“Huff… lelah juga hari ini” Gumam seorang pemuda yang sedang duduk di atas batu besar.
Iwan adalah seorang sarjana pertambangan. Baru dua minggu dia bekerja di perusahaan tambang batu bara di sebuah lokasi dekat dengan pedesaan di pulau kalimantan. Perusahaan tambang ini adalah perusahaan tambang kecil dan hanya memiliki 50 orang karyawan.
“Ayo pak kita kembali ke mess” ajak Pak Agus salah seorang rekan kerja Iwan. Semua karyawan hanya berjalan kaki dari lokasi pertambangan menuju mess tempat mereka tinggal.
“Kudengar ada karyawan baru yang masuk tiga hari yang lalu. Kalau tidak salah namanya Andi” Kata Pak Agus membuka pembicaraan. “Oh ya? dari mana asalnya pak?” Tanya Iwan. “Kalau tidak salah kata HRD sih dari ibukota, Tapi sampai sekarang tak kulihat batang hidungnya” kata pak Agus sambil menghisap rokoknya.
10 menit berlalu akhirnya mereka telah sampai di kamar mess mereka masing-masing dan Iwan menempati kamar mess paling ujung. Iwan menempati kamar mess seorang diri. Kamarnya berukuran sedang dengan dua tempat tidur yang terpisah oleh kursi dan meja yang di atasnya terdapat sebuah Radio.
Betapa terkejutnya Iwan saat dia masuk ke dalam kamarnya. “Hai, baru pulang kalian?” Tanya seorang pria berkulit gelap dengan tampang yang cukup membuat hati ciut saat melihatnya. Pria itu tengah duduk di kursi dengan meletakkan kedua kakinya menyilang di atas meja.
“Oh iya, perkenalkan nama saya Andi Waluyo. Saya karyawan baru di sini. Panggil saja saya Andi” Ujar pria tersebut sambil menghisap rokoknya. “Mengapa anda ada di kamar saya?” Tanya Iwan keheranan. “Bos menyuruh saya menempati kamar paling ujung. Oh iya, saya belum tau nama anda?” Tanya pria berkulit gelap bernama Andi itu. “Iwan Darmawan, Panggil saja Iwan” Kata Iwan sambil mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan.
Perlahan pria tersebut bangkit dan berjalan mendekat ke arah Iwan. Tangan Andi begitu kekar dengan telapak tangan yang terasa kasar. Genggaman tangannya pun begitu kuat saat berjabat tangan.
Keesokan harinya seperti biasa para karyawan bekerja di lokasi pertambangan tak terkecuali karyawan baru yang bernama Andi Waluyo. Entah mengapa iwan tidak begitu menyukai Andi. Terlepas dari tampangnya yang sangar, sikapnya pun begitu mencurigakan. Andi orangnya misterius dan selalu memperhatikan gerak gerik setiap orang di sekitarnya termasuk Iwan. Andi pun kerjanya asal-asalan, tidak seperti pekerja tambang profesional pada umumnya.
Sore hari pun tiba, seperti biasa semua karyawan kembali pulang ke mess masing-masing dengan berjalan kaki. Malam itu udara terasa panas sekali, Iwan tidak dapat memejamkan matanya karena hawanya terlalu pengap, ditambah lagi asap rokok yang memenuhi ruangan kamar.
“Tak bisa kah kau merokok di luar?” Kata Iwan dengan kesal. Andi hanya duduk di atas tempat tidurnya menatap tajam ke arah Iwan sambil mulutnya menghisap dan menghembuskan asap rokoknya ke udara tanpa mengucapkan sepatah kata pun.
Tak tahan dengan kelakuan Andi, Iwan pun beranjak dari tempat tidurnya menuju pintu keluar. “Kurang ajar betul kelakuannya!” Gumam Iwan kesal.
