Semester 1 berakhir dengan pembagian rapor. Semua murid lomapat-lompat kegirangan karena hasil menakjubkan yang mereka dapat, terutama Mira yang mendapatkan peringkat pertama. Untuk merayakannya, Mira mengundang kami untuk berpesta di villa milik keluarganya. Mira menetapkan tanggal 31 Desember agar kami dapat menikmati malam pergantian tahun bersama.
Sekarang adalah waktunya, pandanganku melebar saat menatap bangunan indah berwarna putih cerah berdiri kokoh, bergaya tradisional namun bernuansa modern, dikelilingi oleh taman hijau dan berbagai bunga warna-warni, sangat sejuk begitu menenangkan hati setiap embusam nafas.
“Selamat datang, jangan sungkan dan anggap rumah sendiri,” ujar Mira tersenyum.
“Meski Nona bilang seperti itu, tolong jaga tatakrama kalian,” Tiba-tiba suara seseorang muncul, kulihat orang berperawakan jangkung keluar dari balik dinding, pria tersebut mengenakan setelan jas hitam daleman putih, kedua jarinya menarik dasi kupu-kupu sebelum menunduk hormat kepada Mira. Tatapan Pria itu tajam, terkesan mengintimidasi, mungkin jika itu dilihat dari sudut pandang pelayan bawahannnya dia adalah sosok yang sangat tegas dan berwibawa.
“Kenalin, dia Tuan Tom, kepala pelayan di sini,” Mira memperkenalkannya kepada kami.
“Selamat datang Nona, sudah lama semenjak Nona terakhir datang kemari,” Seseorang kembali muncul dari belakang Tuan Tom, seorang gadis muda, mungkin seumuran denganku. Setelannya mengunakan gaun hitam dengan celemek putih polos yang sisinya seperti bunga teratai, dia nampak cantik dan sangat imut dengan hiasan lucu di kepalanya. “Satu lagi, dia adalah Naura anak dari Tuan Tom,” ujar Mira memperkenalkannya.
Setelah Mira mengatakan itu, Jemari Naura mengangkat roknya, kakinya disilang sembari menekuk, kepalanya menunduk hormat kepada kami, tersenyum sumringah menyambut kami dengan ramah. “senang bertemu kalian,” ujar Naura.
“Baiklah Tuan Tom, tolong antar para cowok ke kamarnya, untuk para cewek ikuti Naura,” ujar Mira.
Lalu Tuan Tom dan Naura membuka pintu villa, aku melangkah masuk, begitu terpukau ketika melihat dalam bangunan ini. Karpet merah terhampar sampai tangga lantai 2, lukisan-lukisan yang terpampang bejejer rapih, bahkan tiang kayunya memiliki corak dan motif batik yang menambah estetika ruangan.
Kami mengikuti Tuan Tom menuju kamar kami, ah aku berharap Naura yang mengantar, berada di dekat Tuan Tom membuatku gemetar, dia tak pernah sedikitpun tersenyum bahkan menyapa kami, hanya bicara dingin, itupun seperlunya.
“Di sini kamar kalian, beristirahatlah,” ujarnya dengan wajah datar.
Setelah kami masuk Tuan Tom pun pergi tanpa pamit, aku dan ketiga temanku: Brian, Candra dan Daffa berbincan ringan sambil istirahat.
Diluar sedang turun hujan, langitnya begitu mendung, terkadang kilat menyambar dan menggetarkan dada, namun di dalam sini begitu nyaman dan hangat, aku harap punya villa seperti ini.
Hujan tak kunjung reda bahkan ketika matahari terbenam, kami semua akhirnya berkumpul di ruangan santai yang cukup luas, hujan memaksa kami untuk tidak keluar villa, karena itu semua cewek: Kayla, Mira, Raisya dan Tina mulai BadMood, keliatan dari bibirnya yang manyun.
“Nah, karena hujan dan gak bisa keluar aku bakal nyanyi,” ujar Mira bersemangat. “Aku main alat musiknya ya,” ujar Raisya.
Mira langsung membawa kami ke ruangan yang memang sudah disediakan panggung berserta alat musiknya di sana, meja bundar ditutup kain putih juga ditata dengan rapih. Mira, Raisya, Brian dan Candra mengecheck sound sistemnya sebelum mulai bermain. Mira bernyanyi dengan merdu dan penuh penghayatan. Tiara mengeluarkan kameranya dan memotret mereka, sementara Kayla merekam performa mereka, sisanya termasuk aku hanya penonton biasa. Sungguh menyenangkan apalagi ketika Naura meletakan segelas jus di mejaku, dia tak segan untuk menyapaku.
