Penyelidikan baru dimulai, setelah memintai keterangan dari setiap orang kuputuskan untuk memeriksa keluar bangunan. Payung hitam kubukan dan berjalan menerobos hujan. Langit begitu gelap, hujannya masih cukup deras, ah aku tak bisa berjalan lebih jauh selain sekitar halaman. Namun di sana nampak seorang gadis familiar berdiri di bawah lampu taman.
“Amanda, ternyata kamu ikut,” ujarku heran. Dia tersenyum manis seperti biasa. “Iya emang kenapa? Lagi menyelidiki kasus?” tanyanya, lalu ikut berteduh dibawah payungku. “Iya aku sedang menyelidiki kasus di villa ini,” jawabku. “Maksudmu tentang pembunuhannya Mira?” tanya-nya kembali. “Iya kau taukan siapa pembunuhnya?” aku berbalik bertanya. Dia tertawa kecil, menatapku dengan ekspresi gemas. “Tentu saja, aku tau siapa pelakunya, tapi jangan harap aku akan memberitaumu, nanti gak seru donk, lagipula aku tidak mengikuti permainan ini,” ujarnya. “Aku tidak akan memaksa,” balasku.
Lalau dia memegang sebelah lenganku, dia meletakan sesuatu di sana, nampak sebuah kunci merah kecil dan tipis, begitu mengkilat. “Ini dapat kau temukan sepanjang penyelidikan, masih tersisa 2 lagi,” ujarnya. “Kumci apa ini?” tanyaku. “Rahasia,” Setelah mengatakan itu Manda berlari menjauh dariku menembus hujan sampai hilang ditelan kegelapan. Aku menyimpan kunci itu dan melanjutkan penyelidikan.
Yang pertama kupikirkan adalah pusat sumber daya, aku memeriksa saklar listrik yang mungkin tadi terjadi masalah, sepertinya saklar listrik ini normal.
“Ayah!” Teriakan dibalik hujan terdengar begitu jelas, aku bergegas menuju taman namun alangkah terkejutnya aku ketika sampai di sana, melihat Tuan Tom duduk di bawah pohon dalam keadaan mengenaskan tak bernyawa. Naura juga di sana, menatap tubuh ayahnya yang lebam dengan baju dalemannya yang berubah merah.
“Naura ada apa?” tanyaku agak panik. “Ayahku bilang mau memetik buah, tapi dia lupa membawa gunting untuk memetik rambutan, saat aku membawakan untunya aku sudah melihatnya seperti ini,” tangisnya. Naura menangis semakin keras, sedih tak sanggup melepas kepergian ayahnya apalagi dengan cara seperti ini, aku mencoba untuk menenangkannya, tak lama setelah itu Raisya dan Tiara datang, mereka juga sama terkejutnya..
“Tolong bawa dulu Naura dari sini, aku akan melanjutkan penyelidikan,” pintaku. Raisya dan Tiara nurut mereka membiarkanku melanjutkan penyelidikan, aku mulai memeriksa mayat Tuan Tom, di saku kanan Jasnya terdapat sebuah foto sepasang kekasih sedang menggendong anak mereka. Foto ini nampaknya sudah tua, warnanya tua dan telah berdebu, aku akan mengamankannya ini sebagai petunjuk.
Aku kembali ke dalam villa, menghela nafas sebari melihat berbagai lukisan, di sana nampak satu lukisan yang menarik perhatianku, seorang pria yang mirip di dalam foto yang kutemukan. Aku mendekat lukisan tersebut untuk melihatnya lebih jelas, di sana sebuah benda mengkilap menempel sesuai pada gambar kunci di lukisan, kuambil dan mendapatkan sebuah kunci berwarna hijau.
“Bagus kau temukan kunci kedua,” Suara orang di belakangku berhasil membuatku terkejut, kulihat siku Manda sedang bersandar di pundak’ku. “Kamu ngagetin aja,” ujarku menghela nafas. “Tinggal satu kunci lagi, selamat berjuang,” suportnya. Manda melangkah menjauh, lalu menghilang dibalik kegelapan seperti tadi, sebenarnya kunci yang aku kumpulkan untuk apa?
Lalu tak lama Tina muncul, dia memberikan sebuah koran lama yang telah menguning. “Aku telah menyelidiki sebagian dari bangunan ini, dan aku mendapat beberapa petunjuk termasuk ini,” ujar Tina.
Aku membaca isi koran tersebut, dan ternyata kejadian pembunuhan satu keluarga di villa ini, beritanya sudah 10 tahun lalu, dan ternyata tempat kejadian pembunuhan adalah tempat dimana Mira dibunuh, masih tak diketahui apakah pelakunya sudah ditangkap?
Setelah membaca ini, aku memutuskan untuk menemui Naura, dia sedang berkumpul bersama dengan Raisya, Tiara, Daffa dan Chandra. “Naura, aku turut berduka atas kepergian Tuan Tom,” ujarku. Dia membalasku dengan anggukan, mencoba tersenyum kecil dibalik kesedihannya itu, meski kutau dia sangat ingin menagis. “Iya semoga kau bisa dengan cepat menemukan pelakunya,” balasnya. “Soal itu, bisa kau jelaskan foto ini?” tanyaku. Dia memperhatikan sesaat foto itu, mencoba mengingat.
