Gemerlap cahaya putih mulai stabil, kesadaran pemilik iris coklat terang itu belum sempurna. Lima menit kemudian, ia mulai sadar bahwa tak seharusnya ia berada di tempat itu. Ia berada di dalam kelas. Di dalam kelas yang lengkap berisi guru dan teman-temannya.
“LAREINA HANASTA!” seru Bu Winda. “Kamu tidur di kelas lagi, sebagai hukuman kamu berdiri di lapangan sampai jam istirahat,” lanjut Bu Winda. “Iya bu,” jawab Rei pasrah.
Reina berjalan menuju lapangan sambil berpikir. “Jadi semua itu hanya mimpi, syukurlah,” ucap Rei dalam hati.
Reina menjalankan hukuman dari Bu Winda dengan perut yang kosong. Lana, Hena, dan Asta selaku sahabat Rei telah membuat kericuhan di kelas, sehingga mendapatkan hukuman yang sama dengan Rei. Mereka bertiga berniat membolos tentunya juga mengajak Rei.
“REI!” teriak Hena. “REINAAAAA!” sambung Asta. “Kalian kenapa bisa berada di sini?” tanya Reina. “Santai Rei, ayo bolos!” jawab Lana dengan muka tak bersalah.
Belum sempat menjawab Lana langsung menarik tangan Rei menuju kantin. Mereka memesan beberapa makanan dan minuman di sana. Rei memesan nasi goreng dan jus jeruk, Lana memesan mie ayam dan es teh, Hena memesan bakso dan jus sirsak, dan Asta memesan gado-gado dan jus jambu. Tak sadar air mata Rei jatuh.
“Rei, kamu sakit?” tanya Asta khawatir. “Iya Rei, mending kamu ke uks. Aku antar deh,” bujuk Lana. “Ah aku sehat kok, ini kalian? Maksudku apa ini benar-benar kalian?” tanya Reina. “Iya Rei, emang kamu kira kami ini siapa? Setan? Jangan aneh-aneh deh,” jawab Hena. “Hehehe, maaf ya,” pinta Rei. “Santai aja Rei kalau sama kita,” jawab Hena. “Syukurlah semua itu hanya mimpi buruk,” ucap Rei di dalam hati lega.
Jam pelajaran selanjutnya telah berbunyi menandakan semua murid harus masuk ke kelasnya masing-masing. Bertepatan dengan Bu Diah yang sakit, menyebabkan kelas Reina belajar bersama kelas dengan mata pelajaran yang sama yaitu pelajaran IPA. Kedua kelas tersebut adalah XII IPA 2 dan XII IPA 4. Mereka belajar di aula sekolah.
Kedua kelas tersebut tidak pernah akur. Saat mereka diperintahkan untuk belajar bersama, kedua kelas tersebut telah membuat persiapan. Seperti air dan minyak yang mencerminkan kedua kelas tersebut.
“Eh, jangan lupa bawa sapu nanti kalau mau ke aula,” ucap Danis, salah satu teman sekelas Reina. “Bawa tinta aja cukup Nis, nanti seragamnya pada hitam semua,” sahut Leo. “Kuranglah, SEMUANYA WAJIB BAWA SENJATA YA!” Teriak Lana. “Bukan temenku,” ucap Rei yang berada disebelah Lana. “Hahahaha,” tawa Hena dan Asta.
Kelas XII IPA 4 sampai lebih dulu sebelum kelas Reina yaitu kelas XII IPA 2. Kelas musuh sudah membuat strategi untuk mengalahkan kelas Reina, begitu juga sebaliknya. Mereka semua membawa peralatan tempur kecuali Reina dipihak kelas XII IPA 2 dan Enzo dipihak kelas XII IPA 4. Enzo merupakan ketua kelas dari IPA 4.
Mereka menunggu aba-aba. Dan kelas IPA 2 mulai menumpahkan sabun pel di lantai, disusul dengan kelas IPA 4 melempari sampah. Kelas IPA 2 tak diam dan langsung membalas dengan melempar bubuk kapur, sehingga memancing emosi kelas IPA 4. Sebelum kelas IPA 4 membalas, kelas IPA 2 langsung menumpahkan air, sehingga mengenai hampir seluruh murid IPA 4. Kelas IPA 4 yang menahan emosi dari tadi mulai melancarkan serangannya, berupa melemparkan telur busuk yang telah dibeli dari ibu kantin.
Kelas IPA 2 sangat marah, lalu menuangkan cairan berwarna yang merupakan cat yang mereka dapat dari sisa pembangunan sekolah. Warna seragam yang awalnya putih sekarang menjadi warna-warni. Dikubu IPA 2 yang memiliki bau amis dan dikubu IPA 4 yang berseragam warna-warni. Pertempuran antar kelas ini tidak akan berhenti sebelum ada yang memisahnya.
Reina dan Enzo hanya melihat mereka dari kejauhan. Sebenarnya mereka berdua ingin menghentikan perang antar kelas tersebut, tetapi tidak jadi karena melihat semangat dari teman-temannya yang berjuang, jadi mereka tidak ingin menghancurkan semangat tersebut. Reina dan Enzo dulunya bertetangga tetapi sewaktu Reina SD orangtuanya pindah keluar kota. Lalu saat Reina SMA, mereka kembali ke kota ini.
