Entah sudah berapa lama aku berdebat dengan wanita sialan ini,
“Laki-laki yang itu siapa sih HAH?” bentakku, menyodorkan sebuah foto. “Maafin gua Jek, sekali lagi, gua gak bisa jelasin sekarang.” tepisnya seraya memalingkan pandangan “Oh jadi ceritanya lo mau selingkuhin gua ya?” tanyaku geram, tangispun pecah di matanya
Akhir-akhir ini, hubunganku sedikit merenggang dengan Seli, Setelah kupergoki dia sedang beradu mesra dengan laki-laki lain di sebuah kedai kopi, kemarin. Karena tidak ingin membuat keributan di tempat, kuabadikan momen mereka dengan gawaiku.
“lo gak akan ngerti Jek! Lo emang gak akan pernah ngerti!” lirihnya dengan terisak-isak. “Hah?” sahutku, heran. “lo gak pernah bisa ngertiin gua sialan!” Kini, air matanya hanyut hingga ke dagu. Tanganku bergerak untuk mengusapnya, namun sebuah tepisan kecil menghentikanku melakukan itu. Dengan cepat, Seli melangkah pergi dan menghilang dari pandanganku. Tanganku mengepal keras, kugaungkan amarahku dalam hati, “AAAHHH SIALAN! SIALAN!”
Udara dingin meraba-raba sekujur tubuh. Aku berjalan pulang dengan lemas. Kurasakan sesuatu menekan-nekan dada sedari tadi, inikah patah hati? Siapa laki-laki tampan yang bersamanya kemarin? Tanganku geram ingin segera mencekiknya, namun kutahan. Lebih baik, aku bergegas pulang dan menenangkan diri di pondok.
Tempat tinggalku terletak di ujung taman yang sepi ini. Eh sepi? Rupanya, Kejadian tadi menyita banyak waktu. Kulihat orang-orang di taman kian membubarkan diri, seiring dengan terbenamnya matahari. Ternyata taman ini sangat mencekam jika malam tiba. Nyaliku menciut, melihat kegelapan yang begitu pekat di depan sana. Langkahku semakin ragu. Namun tidak ada jalan lain. Hanya jalur ini yang menghubungkan kampus dengan permukiman belakang. Aku melangkah dengan waspada. Sesekali, kucuri-curi pandang ke belakang, memastikan situasi aman.
Tiba-tiba terdengar suara isak-tangis seorang wanita dari depan sana, mataku menyelidik. Namun pandanganku sangat terbatas, gelap sekali. Bulu kudukku berdiri dan menegang, bahkan keringat telah mengucur sedari tadi. langkahku terhenti, nyaliku menciut. Sejenak aku menghela nafas, dan memantapkan hati untuk kembali berjalan. Tangisan misterius itu terdengar semakin bergema di dalam telinga ketika langkahku semakin dekat dengan bangku taman. Aku tersentak, sebuah sapaan halus berhasil mendobrak benteng nyaliku yang terakhir, “Mas…” Sontak kuambil langkah seribu dan menjauhkan diri dari suara itu.
Kejadian kemarin masih membekas dalam benak. Lebih tepatnya, dua kejadian sial kemarin. Sejatinya, aku sedikit malas untuk berangkat ke kampus hari ini, namun asessment mingguan memaksaku untuk beranjak dari tempat yang nyaman ini.
“HUAAHHH.. beres juga assessment” ucapku seraya menerjang pintu kelas. Seli dimana ya? Setelah perselisihan kemarin, dia mengabaikan beberapa pesan bernada tegas yang kukirim.
Warna jingga menghiasi langit. Menyadari hal itu, aku mempersiapkan diri untuk pulang cepat sebelum hari gelap. Setan sialan itu sepertinya masih akan menangis malam nanti, dan aku tidak mau berlari lagi. Tiba-tiba sebuah tepukan kecil di bahu membuatku terperanjat. Aku berbalik dan melihat seorang wanita jelita tengah tersenyum di hadapanku, Ajeng namanya. Matanya menatapku serius. Dia memintaku untuk menemaninya ke suatu tempat.
Mentari terlihat sedang membenamkan diri. Sang jingga tergradasi oleh biru padam. “Wanita sialan! Ngapain sih dia ngajakin gua bengong di perpus!? gua jadi telat nih!” Gumamku kesal. Aku berlari menuju ke taman, berharap masih tersisa orang disana. Sialnya, kulihat taman telah kembali gelap dan sepi, tidak ada orang disini. Nyaliku dipaksa akan bergelut kembali dengan suara misterius itu. Ajeng sialan!
Memandang kedepan, Langkahku kembali ragu. tapi apadaya, tidak ada jalan lain untuk pulang. Kuputuskan untuk menerangi jalan kali ini. Kurogoh gawai dan menekan tombol flashlight. Pertama-tama, kuarahkan cahaya ini perlahan kearah bangku taman, dengan niatan hanya untuk memastikan tidak ada setan disana. Namun, aku terperanjat, sesosok bayangan hitam terlihat samar-samar sedang duduk disana. Jantungku berdegup sangat kencang. Langkahku pun terhenti, seiring dengan melemasnya lutut ini. Sejenak aku terpatung dengan tidak melepaskan pandanganku padanya. Aku tidak punya pilihan, masa harus menginap di kampus hanya gara-gara setan? Aku memantapkan niat untuk terus melangkah maju. Semoga saja kali ini dia tidak cengeng lagi.