Sambil melihat ke arah langit malam Iwan berkata, “besok sepertinya aku harus ke desa, ada beberapa barang yang harus kubeli di sana”
Minggu pagi ini begitu cerah, setelah makan siang Iwan melangkahkan kakinya menuju desa yang berjarak 7 Km dari lokasi tambang. Sesampainya di desa, Iwan membeli perlengkapan sehari-hari yang memang sudah hampir habis, tetapi ada satu barang yang memang ingin dibeli oleh Iwan akibat dari kedatangan dan sikap tak mengenakan dari Andi teman sekamarnya itu. Iwan membeli sebuah pisau lipat yang berukuran sedang dengan mata pisaunya jika dibuka memiliki panjang 10 cm sebagai alat pertahanan diri. Diselipkannya pisau lipat itu dipinggang bagian belakang tubuhnya kemudian iwan melangkahkan kakinya untuk pulang.
Hari begitu gelap, karena awan-awan hitam sedang menutupi langit malam itu yang berarti akan segera turun hujan. Iwan berjalan di jalan setapak yang berdebu yang hanya diterangi oleh lampu jalan pada setiap tiang listrik yang dilewatinya sambil matanya mengawasi apapun di sekitarnya.
Sedari tadi perasaannya kurang nyaman, bukan karena gelapnya malam, tapi karena beberapa kali matanya menangkap bayangan hitam yang seperti mengikutinya dari belakang. Seperti ada yang mengikuti langkah kakinya saat dia berjalan, bahkan saat Iwan menghentikan langkahnya suara langkah kaki di belakangnya pun ikut berhenti. “Sialan!!!, apa itu ya?” tanya Iwan dalam hati sambil ketakutan
Tak terasa degub jantungnya begitu kencang, Keringat dingin pun bercucuran dari keningnya. Dipercepat langkah kakinya hingga Iwan pun berlari sambil matanya terus mengawasi arah punggungnya. Beberapa kali Iwan hampir terjatuh akibat tersandung batu karena dia tidak fokus dengan arah pandangannya.
Akhirnya, sambil tersandar di pintu luar kamarnya Iwan pun mengatur tempo nafasnya. Tak terasa bajunya basah oleh keringat akibat berlari. “Huff… selamat juga aku sampai di mess” Kata Iwan lega. Diputarnya gagang pintu dan dia pun melangkah masuk.
“Gelap sekali kamar ini, kenapa Andi tidak menyalakan lampunya?” Tanya iwan dalam hati sambil tangannya meraih tombol saklar lampu untuk dinyalakan.
Kamar itu kosong, tidak tampak kehadiran sosok Andi.
Ditaruhnya perlengkapan dan perbekalan yang dibelinya tadi di atas tempat tidur. Diambilnya segelas air putih untuk menghilangkan rasa hausnya. Dihidupkannya Radio yang berada di atas meja dan Iwan pun mengatur frekuensi hingga dia menghentikan jarinya. Terdengar sebuah berita yang dibacakan oleh seorang penyiar radio, tak lupa dibesarkannya juga volume suara radio itu. Betapa terkejutnya Iwan mendengar berita yang sedang dibacakan oleh penyiar radio itu, tubuhnya bergetar ketakutan.
Diberitakan bahwa ada seorang pria yang telah membunuh seorang wanita. Tubuh wanita tersebut ditemukan di semak belukar dengan tenggorokan tergorok putus. Polisi sekarang sedang mencari pria yang sudah dipastikan sebagai pembunuhnya. Pria pelaku pembunuhan itu tak lain adalah suami dari wanita yang ditemukan di semak belukar tadi dan dikabarkan juga bahwa pria tersebut telah melarikan diri ke sebuah desa dan yang membuat Iwan tercekat kaget adalah nama dari pria pelaku pembunuhan yang disebutkan oleh si penyiar radio tadi. “Oh tuhan!!!” Kata Iwan terkejut.
Sayup-sayup terdengar suara di luar pintu kamarnya, cepat-cepat Iwan mematikan radio dan bersikap wajar seperti tidak terjadi apa-apa.
Tiba-tiba pintu kamar terbuka lebar dan tampak Andi dengan mata tajamnya memandang Iwan, dengan nafas yang ngos-ngosan tampak baju yang dikenakannya basah oleh keringat dan sepertinya sedari tadi dia juga mendengarkan siaran radio itu dari balik pintu luar kamar.