“Apa tidak apa-apa kalau kita membiarkan mereka?” tanya Reina khawatir. “Biarkan saja, kalau kita kesana malah kena juga. Mereka masih dalam batas wajar kok,” ujar Enzo tenang. “Wajar-wajar ndasmu, jelas-jelas mereka sudah kelewatan. Gimana sih? Lagi pula kamu ketua kelas dari IPA 4,” jelas Reina. “Iya-iya, ayo kita pisah. Kalau kita panggil guru yang ada masalahnya makin panjang,” balas Enzo.
Saat Enzo dan Reina hendak menghentikan mereka, keadaan semakin tak terkendali. Tubuh mereka semua terkena cat dan berbau busuk.
“LANA, HENA, ASTA, DAN KALIAN SEMUA CUKUP!” teriak Reina. “Kalian sudah kelas 12, seharusnya bisa berdamai bukan malah seperti anak kecil begini,” omel Reina. “Setelah ganti baju kalian semua bersihkan aula ini! Jangan sampai ada bau amis dan noda,” perintah Enzo.
Setelah mereka mendengar perintah Enzo dan Reina, mereka mulai sadar dengan sifat kekanak-kanakan mereka. Dua kelas tersebut mulai berdamai, walaupun tidak bisa menghilangkan dendamnya secara keseluruhan. Menurut Reina kelas XII IPA 2 dan kelas IPA XII 4 layaknya saudara kandung, walaupun sering bertengkar tetapi jika ada salah satu kelas yang tidak ada maka kelas yang lain akan mencari.
Setelah seluruh aula bersih, bel pulang sekolah berbunyi. Mereka semua menuju ke kelas untuk mengambil tas masing-masing. Rumah Lana dan Hena tidak sejalur dengan rumah Reina, dan kebetulan orangtua Reina tidak bisa menjemput hari ini.
“Rei! Mau pulang bareng?” ajak Asta. “Hmm, apa tidak merepotkan?” tanya Reina. “Tidaklah Rei, lagi pula rumah kita searah,” balas Asta. “Iya deh, kamu tunggu aja didepan gerbang sekolah. Aku mau mengambil bukuku yang tertinggal,” ujar Rei. “Siap,” balas Asta.
Sesudah Rei mengambil buku yang tertinggal, ia merasa sangat pusing. Penglihatannya mulai berkurang. Hanya terdengar samar-samar suara. Reina mendengar suara lelaki dan wanita yang memanggil namanya.
Reina tersadar di sebuah ruangan serba putih, dengan tangan ibunya yang tak henti-hentinya menggenggam jari-jarinya. “Akhirnya kamu sadar juga Rei,” ucap Ibu Rei. “Asta?” ujar Reina. “Rei! Sadar mereka sudah tidak ada, ikhlasin Rei,” ujar Ibu Rei menahan tangis. “Tapi Ma, tadi mereka masih bertengkar lo, sampai seluruh aula sekolah sangat kotor. Asta pasti sudah nunggu aku Ma, kasian dia di sana sendirian. Aku juga sempat dimarahi Bu Winda tadi. Pasti ini aku lagi bermimpi,” ucap Reina dengan menangis.
Reina mengidap penyakit skizofrenia paranoid yang berarti dalam garis besar adalah sulit membedakan khayalan dengan realita. Hal ini disebabkan karena kejadian di sekolahnya sebulan yang lalu.
Flashback (saat sekolah Reina terbakar)
“Aku harus bisa mendapatkan nilai yang sempurna,” ucap Rei semangat. Pagi itu kelas XII IPA 2 akan melakukan ulangan harian IPA yang terkenal dengan kesulitan soal di atas rata-rata. Semua murid terlihat pasrah, kecuali Reina. Ia sangat menantikan hari itu, karena jika ada siswa yang mendapatkan nilai sempurna akan mendapatkan potongan jam pelajaran IPA.
Kertas ujian mulai disebar, beberapa murid sudah pasrah. Reina mengerjakan ujian itu dengan mudah karena ia sudah belajar semalaman demi ujian tersebut. Tak terasa waktu ujian hampir habis, Reina yang sudah menyelesaikan ujiannya diperboleh keluar kelas.
Reina duduk santai di kantin sekolah, sementara teman-temannya melakukan ujian dengan waktu tambahan yang diberikan Bu Diah. Waktu berjalan dengan sangat cepat bersamaan dengan api yang menyambar gedung sekolah. Reina yang berada di luar kelas kembali ke dalam kelas untuk memperingatkan teman-temannya.
Reina terlambat seluruh kelas hampir dipenuhi oleh api, tapi Reina tak peduli. Ia tetap ingin menyelamatkan teman-temannya. Sesampainya di kelas ia melihat teman-temannya yang kesulitan bernapas. Tak tahu kenapa api itu terlalu cepat merambat.
“KENAPA KAU DI SINI REI! PERGI! KELUAR DARI SINI!” bentak Hena. “Pergilah Rey,” ucap Asta. Badan Reina seperti membeku dalam kobaran api. Ia tak bisa melakukan apapun. “Lareina, pergi dan hiduplah,” lirih Lana. Kaki Reina seolah bergerak sendiri untuk menjauhi kelas itu.
Hanya Reina dan beberapa guru yang selamat dari insiden tersebut. Trauma itu yang menyebabkan Reina mempunyai penyakit mental skizofrenia paranoid. Penyebab sekolah itu terbakar belum diketahui dengan pasti.
Cerpen Karangan: Intania Aziza Blog / Facebook: Intania Azizaf
Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 8 Mei 2021 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com Maaf kakak sempet off beberapa hari karena harus bolak balik ICU, ada anggota keluarga yang sakit meski pada akhirnya harus berpulang… stay safe ya guys!