Semakin dekat, langkahku semakin ragu. “Mu-mungkin di-dia ti-tidak akan bergerak.” Batinku. Dengan gemetar, kulangkahkan kaki perlahan melewatinya yang berada tepat didepanku saat ini. Bulu kudukku menegang, seiring terdengarnya isak tangis yang nyaring dari sampingku. Sialan, Rasa penasaran datang di waktu yang tidak tepat. Perlahan kuarahkan lampu kepadanya. Terbentuklah sosok itu dengan sempurna. Seorang wanita muda memakai baju yang lusuh sedang tertunduk seraya mendekap sebuah boneka beruang kecil. Ma-manusia? Entah dari mana kekuatan ini, namun sebuah pertanyaan tiba-tiba terlontar dari mulutku, “m-mbak, ga-gapapa kan?” Dia menengadah. Aku tersentak, “AAAH” wajahnya dipenuhi luka, sontak aku berlari tunggang-langgang, menjauh dari wanita misterius itu. Jantungku berkembang-kempis dengan cepat sekali. SETAAAN!
Setibanya di pondok, cepat-cepat aku mengunci pintu. Kuhela nafas yang teramat dalam. “HUAAAAAHHH sialan tuh hantu!.” baru kali ini kulihat wajah setan dari jarak dekat. Sambil terus menyambung nafas, kurasakan gawaiku bergetar di saku celana, mungkin ada beberapa pesan masuk. Tiba-tiba sebuah ketukan membuatku terperanjat. Kuintip celah-celah pintu, “SIAL!” pekikku, ketika melihat wanita misterius itu tengah berdiri dibalik pintu. “AAAH PERGIII! gua SALAH APA SIHHH! JANGAN IKUTIN gua SETAAAN!” ringisku. Keringat dingin membanjiri sekujur tubuhku saat ini. Tangisnya pun kembali menggaung, namun, “MA-MAS! TO-TOLONG AKU MAS! KU-KUMOHON!” pintanya dengan terisak-isak. “Hah?”
Kulihat beberapa polisi berada didekat wanita itu, entah apa yang sedang mereka perbincangkan. Sambil menunggu, kulihat beberapa pesan masuk dari Seli. Dia memintaku untuk menemuinya sore nanti. Mungkin hari ini dia akan membuangku, dan memilih laki-laki brengsek itu. Aku pasrah saja, memang cinta tidak bisa dipaksakan, baru saja aku mendapat wejangan itu dari seseorang.
Polisi meminta wanita itu untuk menunjukkan sebuah tempat. Karena penasaran, aku pun mengikutinya dibelakang para polisi. Dia berjalan ke sebuah permukiman kumuh dan padat sekali. Kemudian, langkahnya memasuki sebuah gang sempit yang mengarah pada beberapa kontrakan kecil yang berjejer rapi. Terlihat semua warga tengah menatap para polisi dengan heran. Kondisi tanah yang becek, memaksaku untuk berjingkat setiap saat. Langkah kami terhenti. Kulihat dia mengarahkan telunjuknya ke salah satu kontrakan. Seolah diperintah, dua orang polisi dengan cepat menyelinap masuk kedalam kontrakan itu,
“DIAM! DIAM! JANGAN BERGERAK!” “EH ADA APA INI PAK! KENAPA INI?” “UDAH DIAM AJA KAMU!”
Terlihat seorang laki-laki bertubuh gelap tengah dikeluarkan paksa oleh polisi. Tangannya terborgol sekarang. Dengan sedikit tertunduk, dia berhadapan dengan wanita itu. Namun aneh, tatapan sang wanita seolah menyiratkan sebuah kebencian yang teramat dalam pada laki-laki itu. “KAMU JAHAT MAS! KAMU IBLIS! DASAR IBLISSS” hardik sang wanita disusul dengan tangisnya yang semakin menggaung ke langit.
Di sebuah bangku taman, “Seorang suami, tega membunuh anak, dan menganiaya istri hingga istri kabur karena takut. Iiih serem deh Jek! Liat nih!” ucap Seli, menyodorkan gawainya. “Kenapa Sel? Ohitu, gua udah baca” jawabku datar. “iiih masa gitu doang reaksinya?” keluh Seli seraya mencubit perutku. “AW SAKIT TAU SEL!?” rintihku. “lebay lo!” ledeknya. “Cieee cieee udah akur lagi nih sepasang merpati” timpal ajeng.
S : dia emang bloon Jeng! Susah ngerti! J : iya maafin gua! Btw sorry ya Jeng! Waktu itu gua marah2 ke lo dan langsung cabut. A : santai aja kali. gua juga ngundang Seli waktu diperpus itu, dan mau menengahi kalian, “Seli itu pura2 temenan sama laki-laki itu, karena ayahnya sedang ada urusan bisnis dengan bapaknya dia. Dan Seli diminta bapaknya untuk akrab dengan laki-laki itu. Hanya sementara hingga urusan bisnis ayahnya kelar” Tapi sikampret Seli lama banget datengnya. Dan lo udah ngilang aja! J : iya sorry Jeng, gua harus pulang cepet soalnya. eh tapi Sel, kenapa lo gk cerita langsung aja ke gua masalah itu? S : yaelah, tau sendiri kan! Lo itu cemburunya udah level maximal! Sialan! gua kayak dikurung dikandang hahaha. Tapi gua ngertiin lo kok Jek. Tapi sialnya, lo jarang ngertiin gua! Kampret! J : (malu) iya deh. Maafin gua ya Sel!
END
Cerpen Karangan: Mikhwanulkirom Blog: mikhwanulkirom.blogspot.com Hanya sesosok manusia yang aneh, dan semakin merasa aneh dari waktu-kewaktu, karena sering mengalami kejadian aneh, aku pun tidak tau, aneh kan?. Sedang belajar menulis karangan-karangan kreatif dan inspiratif yang didedikasikan untuk menghibur dan menarik minat baca orang-orang.