“Hei, nanti sore kita main petak umpet yuk!” Ajak seorang anak perempuan. Di sebuah jalan beraspal terlihat tiga orang anak SD berseragam pramuka sedang berjalan sambil bercengkrama. “Ayo!!” Serempak dua anak yang lain menjawabnya.
Andi, iwan dan Ratna adalah tiga sekawan. Mereka merupakan teman satu kelas di sebuah sekolah di kota kecil di pulau kalimantan. Ketiganya tidak pernah terpisahkan baik saat di sekolah maupun di lingkungan tempat tinggal mereka. Mereka tinggal pada sebuah komplek perumahan yang memiliki taman bermain.
“Tapi mainnya jangan di taman ya” Kata ratna sambil memainkan rambut kepangnya. “Memangnya ada tempat lain selain di taman, na?” Andi bertanya. “Kita main di sana” kata ratna sambil menunjuk sebuah bangunan rumah berlantai dua. Berdiri sebuah rumah tua terbengkalai terbuat dari kayu yang telah dikelilingi semak belukar.
Andi dan iwan pun saling berpandangan. Mereka berdua bergidik ngeri. Tak sampai pikir ratna berani mengajak bermain di sana. “Ogah ah, serem. Pasti banyak setannya” Ujar iwan sambil mengelengkan kepalanya. “Ah, gitu aja takut. Kalian kan laki-laki, masa kalah sama aku” Ejek ratna. Karena gengsi akhirnya mereka berdua pun menyetujui rencana ratna tersebut.
Sore hari begitu cerah, terlihat iwan dan Ratna sedang berada di gerbang depan sebuah rumah berlantai dua. Rumah itu merupakan tempat tinggal Andi. Terdengar mereka berdua sedang memanggil Andi untuk diajak bermain seperti yang sudah direncanakan mereka bertiga. Dari jendela kamar di lantai dua muncul andi menyahut panggilan mereka berdua.
“Ya, tunggu sebentar” Kata Andi sambil kemudian masuk kembali ke dalam. “Ibu, aku mau main dulu sama iwan dan ratna di taman komplek depan ya” Kata andi meminta izin kepada ibunya. Bu Dian adalah seorang janda. Andi telah ditinggal ayahnya pergi lima tahun yang lalu akibat kecelakaan mobil. “Ya, hati-hati ya. Sebelum magrib harus sudah pulang ke rumah” Pesan ibunya kepada Andi.
Selang berapa lama akhirnya mereka tiba di rumah tua yang telah mereka sepakati. Perlahan mereka memasuki pekarangannya. Rumput ilalang telah tumbuh disekitar jalan masuknya.
“Pintunya terkunci. Kita lewat jendela saja” Usul Ratna setelah beberapa kali mencoba membuka pintu depan. Akhirnya mereka pergi mengitari rumah dan menemukan sebuah jendela di area dapur yang tidak terkunci. Bergantian mereka masuk satu per satu ke dalam rumah.
Sesampainya di dalam, mereka bertiga menuju ruang tengah di lantai bawah. “Yap, kita mulai saja permainannya. Ini tempat bagi yang jaga” Kata ratna. Dengan cara hompimpa mereka bertiga memulai permainan dan sialnya Ratna lah yang kalah. Akhirnya ratna menjadi orang pertama yang jaga.
Ratna mulai menyandarkan keningnya pada tangannya di sebuah dinding berdebu. Ratna pun mulai menghitung. “…dua puluh” Pada hitungan terakhir Ratna pun membuka matanya.
Ratna mulai mencari keberadaan teman-temannya mulai dari ruang-ruang di lantai bawah hingga ke lantai atas.
Disaat yang sama, “Sepertinya di sini aman, pasti ratna tidak bisa menemukanku” Kata Andi sambil tertawa kecil. Andi bersembunyi di dalam kamar di lantai atas pada celah di samping sebuah lemari tua. Disaat dia sedang bersembunyi, tanpa sengaja kakinya menyenggol sesuatu di lantai. Diambil benda itu oleh andi. Tampak sebuah botol berukuran sedang berwarna kuning keemasan dengan bentuk yang unik. Terdapat ukiran-ukiran sebuah gubuk dan pemandangan pada tiap sisinya. Andi mengeritkan dahi, perlahan dibukanya tutup botolnya. Tercium aroma wewangian yang sangat lembut.
“Sepertinya ini minyak wangi, tidak ada salahnya aku mencobanya” Kata andi dalam hati. Dituangkan ke atas telapak tangannya. Sesuatu yang cair keluar dari dalam botol. Cairan itu berwarna hijau pekat dan segera digosokkannya di sekitar area pergelangan tangan dan lehernya.