Namun suasana seolah mencekam ketika Tuan Tom meletakan sekotak tisu di mejaku, ih… Ada apa dengan dia? Pria menyeramkan.
Pertunjukanpun selesai, kami bertepuk tangan, kepada seorang Idol sekaligus tuan rumah, Mira. Aku berteriak sembari memujinya berhasil membuatnya tersipu.
Tak lama satu persatu orang mulai meninggalkan ruangan karena urusan masing-masing, aku sendiri kembali seorang diri ke kamar untuk mencari smartphoneku yang tertinggal. Saat aku kembali aku melihat Tuan Tom berjalan terburu-buru menuju sebuah ruangan, penasaran aku mengikutinya, sampai dia masuk ke sebuah Control Room. Di depan pintu aku mulai merasa aneh, saat menguping tuan Tom sedang marah-marah di dalam ruangan, meski tak begitu jelas dia marah karena apa.
Tiba-tiba lampu mati, seluruh ruangan gelap gulita, Aku menyalakan senter hp dan mulai melangkah, sebenarnya seberapa luas villa ini? jarak senterku terbatas, tepat di ujung dekat tangga sebuah kilat menyambar, bersamaan dengan itu sebuah siluet manusia terlihat ketika flash menembus jendela.
Petirpun menyambar kembali, kini siluet itu menghilang, aku tak terlalu mempedulikannya, jadi aku terus berjalan sembari nenuruni tangga, dengan pandangaku sangat terbatas, aku melangkah dengan hati-hati. Meski Tiba-tiba seseorang menabrakku alhasil diriku jatuh terduduk bersamaan dengan suara benda pecah. “Maaf gak sengaja,” ujarnya.
Aku dapat melihat dengan jelas, dia adalah Naura, dia masih meringis ketika mencoba berdiri, kulihat sekelilingnya piring yang telah pecah.
“Aku gakpapa kok, lagi mati lampu juga, akupun gak bisa liat,” ujarku memakluminya “Ada yang luka? Nanti aku obati,” tawarnya.
Aku menunduk malu, bagaimanpun juga aku merasa gak enak, dia bahkan malah khawatir padaku. Tiba-tiba lampu menyala bersamaan dengan itu suara teriakan terdengar cukup keras.
Aku dan Naura berbegas ke sumber suara itu, ketika sampai kulihat Kayla terduduk lemas sementara Raisya diam membeku di depan sebuah ruangan yang pintunya telah terbuka.
“Kalian kenapa?” tanya Candra yang tiba-tiba datang di belakangku.
Mereka tak menjawab dan masih diam membeku, lalu semua orang mulai berdatangan, karena penasaran aku memasuki ruangan itu. Dan nampaklah tubuh Mira sudah terlentang kaku, sekitarnya digenangi darah yang berasal dari sebilah bambu menancap di perutnya.
“Apa? Ba-bagaimana bisa? Ada apa ini?” Tina agak panik.
Kami semua memandang tak percaya atas apa yang terlihat, bagaimana bisa? Siapa yang melakukannya? Diriku gemetar tak terkendali, kini kepalaku dipenuhi berbagai pertanyaan dan kesedihan.
Aku mendekati Naura yang sedang menangis ketakutan di pelukan Tuan Tom, sementara teman-teman yang lain masih terkejut dan hampir tak bisa melakukan apa-apa.
“Saya mau tanya, selain kita semua apakah ada orang lain di sini?” tanyaku. “Hanya aku dan ayahku penjaga villa ini, selain kalian tak ada tamu lain di sini,” jelas Naura.
Aku menarik nafas, menenangkan diriku sendiri, mencoba berfikir tentang apa yang harus aku lakukan sekarang, aku menatap kembali jasat Mira mencoba untuk menganalisisnya.
Terdapat tulisan di bambu yang menancap “Miliku akan kembali,” Akhirnya aku tau apa yang harus kulakukan sekarang
“Baiklah semuanya, mari berkumpul di ruang tamu, pembunuhnya diantara kita,”
Bersambung
Cerpen Karangan: Miftah Blog / Facebook: Miftah Abdul Fatah