“Ini foto keluarga pemilik sebelumnya dari Villa ini, ayahku seharunya sudah bekerja saat itu,” jelasnya. “Jika memang demikian, berarti Tuan Tom adalah ancaman bagi pembunuhnya,” terkaku.
Lalu Naura beranjak dengan cepat memasuki sebuah ruangan, apa dia marah? Tapi setelah itu dia keluar sembari membawa sebuah buku catatan kecil berwarna hitam. “Aku tak tau ini dapat membantu atau tidak,” ujar Naura memberi catatan tersebut.
Lalu aku membukanya, ini adalah catatan dari Tuan Tom, katanya rungan tempat pembunuhan itu terkutuk, setiap dia memasuki ruangan itu dia sering mengalami kesialan, akhirnya dia mengunci ruangan itu, tak ada siapapun yang diperbolehkan masuk termasuk si pemilik rumah yang sekarang. Meski begitu setiap malam dalam ruangan tersebut sering terdengar rintihan dan geraman, terkadang suara yang membisikan balas dendam.
“Terimakasih ini sangat membantu,” ujarku.
“Fer, kita belum memeriksa video Kayla, dia bilang saat mati lampu dia melihat dengan bantuan Infra red, mungkin layarnya dalam kondisi merekam,” saran Tina sebari mencatat. “iyap betul juga, kupikir pembunuhnya ada kaitannya dengan cerita hantu ini,” “Maksudmu pembunuhnya hantu?” tanya Raisya. “Bisa jadi,” aku mengangguk. “Jangang nakut-nakutin ah, udah takut juga,” rengek Tiara.
Aku beranjak dari kursiku menuju ke ruangan yang dituju, sebelum itu ada yang harus kukatakan.
“Manusia itu lebih menakutkan dari hantu, kau harus tau itu,” Setelah mengatakan itu aku pergi dan Tina mengikutiku dari belakang, saat di jalan aku menemukan Brian di depan pintu ruangan tempat dimana jasat Mira berada.
“Kau sudah tau siapa pembunuhnya?” tanya Brian dengan wajah kosong. “biasanya cowok akan nangis jika cewek pujaan hatinya mati mengenaskan seperti ini, tapi sepertinya kau tenang-tenang saja ya,” ujarku.
Mata Brian memerah, wajahnya seram dengan hawa yang mengintimidasi, dia mendekat dan menarik kerah bajuku. “Maksud Lu apaan hah?” bentaknya. “Hey tenang dulu, kita bisa bicara baik-baik kan,” balasku mencoba tenang. “Hey situasi lagi kek gini jangan berantem,” Tina mencoba melerai kami. “Ouh gue tau, jadi kalian nunduh gue pelakunya?” terkanya dia semakin menarik kerah bajuku. “Gue gak cuman nuduh lu kali, gue aja curiga ke Tina di samping gue, gue masih belum percaya semua orang sebelum gue nyelesain nih kasus, jadi lu tenang dulu,” jelasku, masih bersikap tenang. Brian melepas kerah bajuku dengan kesal, lalu dia bergi menjauh dari kami. “Kalau gue pembunuhnya, pasti gue bunuh lu dulu sebelum Mira,” ujar Brian sebari terus menjauh.
Bersamaan dengan itu Naura datang menyusul kami, dia membawakan sebuah Diary merah, lalu memberikannya kepada kami. “Aku telah membacanya sedikit, ini ditulis oleh perempuan di foto itu 12 tahun lalu, aku membacanya sedikit satu hari sebelum kejadian pembunuhan,”
Lalu aku membacanya, menceritakan tentang foto keluarga yang kekurangan satu orang karena dia sedang berada di rumah sakit. Ini adalah petunjuk yang sangat bagus!
“Terimakasih, sedikit lagi aku pasti menemukan pelakunya,” ujarku. “Sepertinya aku mengenali anak di foto itu, namun aku tak bisa menuduh tanpa bukti, jadi seterusnya kuserahkan kepada kalian,” balas Naura menyemangati. “Sedikit lagi, pasti,” ujarku.
Naura lalu kembali dan aku menuju kamar Kayla, saat sampai di sana dia nampak tertidur pulas, lalu Tia mengambil Handicamnya di atas meja. Kami memutar video tersebut, mulai dari awal pertama perform sampai kejadian mati lampu, di sana nampak gambar lorong gelap, saat dekat dengan pintu tempat dimana Mira terbunuh, kamera terjatuh, menampikan kaki seseorang di dalam ruangan, lalu menghilang dari balik pintu.
“Itu pembunuhnya?” tanya Tina. “Benar, hantu dari masa lalu,” ujarku. “Hantu?” tanya Tina menyipitkan mata. “Baik, satu bagian lagi dan kita dapat menangkap pelaku, Tina tolong bangunkan kayla dan suruh semuanya berkumpul di meja bundar,” pintaku.
Lalu nampak Raiysa memasuki ruangan terangah-engah. “Gawat! Naura dan Brian tewas.”
Bersambung
Masih lanjut loh
Cerpen Karangan: Miftah Blog / Facebook: Miftah Abdul Fatah