibuku. Sedangkan omma, dia meninggal ditempat saat ayah ditangkap. Omma shock berat dan membuat darah tingginya naik. Serta, tak bisa diselamatkan.
Ragaku melihat seorang wanita, yang sedang memukul, menyeret, menampar, serta membenturkan kepala anak kecil di depannya. Tentu saja, anak kecil itu adalah aku. Ragaku, hanya bisa menggenggam kedua tangan yang tak bisa melawan. Ragaku, terus saja menyaksikan penganiayaan yang dilayangkan seorang ibu kandung kepada anaknya, yang baru berusia 10 tahun. Aku kecil yang sangat malang, harus menerima semua pelampiasan kemarahan ibu, terhadap dunianya.
Ragaku mulai berjalan lagi. Kali ini, melihat perilaku ibu kepada aku yang yang sudah berusia 18 tahun. Yang makin menjadi-jadi. Ibu melampiasakan kekesalannya, kepadaku lagi, dan lagi. Dihari yang sama, ragaku melihat aku yang tak biasanya diam jika diperlakukan kasar oleh ibu. Kini, aku memberontak dan memutuskan meninggalkan ibu dari rumah.
Aku menjadi anak yang tak tahu arah. Luntang lantung tak jelas, dengan baju yang tak pernah diganti, serta harus bergantung nasib di jalan raya. Berpindah dari satu kota ke kota lainnya, hingga menemukan seorang wanita yang ingin diajak bersenang-senang.
Kali ini, ragaku ditemani oleh raga perempuan misterius itu. Kami mengikuti aku, sedang berada di gedung yang sangat gelap, serta panas. Kami melihat. Aku bersama wanita itu, bermesraan layaknya anak muda sekarang. Puncaknya, aku Anzo elvarino mengajaknya berhubungan badan. Tapi sang gadis itu, terus saja mengelaknya. Kondisi yang sepi, membuat tak ada orang yang bisa membantunya.
Ragaku kembali melihat aku menyiksa dengan memukul, menampar, hingga menancapkan pisau belati, ke tubuh wanita itu. 19 titik, aku jelajahi sambil menikmati tubuh wanita itu. Kini, ragaku melihat kembali kondisi wanita itu, yang berlumuran darah karenaku. Tentu saja, pelajaran menganiaya orang, aku pelajari dari ibu dulu.
Raga wanita misterius itu, kembali bersuara. “sebelumnya, aku ingin memberitahu kau tentang aku. Aku adalah wanita yang dibunuhmu itu. 19 titik yang kau torehkan ke tubuhku, serta wajahku, membuat wajahku tak berbentuk lagi. Maka dari itu, aku menutupi keseluruhan wajahku ini. Dan, ragaku sudah terlepas bebas. Tapi, ragamu, masih harus menyatu dengan tubuh aslimu. Kuharap. Kau bisa mempertanggung jawabkan semuanya. Sekian.” Raga wanita itu, tiba-tiba menghilang sangat cepat.
Tak terasa, ragaku rasanya ingin patah melihat kenyataan, perempuan misterius itu adalah Winara, gadis yang beberapa jam tadi, aku bunuh dengan pisau belati itu. Dan dia, meminta pertanggung jawabku tetang semuanya.
Tak ada angin yang menghiasi gedung yang sangat gelap gulita ini. Tiba-tiba, ragaku terseret layaknya angin tornato yang sedang beraksi. Ragaku terseret masuk ke dalam tubuh aku sebelumnya.
KEMBALI KE REALITA..
Aku dan raga, kini sudah mulai bersatu kembali. Aku menatap sekeliling, dan melihat kondisi yang masih sama. Tapi, ada yang berbeda, winara sudah terbungkus kantong kuning milik polisi. Aku, yang tak mau tertangkap basah oleh semua orang, langsung mengambil pisau belati di depanku. Dan melayangkannya ke tubuhku sendiri. Sebelum nantinya, polisi mengetahui kondisiku yang masih hidup. Sambil memegangi bagian yang kutusuk tadi. “winara, aku akan menyusulmu.”
SELESAI
Cerpen Karangan: Nadia Pratiwi Blog: nadiaggp.blogspot.com saya Nadia Anggun Pratiwi. saya biasa menggunakan nama Nadia Pratiwi di blog saya. saya sangat suka jika membicarakan tentang puisi. tapi, kali ini saya mencoba hal baru untuk menulis cerpen. kalian bisa lebih mengenalku, lewat blogku. salam kenal semuanya.