“KENA..!!!!” Tiba-tiba Ratna muncul dan mengejutkan Andi hingga botol yang dipegangnya terlepas dan jatuh ke atas lantai. Seketika botol itu pun pecah dan membuat semua isinya tumpah membasahi lantai.
“Ratna!!!, kamu ini, membuatku kaget saja”, Kata Andi kesal. Ratna tertawa dan terlihat pula iwan ada di belakangnya.
“Apa itu, di?” Tanya ratna. “Entahlah? Sepertinya minyak wangi. Coba cium saja aromanya. Wangi kan?” Ujar Andi sambil mengulurkan tangannya ke hadapan ratna. “Iya, wangi ya. Tapi sayang botolnya pecah. Habis deh minyaknya tumpah. Maaf ya, di” Ujar Ratna terlihat bersalah pada Andi. “Udah, nggak apa-apa. Yuk pulang!, udah mau magrib nih” Ajak Andi pada kedua temannya. Akhirnya mereka pun keluar dari rumah tua itu dan berjalan pulang ke rumah masing-masing.
Di atas kasur sambil rebahan Andi melihat ke arah langit-langit kamarnya. Saat matanya mulai terpejam tercium bau wewangian itu lagi. Dengan rasa penasaran diciumnya area di sekitar pergelangan tangannya. “Wangi.., wow! Ternyata wanginya tahan lama” Pekik Andi pelan. “Tapi sayang, minyaknya sudah tidak ada lagi” Kata Andi tampak sedih. Tak lama berselang dia pun tertidur.
Sinar matahari pagi menembus tirai jendela kamar Andi. Dia terbangun dan mulai beranjak dari atas kasurnya menuju kamar mandi. Alangkah terkejutnya ketika dia melihat ke arah cermin, dia melihat area di sekitar punggung telapak tangannya terdapat bulu-bulu kasar berwarna hitam.
“Apa ini? kenapa dengan tanganku? Kenapa tanganku berbulu? Oh.. tidak!!!” Pekik Andi panik. “Andi… kau tidak apa-apa di dalam sana?” Tanya ibunya di luar pintu kamar mandi. “Ya bu, tidak apa-apa. Aku hanya terpeleset tadi” kata Andi berbohong. “Cepat lah mandi! Ibu sudah membuatkanmu sarapan nasi goreng” kata Ibunya menyuruhnya bergegas.
Andi tampak diam seribu bahasa melihat keadaannya sekarang. Tangannya tampak mengerikan dengan bulu-bulu kasar berwarna hitam.
“Apa yang harus aku lakukan sekarang? aku tak mau ibuku melihat keadaanku yang seperti ini” Kata andi ketakutan. “ini pasti karena minyak wangi itu” Tiba-tiba andi teringat akan botol minyak wangi yang dia temukan di rumah tua yang sudah tidak berpenghuni.
Cepat-cepat dia mencuci mukanya tanpa mandi. Segera dia keluar dari kamar mandi, tapi alangkah terkejutnya Andi, ternyata ibunya telah menunggunya di depan pintu kamar mandi.
Secara spontan Andi menyembunyikan tangannya ke belakang tubuhnya. Ibunya tampak curiga dengan apa yang dilakukan Andi. Segera Andi langsung berlari menuju kamarnya dan mengunci pintunya. Andi berpakaian lengkap dan tidak lupa dia juga menggunakan jaket untuk menutupi bulu-bulu di tangannya. Tanpa pamit Andi pun keluar dari kamarnya melalui jendela. Dia melompat ke atas pagar tanaman di bawah jendela kamarnya.
Andi mempercepat langkah kakinya, tujuan utamanya kini adalah rumah tua dimana tempat dia menemukan botol minyak wangi itu. Andi ingin mencari tau penyebab dari tumbuhnya bulu-bulu hitam di tangannya. Sambil mengendap-endap di bawah jendela di bagian dapur rumah tua, Andi kemudian melompat masuk ke dalam. Segera dia berlari ke dalam kamar di lantai atas tempat dimana botol minyak wangi itu berada.
Tampak olehnya botol minyak wangi itu masih berada di atas lantai dengan kondisi pecah berantakan. Dipungutnya botol itu, diperiksanya kembali secara seksama memastikan kandungan di dalam botol itu. “Aku harus mencari penawarnya, mungkin ada di sekitar sini” Andi mulai menggeledah keseluruhan isi kamar.
“Sial!!! Tidak ada apa-apa” Teriak Andi marah.