Andi mulai melangkah maju bersamaan dengan langkah mundur perlahan Iwan. Iwan berusaha tenang dan waspada, tak lupa tangannya ditaruhnya di belakang tubuhnya bersiap untuk mencabut pisau lipatnya.
“Jadi, sekarang kau sudah tau beritanya ya?” Kata Andi dengan mata melotot.
Secara tiba-tiba Andi berlari maju bersamaan dengan Iwan mencabut pisau lipatnya, tapi Iwan kalah cepat dari Andi. Dipegangnya tangan dan dicengkramnya leher Iwan hingga dia tersandar dan tersudut pada dinding kamar. Dipelintirnya tangan Iwan sehingga pisau yang dipegangnya terjatuh ke atas lantai.
Tidak tinggal diam Iwan pun memberi perlawanan, ditendangnya perut Andi dengan lututnya hingga Andi mengerang kesakitan dan kemudian didorongnya tubuh Andi dengan sekuat tenaga hingga dia jatuh terlentang di atas lantai.
Iwan bergegas berlari menuju pintu keluar tapi apa daya kakinya ditangkap dan dipeluk erat oleh Andi hingga Iwan kehilangan keseimbangan dan kemudian terjatuh.
Andi bangun dan melompat ke atas tubuh Iwan dan hanya sekali pukulan membuat Iwan pingsan tak sadarkan diri.
Kesesokan harinya Perlahan Iwan membuka matanya. Awalnya tampak buram tapi lama kelamaan semuanya tampak jelas. Iwan tampak duduk di atas sebuah kursi di dalam kamarnya. Dia mencoba bangkit tapi apa daya tangannya terikat dengan tali pada pegangan kursi tersebut.
Tidak lama kemudian muncul seorang pria yang sedari tadi berada di belakangnya dan kemudian berdiri di hadapannya. “Kau ingat foto wanita yang berada di sebelah fotomu ini?” Tanya pria itu sambil menunjukkan sebuah foto pasangan suami istri di tangannya. “Dia adalah istrimu, wanita yang kau bunuh dan mayatnya kau buang di semak belukar” Kata pria tersebut. “Kami sudah mengetahui identitasmu, nama aslimu sebenarnya adalah Arya Wicaksono dan kami menelusuri pelarianmu hingga sampai ke perusahaan ini” Kata suara pria yang berbicara lantang tersebut. Pria yang berbicara itu tak lain adalah Andi Waluyo, pria berkulit gelap dengan wajah yang dapat membuat lawan bicaranya ciut saat melihatnya.
“Kau!!!, siapa kau sebenarnya???” Tanya Iwan gugup sambil mencoba melepaskan diri dari ikatan tali di tangannya. “Aku adalah seorang Detektif dari kepolisian yang memang sengaja datang ke sini untuk mencarimu” Kata Andi memperkenalkan jati dirinya. “dan kau Iwan, Hmm.. maksudku Arya Wicaksokno. Keberadaanmu telah lama kami ketahui. Kami telah melacak pelarianmu dari desa hingga sampai ke perusahaan ini. Kau menyamarkan status dan identitasmu. Kau mengganti namamu dari Arya Wicaksono menjadi iwan Darmawan dan bekerja di perusahaan ini sebagai karyawan” Kata Andi menjelaskan.
“dari kemarin siang aku membuntutimu saat kau pergi ke desa hingga malam hari saat kau pulang. Aku takut kalau saja kau nanti melarikan diri, tetapi nyatanya tidak. Ternyata kau belum tau kalau berita tempat pelarianmu sudah diketahui oleh pihak kepolisian, hingga tadi malam stasiun penyiaran radio menyiarkannya dan kau tidak sengaja mendengarnya.” Kata Andi. “Dasar penyiar radio Busuk!!!. semuanya bisa kacau, rencana penangkapanmu bisa saja gagal, kalau saja aku terlambat datang malam tadi mungkin kau sudah melarikan diri lagi” Kata Andi dengan marah.
“dan sekarang kau harus mempertanggung jawabkan atas pembunuhan yang kau lakukan terhadap istrimu di pengadilan” Kata Andi seraya menggenggam kerah baju Arya dengan kedua tangannya.
Cerpen Karangan: Supriansyah Blog / Facebook: Supriansyah