Malam ini tak seperti biasanya, setelah makan malam majikan tuaku minta diajak keluar jalan jalan ke taman. Kuturuti permintaannya begitu saja tanpa banyak protes, kupikir mungkin ada yang sedang dirisaukannya sehingga dia ingin keluar untuk sekedar menjernihkan pikiran. Sudah dua hari ini kudapati dia lebih pendiam dan suka termenung.
Sepanjang jalan kami sama sama membisu, padahal biasanya majikan tuaku banyak omong, menceritakan cerita yang sama yang entah sudah berapa puluh kali kudengar dari mulutnya. Kubiarkan dia sibuk dengan lamunannya sementara aku menikmati alunan lagu yang tersimpan dalam memory hpku melalui earphone. Lagu lagu itu mampu membuat langkahku terasa lebih ringan.
Hampir sebagian besar waktuku kuhabiskan untuk menyusuri jalanan sambil mendorong majikan tua yang duduk di kursi roda. Bobo begitu aku biasa nemanggilnya. Bobo memang suka jalan jalan, dalam sehari bisa 3 sampai 4 kali kami keluar rumah.
Aku merasa suasana malam ini begitu ganjil, kuamati lebih seksama keadaan disekitarku, baru kusadari sejak tadi tak kujumpai seorangpun berpapasan jalan denganku, tak ada satu kendaraanpun melaju membelah malam, kulihat jam di layar hp ku padahal waktu baru menunjukkan jam 20.30 masih terlalu sore untuk naik ke peraduan. Lagipula northpoin termasuk daerah padat penduduk, selalu ramai, tengah malam sekalipun tak akan sesepi malam ini.
Belum juga hilang rasa heranku tiba-tiba saja kursi roda yang diduduki si mbah seperti melaju diatas jalan berbatu padahal jalanan didepanku rata. Aku berhenti ketika kudengar si mbah mulai berteriak teriak, wajahnya pucat pasi, tatapan matanya kosong, mulutnya terus meracau berkata kata dengan bahasa hokian, yang sama sekali tak kupahami maknanya, dan suara itu bukan suara mbah. Aku syok hal hal yang selama ini paling kutakuti yang hanya kusaksikan dilayar kaca, kini terpampang di depan mataku, menimpa orang terdekatku, si mbah kerasukan roh halus, dengan panik kutepuk tepuk wajahnya, kugoyang goyangkan tubuhnya berusaha mengembalikan kesadarannya, sambil mulutku tak henti membaca doa apa saja yang kubisa, aku ketakutan setengah mati, tak ada seorangpun yang bisa kumintai pertolongan, dan aku hanya bisa memeluknya erat ketika si mbah mulai meronta.
Kuedarkan pandanganku berharap ada orang yang lewat, tiba tiba kulihat ada bayangan orang di gedung apartemen seberang jalan, dia berdiri dibalik tirai, di jendela lantai 7, sedang menatap kearahku, lalu dia menghilang dan lampu yang tadi menyala redup pun padam, gelap.
Tiba-tiba tubuhku tersentak oleh kekuatan hebat, aku seperti baru terlepas dari sepasang lengan raksasa yang memeluku erat. Aku tersadar, ketika membuka mata sekelebat bayangan berlalu meninggalkanku, kudapati aku terbaring di ranjang kamarku. Kupaksa diriku untuk mengingat apa yang telah terjadi, kulihat jam dilayar hp ‘jam 03.00’ dini hari, ah rupanya aku mimpi buruk.
Segera kuhampiri kamar si mbah, aku takut sesuatu yang buruk terjadi padanya. Tapi si mbah sedang tertidur lelap. YA ALLAH mimpiku serasa begitu nyata, badanku masih pegal akibat kekuatan yang tak kasat mata yang memelukku erat, dan sekelebat bayangan itu aku benar benar melihatnya.
Pagi ini sama seperti pagi-pagi sebelumnya, selesai sarapan kuantar si mbah ke taman untuk olah raga. Kuperlambat langkahku ketika kulihat kerumunan orang di depan apartemen yang muncul dalam mimpiku semalam, ada mobil ambulan, mobil pemadam kebakaran pun berjejer disana. Juga mobil mobil dari stasiun tv, para aparat keamanan sibuk menertibkan orang-orang yang menonton. Para wartawan pencari berita sibuk mengatur kamera, mencari posisi yang tepat untuk mengambil gambar. Dan dari bisik bisik yang kudengar dari orang-orang itu aku tau bahwa semalam ada seorang nenek yang gantung diri di lantai 7, dan yang gantung diri itu ternyata teman si mbah yang akhir akhir ini tak pernah lagi kujumpai di taman. Dia memang sering mengeluh kepada teman-temannya sesama lanjut usia kalau menantunya memperlakukan dia seperti pembantu, bahkan jatah bulanan dari pemerintah yang setiap bulan diterima pun dirampas oleh menantunya. Dia sering bilang lebih baik mati daripada hidup tak ada artinya. Aku yakin sekali itu dia, karena aku sempat melihat wajahnya menyembul dibalik selimut biru yang sempat tersingkap ketika petugas ambulance mengusung mayatnya.
Segera saja kutinggalkan tempat itu dengan tergesa, aku hanya menjawab ‘tak tahu’ ketika si mbah bertanya siapa yang bunuh diri. Aku tak ingin membuatnya bersedih, jiwanya pasti terguncang.
Cerpen Karangan: Deerizkie Blog: Deerizkie.blogspot.com