Tak lama berselang tubuhnya terasa gatal dan panas. Sekujur tubuhnya seakan terbakar. “AaaaKkhh…!!!” pekik Andi kesakitan, tubuhnya menggelepar di atas lantai. “Ibu..tolong aku ibu…” rintih Andi. Dipaksakan tubuhnya untuk bangun, dengan lunglai dia mencoba berjalan. Dengan susah payah dia keluar dari dalam rumah tua itu.
Sepanjang jalan Andi menahan rasa sakit di sekujur tubuhnya. Dengan terseok-seok dia berjalan. Dengan mata berkunang-kunang Andi membuka pintu rumahnya. Dengan sempoyongan dia melangkah masuk ke dalam. Terdengar sayup-sayup suara ibunya sedang berbicara dengan seseorang. Andi mulai mendekat perlahan dan bersandar di balik dinding. Andi mulai mendengarkan pembicaraan mereka berdua.
“Bagaimana dokter? Apakah dia bisa segera pulih? Aku takut saat melihat tangannya mulai berbulu” Kata ibunya kepada pria yang ternyata adalah seorang dokter. Ternyata saat Andi keluar dari kamar mandi, ibunya tak sengaja melihat tangannya yang mulai ditumbuhi bulu hitam. “Ibu tenang dulu, kita lihat keadaannya saat dia pulang nanti” Jawab dokter itu. “Aku kira obat itu akan bertahan lama selama dia hidup, tapi kenyataannya tidak demikian. Tapi nanti kucoba dengan racikan obat yang baru saja selesai kubuat, semoga saja itu bisa membantu” Kata dokter itu mencoba menenangkan ibu Andi.
“Kita harus segera mencarinya, dokter. aku takut semuanya terlambat. Dia bisa saja segera berubah ke tubuh aslinya” Kata ibu Andi panik. “Tubuh asliku???” Kata Andi bertanya-tanya di dalam hati. “Aku telah mendapatkan seorang anak dari hasil eksperimenmu, dokter. Aku tak mau kehilangan dirinya” Kata ibu andi sambil menangis. “Eksperimen??? Siapakah aku ini???” Andi tidak mengerti apa yang sedang terjadi.
“Mungkin kita bisa mencobanya dengan He…” sebelum dokter itu menyelesaikan kalimatnya. “AaaKhhhh…!!!” tiba-tiba Andi berteriak kesakitan. Tubuhnya mulai terasa terbakar lagi dan kemudian dia jatuh dan meronta-ronta di lantai.
“Andi…!!!” Pekik ibunya saat melihat andi terjatuh dan meronta. “Ayo cepat kita angkat dia ke atas tempat tidur!” Ajak dokter itu.
Dengan diangkat oleh mereka berdua akhirnya Andi dibaringkan di atas tempat tidur. Sambil meronta andi berteriak kesakitan.
“Dokter, cepat dokter! Berikan dia obat!” Pinta ibu Andi. Segera dokter itu mencari sesuatu di dalam tasnya. Dikeluarkannya sebuah suntikan berukuran besar dan diambilnya sebuah botol yang berisi cairan dan kemudian dimasukkannya ke dalam suntikan. Dokter itu menghampiri andi dan menyuntikannya. Seketika tubuh Andi mengejang dan mulutnya mengeluarkan busa-busa putih. Ibunya panik sejadi-jadinya melihat Andi dengan keadaan seperti itu.
Lama kelamaan tubuh Andi mulai tenang, pandangannya mulai kabur dan kemudian Andi tidak sadarkan diri.
Keesokan harinya… Cahaya matahari pagi masuk menembus jendela kamar Andi sehingga menyilaukan matanya. Perlahan dia membuka matanya, sayup-sayup terdengar namanya dipanggil dari arah luar rumahnya.
“Andi… andi…, ayo cepat! Nanti kita terlambat ke sekolah” Teriak teman-temannya memanggil. Rupanya iwan dan ratna telah berada di depan pagar rumahnya.
Segera Andi bangkit dan menjawab panggilan temannya dari jendela kamarnya di lantai atas. “Hai…, sepertinya aku tidak masuk sekolah hari ini. Sekujur tubuhku terasa sakit dan sepertinya aku demam. Tolong katakan kepada guru aku izin hari ini” Teriak Andi dari jendela kamarnya yang terbuka.
“Hei.. iwan, coba lihat itu di jendela kamar Andi. Ada seekor anak anjing hitam sedang menggonggong. Sejak kapan Andi memelihara anjing ya?? Kenapa dia tidak pernah memberitahukan kepada kita?” Tanya Ratna kepada iwan.
Tamat
Cerpen Karangan: Supriansyah Blog / Facebook: Supriansyah